Analisis Îmãn (3)
Pengertian kalbu
THE JAMBI TIMES - Samakah pengertian kalbu (qalbun, al-qalbu) dengan “hati”
dalam bahasa Indonesia? Bila bicara tentang hati, orang Indonesia pada
umumnya menyebutkan sesuatu yang menjadi tempat bersarangnya berbagai
perasaan, dan mereka biasa mengisyaratkan tangan ke dada, seolah-olah hati
(perasaan) itu terletak di dalam dada. Sedangkan bila berbicara tentang akal
atau pikiran, umumnya orang menunjuk kepala.
Menurut ilmu urai tubuh (anatomi) kita berpikir dan merasa dengan otak.
Dalam kamus Psychology, Dali Gulo menggambarkan otak sebagai “bagian
dari sistem syaraf yang terbungkus dalam tengkorak kepala dan merupakan pusat
motivasi, pemikiran, pengolahan dan penyampaian apa-apa yang diperoleh dari
indera.”
Floyd L. Ruch dalam Psychology and Life memberikan gambaran
tentang otak demikian:
In the last analysis the superiority of man over the lower forms derives
from his superior ability to think and plan, utilizing objects both present
and absent in overcoming his problems. This ability is the result of a
larger, more complex brain, which operates with intricate division of labor
and with more control over the rest of nervous system than we find in any of
the lower forms. Perception, thought, consciousness itself depend on the
brain for their occurrence. Clearly, then, if we are to … study all the
behaviour, motives, and emotions growing out of the interaction between man
and his ewnvironment, our picture must include a working understanding of the
brain.
(Penelitian terakhir membuktikan bahwa keunggulan manusia atas
makhluk-makhluk lain yang lebih rendah terletak pada kemampuannya yang
istimewa untuk berpikir dan membuat rencana, serta memanfaatkan barang, baik
yang ada maupun yang tidak ada untuk menyelesaikan berbagai masalahnya.
Kemampuan ini adalah berkat dari otak manusia yang lebih besar dan lebih
rumit, yang beroperasi dengan pembagian kerja yang ruwet dan lebih mampu
mengendalikan sistem saraf dibandingkan dengan yang kita temukan pada
makhluk-makhluk lain yang lebih rendah. Persepsi (pendapat), pemikiran, dan
kesadaran itu sendiri keberadaannya tergantung pada otak. Jadi,
jelaslah, bila kita hendak mempelajari segala perilaku, dorongan-dorongan,
dan berbagai perasaan yang tumbuh sebagai akibat pergaulan manusia dengan
lingkungannya, gambaran kita harus disertai pemahaman yang baik tentang
otak).
Setelah memerhatikan gambaran tentang otak, mari kita periksa gambaran
tentang kalbu dalam al-Qurãn, misalnya dalam Surat al-A’raaf 7:179:
“Bagi jahanam sungguh telah Kami sediakan banyak jin dan manusia,
yang telah kami bekali qalbu tapi tidak mereka gunakan untuk memahami (ajaran
Kami), yang telah kami bekali mata tapi tidak digunakan untuk melihat (bukti
kebenaran ajaran Kami), yang telah Kami bekali telinga tapi tidak digunakan
untuk menyimak (penjelasan tentang ajaran Kami). Mereka itu ibarat hewan
piaraan, bahkan lebih tolol lagi. Mereka adalah para pengabai
(kesempatan untuk meraih keberuntungan, dengan melaksanakan ajaran Allah).”
Sedangkan dalam Surat an-Nahl 16:78 Allah menegaskan pula:
“ … Allah mengeluarkan kalian dari kandungan ibu kalian dalam
keadaan tidak tahu apa-apa tapi dibekalinya kalian dengan alat pendengaran,
alat penglihatan, dan fuad, supaya kalian gunakan dengan sebaik-baiknya
(bersyukur).”
Kedua ayat di atas menjelaskan bahwa kalbu (qalbun, jamaknya qulubun)
sama dengan fu’ad (fu’adun, jamaknya af-idah) yang
fungsinya berkaitan dengan fungsi indera, terutama indera penglihatan dan
pendengaran, yang keduanya sangat berperan dalam kehidupan manuysia yang
mempunyhai otak lebih besar dari otrak hewan. Kamus pun menyamakan kalbu
dengan akal (al-aqlu), fu’ad, dan batin, atau quwwatul-idraak
(daya tanggap), atau al-fahmu (faham, pengertian). Hans Wehr dan J.
Milton Cowan dalam A Dictionary of Modern Written Arabic, mengartikan
kalbu sebagai mind (pikiran), soul (jiwa), dan spirit
(ruh). Jadi jelaslah bahwa kalbu tidak sama dengan hati dalam arti perasaan
saja. Terjemahan yang tepat untuk kalbu dalam bahasa Indonesia adalah jiwa,
yang di dalamnya terdapat pikiran dan perasaan, dan otak secara fisik mungkin
merupakan ‘sarang’-nya. Sedangkan secara ruhani, otak dan jiwa adalah identik
(sama); dalam arti bahwa pembicaraan tentang jiwa manusia selalu berkaitan
dengan sesuatu yang mengisi otak ragawi.
Al-qalbu (jiwa, otak) yang ‘berkantor pusat’ di kepala itulah yang mencari input
(masukan) melalui dua indera yang paling dominan, yang berkali-kali disebut
dalam Qur’an, yaitu telinga dan mata.
Lalu bagaimana dengan sebuah hadis yang menceritakan Rasulullah menunjuk
dada ketika beliau menyebut al-qalbu? Jawabnya adalah bahwa dada
secara fisik-anatomis berisi paru-paru dan jantung, tidak berisi liver yang
biasa diterjemahkan sebagai hati (yang letaknya di perut sebelah kanan).
Jadi, bila dipahami harfiah, Nabi Muhammad salah dengan menunjuk hati ada di
dada. Lalu? Yang logis adlah dengan memahaminya secara majas, yaitu bahwa
beliau menunjuk dada bukanlah dada dalam arti fisik; tapi yang dimaksud
adalah dada (beliau tidak menyebut dada, tapi menunjuknya sambil berkata ha
hunna, di sini) adalah “diri”. (Manusia biasa menunjuk dadanya ketika
yang ditunjuk adalah dirinya!).
Bagaimana pun, bila kita kembali kepada surat Al-‘A’rãf ayat 179, kalbu
secara fungsional adalah álat untuk memahami”, dan itu secara fisik maupun
psikologis mengacu pada fungsi otak.(h.a)
|