Menghafal Al-Qurãn, Membuyarkan Ilusi
Tanya: Apakah setiap muslim harus menghafal Al-Quran?
Jawab: Iya, setiap muslim yang mau.
Tanya: Jadi, hanya untuk yang mau?
Jawab: Iya.
Tanya: Terus, yang tidak mau?
Jawab: Mereka akan selalu punya alasan untuk mengatakan tidak mampu.
Tanya: Terus, kalau mau tapi tak punya waktu?
Jawab: Kita memang tak punya waktu. Waktu itu punya Allah.
Tanya: Maksud saya, bagaimana kalau waktu kita dipenuhi berbagai kesibukan?
Jawab: Hentikan kesibukan yang bukan prioritas.
Tanya: Misalnya?
Jawab: Nonton tv, ngegame, ngegosip, dan apa pun yang bersifat iseng.
Tanya: Sebegitu pentingnyakah Al-Quran, sehingga harus dihafal?
Jawab: Iya.
Tanya: Tapi, apa pentingnya?
Jawab: Pertama,
Al-Quran adalah ilmu yang harus menjadi imam (pemimpin). Kedua, untuk
bisa menjadi imam bagi setiap pribadi muslim, maka ia harus ada di dalam
kepala setiap muslim, bukan ditinggal di rak buku. Ketiga, Al-Quran
adalah satu-satunya wakil Allah, yang menjadi sarana penghubung antara
kita dengan Allah secara langsung. Dengan menghafalnya, maka – ibarat hp
yang selalu menyala – kita akan selalu terhubung dengan Allah, dan kita
tak akan pernah lepas dari pesan-pesanNya. Keempat, dengan menghafal
Al-Quran, kita akan bisa menjadi Al-Quran berjalan. Secara perlahan tapi
pasti, akhlak kita akan dibentuk oleh Al-Quran.
Tanya: Terus, bila tidak menghafalnya?
Jawab: Tidak mungkin
orang yang mengaku muslim tidak hafal Al-Quran. Paling tidak, dia hafal
beberapa surat pendek untuk shalat. Tapi, bila dia puas hanya dengan
itu, maka dia akan menjadi muslim minimalis. Dan bila yang dihafalnya
tidak dipahami pula, maka dia akan menjadi “muslim aku-aku”.
Tanya: Muslim aku-aku? Apa itu?
Jawab: Hanya mengaku muslim, tapi tak tahu apa-apa tentang Islam.
Tanya: Tapi, bukankah pengetahuan tentang Islam bisa didapat dari buku-buku selain Al-Quran?
Jawab: Iya. Tapi buku-buku selain Al-Quran hanya menawarkan pengatahuan yang zhanni. Yaitu
pengetahuan yang meragukan, karena disusun oleh manusia, dan bisa
tercemar oleh kekeliruan manusia. Sedangkan pengetahuan langsung dari
Al-Quran sifatnya qath’i. Yaitu pasti dan tidak meragukan. Lã raiba fîhi.
Tanya: Tapi, sekali lagi, mengatur waktu untuk menghafal Al-Quran itu kan sulit sekali.
Jawab: Ya, memang
sulit; karena itu kita harus menggunakan trik untuk menyiasati diri. Ini
kan soal perang melawan diri sendiri. Dan pada hakikatnya, si “diri”
ini tak akan pernah bisa dikalahkan.
Tanya: Tak akan pernah bisa dikalahkan!? Jadi?
Jawab: Dia hanya bisa
kalah bila dia mengalah! Mengalah demi kemenangan yang abadi, yang
mampu mewujudkan kebaikan di dunia dan akhirat.
Tanya: Benar juga. Tapi, bagaimana langkah konkretnya supaya saya bisa menghafal Al-Quran? Supaya diri ini mau mengalah?
Jawab: Banyak cara
untuk menghafal Al-Quran. Banyak buku sudah ditulis untuk tujuan itu.
Tapi, saya sendiri lebih suka memilih rumus yang tidak terlalu membebani
diri, walau tetap mengharuskan kita mengalokasikan waktu.
Tanya: Jadi, ada rumus yang seperti itu? Bagaimana?
