Aksi Demo di Rempang Diduga di Danai Mafia Tanah, KAKI Minta Kejagung dan Polri Periksa Pengusaha Bowie Yonathan
The Jambi Times, BATAM | Sekjen Komite Anti Korupsi (KAKI), Firman mengatakan bahwa penolakan relokasi tidak murni disuarakan penduduk Rempang, namun disampaikan sejumlah “oknum bayaran” dari luar Batam. Fakta ini terungkap usai polisi menangkap sejumlah provokator dalam aksi unjuk rasa di Rempang dan Batam, 7 dan 11 September 2023.
Sejumlah provokator yang ditahan polisi terbukti positif mengonsumsi narkoba.
Firman menjelaskan, rangkaian aksi unjuk rasa didanai oleh seorang pengusaha Batam bernama Bowie Yonathan. Dia pemilik 3 perusahaan yakni PT Agrilindo Estate, PT Villa Pantai Mutiara dan PT Golden Beach Resort.
"Patut diduga Bowie lah yang mendanai aksi unjuk rasa, baik disampaikan langsung ke kordinator lapangan, atau melalui sejumlah aktor intelektual yang memanfaatkan isu Rempang untuk kepentingan pribadi masing-masing," kata Firman dalam keterangan tertulis, Kamis (21/9/2023).
Firman menyebutkan,Bowie Yonathan memiliki sejumlah usaha di Rempang, antara lain tambak udang dan peternakan. Situasi Rempang setelah tahun 2016 mulai “dijarah” sejumlah cukong yang menggarap lahan secara illegal.
"Bowie dan sejumlah cukong Singapura inilah yang menolak keras Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City demi hegemony bisnis illegal mereka," ucap Firman.
Lebih lanjut, Firman menegaskan, Bowi Yonathan dan kelompoknya membangun isu sara termasuk penggusuran hak masyarakat Melayu. Narasi ini menyesatkan.
"Proyek Eco City Pulau Rempang justru membawa dampak positif, termasuk penyerapan tenaga kerja lokal dan dampak ekonomis lainnya," jelasnya.
Hingga saat ini seluruh lahan Pulau Rempang dan Galang dikuasai pemerintah. HGB belum keluar. Jadi tidak benar jika swasta menguasai Pulau Rempang dan memperalat pemerintah termasuk aparat keamanan.
Terdapat penyesatan informasi terkait sejarah warga mulai menempati Rempang. Dari peta satelit landsat Rempang dari 1990 – 2020 dapat disimpulkan bahwa:
- Pada tahun 1990 kondisi Rempang sepenuhnya hutan dan hampir tidak dihuni.
- Pada tahun 2002 sudah mulai ada penduduk. Lahan yang digarap tidak sampai 10% dari total areal Pulau Rempang.
- Pada tahun 2020 semakin banyak lahan sudah digarap, terjadi penembangan liar dan deforestasi.
Fakta ini tidak sejalan dengan pengakuan sejumlah orang yang mengatakan bahwa Pulau Rempang sudah dihuni sejak tahun 1800 –an, bahkan kini muncul informasi sudah dihuni sejak 1700-an.
Sementara itu, disejumlah konten social media, disampaikan hoax bahwa ada MOU antara PT MEG dengan Pemkot Batam bahwa pengembangan Eco City tidak boleh mengganggu kampung adat. Tidak ada pasal di MOU antara PT MEG dengan Pemkot Batam tentang hal itu. Setelah ditelusuri, ketentuan itu terdapat di MOU pengembangan Kota Batam.
"Kasus Pulau Rempang ini diperkeruh oleh kepentingan sejumlah elit politik, yang menggunakan isu ini untuk kepentingan Pemilu 2024, menyudutkan Pemerintah (Presiden Jokowi), bahkan dijadikan muatan kampanye untuk Pilkada dan konten politik sejumlah caleg," bebernya.
Menurut dia, Batam, termasuk Pulau Rempang dihuni multi ras/etnis. Kisruh Rempang adalah ulah mafia tanah dengan menggunakan tameng Masyarakat Melayu dan mencoba mengadu domba dengan isu sara.
