Petani SPI Jambi Dalam Kepungan Asap KARHUTLA, Sengketa Lahan hingga PENGADILAN
The Jambi Times, JAMBI | Persidangan Kasus Karhutla yang bergeser pada P3H sudah sampai pada tahapan akhir PemeriksaansSaksi terdakwa.
Dewan Pimpinan Wilayah Serikat Petani Indonesia (DPW-SPI) Jambi bersama tim Hukum mengelar Press Conference yang diadakan pada Minggu, (23/02/2020) malam di Saung Kito Sipin Jambi pada pukul 19.30 Wib.
SPI dan Kuasa hukum dalam RILIS nya membeberkan Fakta Persidangan dalam kasus Kebakaran hutan dan lahan Sungai Jerat Desa Tanjung Lebar Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi.
Jauh sebelum terbitnya izin lokasi PT REKI di Provinsi Jambi, Petani dari SPI Jambi semenjak 2007 telah melakukan pemulihan terhadap kerusakan hutan yang sudah dirusak oleh PT Asialog dan inhutani dengan menjadikannya tempat berladang sebagai penopang ekonomi keluarga petani.
Semenjak 2010 setelah izin PT REKi diberikan oleh Menhut MS Kaban, Konflik terus mengalir deras.
Koalisi LSM Nasional dan Internasional sepertivBird Life Internasional, Burung Indonesia, RSPB dan beberapa donor NABU, KFW dan bank Jerman dengan aparat menjadi penyokong yang kuat mensistematisasi pelanggaran HAM dengan mengkriminalisasi, penggususran, bahkan tindak kekerasan fisik serta pembakaran rumah petani.
17000 hektar lahan petani berada di areal konsesi PT REKI masih dalam pusaran konflik agraria yang belum tuntas, ditengah pemerintah serius menjalankan dan memajukan amanah UUPA No. 5 Tahun 1960, Presiden Joko Widodo memberikan jalan keluar sebagai solusi bagi konflik agraria di sektor kehutanan dengan mnegeluarkan Perpres No .88 Tahun 2017 Tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan hutan di sektor Kehutanan dan mempertegasnya dengan mengeluarkan Perpres No. 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria,.
namun justru REKI bersama Polres Batang Hari pada 22 September 2019 semakin masif melakukan kekerasan dan pelanggaran HAM dengan mengkriminalsasi petani.
Alhasil 19 orang petani ditangkap dengan sewenang-wenang bahkan sebagian mereka adalah buruh tani.Sebelum izin PT REKI diberikan pada tahun 2010.
10.000 hektar lahan eks Asialog sudah di duduki petani, bahkan pada tahun 2007 kebun karet tersebut sudah disadap oleh Khairul dan kebun sawit milik Yono Sugiat juga sudah berbuah pasir.
Perkampungan di areal PT REKi sudah terbentuk dengan segala fasilatas umum sekolah, masjid dan gereja serta berbagai fasilitas lainnya” jelas Sarwadi Sukiman Ketua DPW SPI Jambi.
“ Kami tim wilayah untuk reforma agraria DPW SPI Jambi dan tim reforma agraria DPP SPI telah mendaftarkan Petani SPI Jambi yang berkonflik dengan PT REKI bahkan petani disemua basis cabang SPI se Jambi pada 19 September 2019 sesuai amanah Perpres No. 88 Tahun 2017 dan surat undangan KLHK, dan sampai sekarang masih berlangsung perbaikan-perbaikan data dan update terakhir.
Sejatinya PT REKI dan Polres Batang Hari apalagi sebagaimana kita ketahui PT REKI adalah perusahaan konsorsium LSM tidak melakukan tindakan gegabah melakukan sknario jahat mengkriminalisasi dan pastinya itu melanggar HAM serta tidak mengindahkan titah Presiden terhadap persoalan penyelesaian agraria sebut Azhari Kepala Biro PolHukam Jambi.
SPI Jambi juga memberikan fakta persidangan antara lain adalah: Terdakwa ditangkap tidak sedang membakar lahan dan tidak sedang melakukan penebangan hutan, Terdakwa ditangkap tanpa ditunjukkan surat penangkapan. Terdakwa tidak didampingi oleh pengacara. Saksi ahli dari jaksa menyebut bahwa bagi warga yang terlanjur menggarap maka disediakan solusi melalui Peerhutanan Sosial sebagaimana sesuai dengan yang diatur Perpres No. 88 Tahun 2017 Tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan hutan di sektor Kehutanan. Terdakwa di dakwah tidak memenuhi minimal 2 alat bukti yang cukup.
Untuk itu Petani SPI Jambi mengajukan tuntutan sebai berikut : Meminta Hakim Yang Mulia menghentikan proses peradilan terhadap terdakwa karena proses penangkapan dan penahanan para terdakwa tidak memenuhi unsur minimal 2 alat bukti yang cukup.Meminta Kapolres Batang Hari meminta maaf atas perbuatan salah tangkap anggotanya terhadap para terdakwah. Fakta persidangan yang diakui oleh saksi Adam Aziz selaku Direktur Operasional PT REKI menyatakan bahwa pada saat izin PT REKi di terbitkan pada tahun 2010 sudah ada garapan masyarakat seluas 10.000 hektar.
Menetapkan PT REKI bersalah karena tidak mampu melaksanakan kewajibannya sebagai pemegang izin. Meminta kepada Menteri KLHK mengevaluasi PT REKI.
Dan itulah bunyi dari tuntutan dan keterangan pers dari hasil pertemuan Serikat Petani Indonesia Jambi kepada sejumlah wartawan.
The Jambi Times akan melayangkan dan mengajukan konfirmasi kepada pihak PT REKI dan Polres Batang Hari dalam masalah sengketa lahan yang sepertinya tidak menemui titik akhir penyeselesaian.
Zainul Abidin