Jawab: Rumus ini menjelaskan apa hakikat menghafal…
Tanya: Hakikat menghafal?
Jawab: Ya. Hakikat menghafal adalah “mengulang”.
Tanya: Ya, ya! Itu sih saya sudah tahu!
Jawab: Tapi, ada cara mengulang yang tidak seperti cara kita menghafal.
Tanya: O, ya? Bagaimana itu?
Jawab: Kebanyakan ulama mengatakan bahwa untuk bisa menghafal Al-Quran, kita harus sering membacanya sampai khatam.
Tanya: Membacanya begitu saja? Secara beruntun, dari awal sampai akhir?
Jawab: Ya. Tapi harus dilakukan dengan disiplin tertentu?
Tanya: Disiplin seperti apa?
Jawab: Kita harus berusaha membaca, sedapat mungkin, setiap hari. Dan setiap hari harus membaca 5 juz.
Tanya: 5 juz?
Jawab: Ya. Dengan demikian, kita bisa khatam membaca 30 juz dalam setiap 6 hari sekali.
Tanya: Setiap 6 hari sekali? Jadi, dalam seminggu masih ada sehari libur tidak membaca?
Jawab: Iya. Haha!
Tanya: Terus, untuk membaca 5 juz itu butuh waktu berapa lama?
Jawab: Sekitar 3 jam.
Tanya: Tiga jam? Wah, wah, wah! Terus, berapa lama proses itu harus dijalankan? Maksud saya, sampai kita hafal.
Jawab: InsyaAllah, dalam 2 tahun anda sudah hafal…
Tanya: Hanya dengan cara seperti itu?
Jawab: Iya. Hanya
dengan berusaha untuk selalu membaca, setiap hari 5 juz; sehingga anda
bisa khatam (selesai) membaca 30 juz dalam setiap 6 hari. Bila itu
dilakukan selama 2 tahun, anda akan hafal Al-Quran tanpa bersusah-payah
mengulang-ulang ayat per ayat.
Tanya: Ini menarik. Saya ingin mencoba. Harus mencoba. Walau membuat diri ini mau mengalah itu sangat, sangat, sangat sulit.
Jawab: Ya, sangat sulit. Tapi itu sebenarnya hanya soal keberanian untuk membuyarkan ilusi!
Tanya: Membuyarkan ilusi? Apa lagi itu?
Jawab: Iya… Gambaran
tentang sulitnya mengalahkan diri itu sebenarnya hanya ilusi. Kita
berilusi (berkhayal) bahwa diri kita ini adalah musuh kita yang paling
tangguh. Dengan demikian, sebelum terjadi perang melawan diri, kita
sudah menempatkan dia sebagai pemenang.
Tanya: Jelasnya?
Jawab: Mari kita lakukan permainan begini: Bentangkan telapak tangan anda!
Tanya: Oke. Terus…
Jawab: Sekarang kan
anda melihat lepak tangan anda mempunyai 5 jari. Nah! Sekarang mari kita
mulai peremainannya dengan menggunakan kata YA dan TIDAK. Ketika anda
menunjuk jari jempol dengan mengatakan YA, maka waktu sampai pada jari
kelingking, ada mengatakan apa?
Tanya: YA, TIDAK, YA, TIDAK, YA…
Jawab: Bila sebaliknya, anda memulai dengan TIDAK…
Tanya: TIDAK, YA, TIDAK, YA, TIDAK…
Jawab: Nah! Itulah
bukti bahwa kesulitan menaklukkan diri itu hakikatnya hanya ilusi. Bila
kita memulai langkah dengan kata TIDAK, berarti dia unggul. Kita sendiri
yang membuatnya unggul. Bila kita mulai dengan YA, berarti dia kalah.
Kita sendiri yang mengalahkannya. Jadi, sekarang mau mulai dari mana?
Dari TIDAK, atau dari YA?
Tanya: Jadi, jelasnya, kata TIDAK melambangkan diri yang negatif, dan kata YA melambangkan diri yang positif?
Jawab: Persis! ***
*Bekasi, 15 Jan. 2015.(A.H)