Menanggapi pernyataan KAKI, Prof Agus Surono, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pancasila yang juga pengamat hukum menilai bahwa apabila
aksi unjuk rasa didanai oleh seorang pengusaha Batam bernama Bowie Yonathan, maka hal itu harus di usut secara hukum oleh kepolisian.
"Kalau ada indikasi bahwa aksi demo itu diduga didanai pengusaha Batam, Bowi Yonathan, maka pihak kepolisian harus melakukan penyelidikan atau mengusut hingga selesai," kata Agus Surono, kepada wartawan, Kamis (21/9/2023).
Agus Surono menjelaskan, jika dalam kasus konflik di Pulau Rempang ada unsur perdata, maka bisa dilakukan bersama pihak terkait seperti Kementerian Kehutanan / Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Ya kalau kasus konflik di Pulau Rempang ada unsur perdata, maka bisa dilakukan dengan pihak Kemenhut atau BPN," ujar Agus Surono.
Selain itu, Dia menjelaskan jika terbukti ada keterlibatan mafia tanah dan dugaan kepentingan yang dilakukan pengusaha Batam tersebut, maka penegak hukum bisa ikut mengusut secara tuntas.
" Kalau benar adanya keterlibatan mafia tanah dan dugaan kepentingan pihak pengusaha Batam dalam konflik di Pulau Rempang, maka penegak hukum harus mengusut hingga tuntas," ujarnya.
Menurut dia, konflik yang terjadi di Rempang harus dilihat dari berbagai sisi ,baik dari persoalan kepemilikan tanah milik warga atau lahan yang memang dimiliki negara, agar tidak adanya kepentingan pihak perusahaan swasta atau asing yang masuk ke wilayah tersebut.
"Jika ada persoalan lahan terkait tanah milik warga atau lahan yang dimiliki negara, maka harus di selesaikan secara baik-baik agar tidak melebar kemana-mana, dan tidak terjadinya kepentingan perusahaan swasta untuk menguasai lahan tersebut," jelasnya.
Dia menambahkan, jika adanya perusahaan ilegal yang menguasai lahan di Rempang dan menimbulkam konflik maka harus dibongkar oleh pihak kepolisian.
" Kalau perusahaan ilegal ingin kuasai lahan di Rempang yang menimbulkan konflik, maka harus dibongkar pihak kepolisian baik Polda atau Polres setempat," bebernya.
Terkait adanya dugaan mafia tanah, ia menegaskan bahwa ini menjadi langkah tepat aparat hukum untuk memberantasnya.
Diketahui, sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badam Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, masyarakat Pulau Rempang tidak akan direlokasi ke Pulau Galang. Lokasi kawasan tempat tinggal masyarakat hanya akan digesee ke wilayah lain yang masih berada di dalam Pulau Rempang.
Bahlil menjelaskan, bahwa hal tersebut merupakan permintaan yang disampaikan warga Rempang
Ditemui di sela-sela acara The International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (ICIOG) ke-4, Bahlil mengatakan bahwa hal tersebut merupakan permintaan yang disampaikan warga Rempang tatkala ia dan sejumlah menteri datang berkunjung. Usulan tersebut pun disetujuinya.
"Lalu kemudian kita formulasikan, saya setujui saya bilang yang pertama adalah itu bukan relokasi karena kalau dari Rempang ke Galang itu kan relokasi beda pulau, tapi kalau dari Rempang ke Rempang itu bukan relokasi itu pergeseran," katanya, di Nusa Dua Bali, Rabu (20/9/2023).
Bahlil melanjutkan, nantinya masyarakat rencananya akan dipindahkan ke Kampung Tanjung Banong. Di sana, masyarakat akan mendapatkan sertifikat hak milik (SHM) 500 meter per rumah. Hal ini pun merupakan kebijakan dari Menteri ATR/BPN Jadi Tjahjanto yang kemarin turut serta ke Rempang.
"Pertama status tanah mereka ini secara turun temurun di sana tapi belum ada alas hak dari rumah mereka semua. Saya sebagai anak kampung terenyuh juga, baru tau jadi nggak ada sertifikat, nggak ada HGB, dari semua kampung" ujarnya.