News Breaking
Live
wb_hadi

Breaking News

Hadis Rasul Tentang 'NIAT'

Hadis Rasul Tentang 'NIAT'

 

 


 Hadis Raulullah SAW:

innama A'malu binniayati wa Innamaa Likullimri in  ma nawa,


Mungkin sudah banyak  yang mengetahui Hadis diatas ini ...

Apakah pernah  di jelajahi  melalui  sudut teori bahasanya  ?, mari kita selami berdasarkan teori  " bahasa yang ada.
 

 

 
 Inna  berfungsi kata penegas   yang menguatkan  sebuah pekerjaan  pada  susunan kalimat  apabila  terdapat  kata depan   /preposisi.
 
Karena di dahului oleh INNA  maka kalimat ini  menjadi  kalimat kata benda  yang  terdiri dari Pokok/Mubtada  dan  Keterangan/ khabar

Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan

Ini secara umum artinya demikian

Apa yang membuat  penjabaran  alih bahasa ini perbuatan  "TERGANTUNG"  niatnya    adalah   'Bii' , 'bi' disini  adalah kata  sandang  dengan  berbagai  fungsi ,melihat cirinya  ketika  'bi'  ada pada akhir  kalimat   berkaidah  " Sababiyah"  yang menyebabkan terjadinya  perbuatan, secara kaidah hukum bisa juaga  menjadi akibat atau Takli / bersandar /tergantung, atau juga  menjadi  kata penegasan  / Taukid, Bi  disini   dialih  bahasakan  berdasarkan  fungsi  dalam terjemahan tergantung bukan terjemahan maksud kalimat secara  keseluruhan 

Pada kata  amal /perbuatan  ada 'alif lam' berarti  pada kalimat  ini  penekanannya bukan pada niat , tapi  pada  perbuatannya maka alternatifnya  'bi'  sababiyyah  yang  menjadikan perbuatan yang menjadi satu kesatuan ( mushabah)   memberikan  penterjemahan perbuatan  itu adalah reprenstasi dari niat ,dan keseluruhannya didasarkakan olehnnya.

Bi niyyati   disini   adalah  keterangan  obyek  perbuatan 'bi' itu  yang menegaskan nya dan  kaidahnya  Mushahabah baina isnaini sama dengan  mudhaaf

Pada kata berikutnya  keteranngan 'biniyati  likulimriin ma nawa'  , ditujukan  pada perbuatan  apapun itu  niat akan selalu mengikuti.

Jadi tinggal dilihat saja pada susunan kalimatnya, maka pada susunan kalimat itu juga kaidah" dalam  susunan  bahasa bisa dilihat fungsinya hingga bisa memberikan maksud tujuan yang benar dan memenuhi nilai kaidahnya.

Bisa didapati juga  pada teori " di  yang ditulis  pada  "bilaghah, Bayan ' maani   "  dengan  rincian"    sebagai  penimbang.
 
 
Al an'am  116:


وَاِنۡ تُطِعۡ اَكۡثَرَ مَنۡ فِى الۡاَرۡضِ يُضِلُّوۡكَ عَنۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ‌ؕ اِنۡ يَّتَّبِعُوۡنَ اِلَّا الظَّنَّ وَاِنۡ هُمۡ اِلَّا يَخۡرُصُوۡنَ‏
 
Wa in tuti' aksara man fil ardi yudilluuka 'an sabiilil laah; iny yattabi'uuna illaz zanna wa in hum illaa yakhrusuun.
 
"Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan"

Maka  untuk bisa menyentuh kesadaran harus  " almutaharun ."

"Saya tidak  menafsirkan  almutaharun  ini  dengan  sesuatu obyek  yang  besifat  " kemanusian"  tetapi  unsur  diluar itu", sebagai alternatif  pemikiran

" Almutaharun" disini merujuk kepada ketentuan" yang  tidak ditunggangi  oleh unsur  subyektif ,pendekatan  yang paling mendekati "Asyirataka alaqrabin" faala yafalu fa'lan  fa'alatan ".
 
Pada umumnya demikian, akhirnya pada pola- pola demikian seperti  yang sudah kita angkat sebelumnya  pada hadis  'Kun  ALiman  Au Mutaaliman, Au Musytamlan, au Muhian'

Karena  KUN  itulah  'Perintah', " Kun aliman  wa la  takun jahilan". Musuh  kita   itu " KEBODOHAN" ,  Bodoh  dalam  Berpandangan  dan Bersikap  dalam "HIDUP"

Merasa dalam subyektif  begitu dikembalikan pada fakta obyektifnya, kembali ke Surat Al An'am  ayat(116 )  , hanya  mengira"  saja



 

 
 
 
 
 Surat Ali Imran Ayat  7
 

 
 Mutasyabihat ini perumpamaan / bahasa ungkapan  /  penyerupaan  / yang  dijelaskan  juga  didalam quran  ini.
 
Sumber: ABC
 ----------------
 
Innamal A’malu Binniat Wa Innama Likullimriin Ma Nawa’  adalah potongan hadis Rasulullah SAW yang sangat terkenal. Adapun makna dari potongan hadis ini kurang lebih menyatakan bahwa semua amalan dasarnya adalah niat dan semua perkara atau perbuatan bergantung pada apa-apa yang kita niatkan.

Pembahasan

Adapun penulisan potongan hadis ini adalah sebagai berikut:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Hadis ini sendiri diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan juga Muslim beserta empat imam Al-hadis lainnya.

Imam Al-Bukhari menegaskan hadis ini sesungguhnya menerangkan bahwa semua hal yang tak diniatkan untuk mencari keridhaan dari Allah SWT adalah sesuatu yang sia-sia belaka.

Adapun menurut Imam Baihaqi bahwa berdasarkan hadis tersebut bisa disimpulkan bahwa amal seseorang itu terdiri atas 3 perkara yakni hati/niat, ucapan dan perbuatan di mana perkara yang paling utama adalah hati atau niat.(sumber:klik disini)

--------------

“Kun ‘aliman, aw muta’alliman, aw mustami’an, aw muhibban; Wa la takun khamisan!” Yang artinya: “Jadilah orang yang berilmu, atau orang yang menuntut ilmu, atau orang yang mendengarkan (orang alim yang menjelaskan ilmunya), atau orang yang mencintai (ilmu); Janganlah menjadi orang kelima!”

 Pertama, kun ‘aliman (jadilah orang yang berilmu). Orang berilmu adalah orang yang mengetahui dan memahami secara mendalam subjek keilmuan tertentu. Alim di sini tidak selalu berarti hanya memguasai di bidang ilmu agama. Alim (orang berilmu) bisa disamakan dengan istilah intelektual. Seorang alim/intelektual berarti orang yang menguasai ilmu pada area tertentu. Karena pemahaman dan kemampuannya itu, dia secara moral dan profesional berhak, bahkan dalam beberapa hal, wajib untuk mendidik dan menjabarkan ilmunya kepada khalayak.  

Kedua, aw muta’alliman (atau jadilah penuntut ilmu). Jika engkau bukan seorang yang alim, maka hendaklah kamu menuntut ilmu kepada orang yang memiliki ilmu. Posisi kedua ini sesungguhnya adalah konsekuensi logis dari orang yang ingin menapak untuk menjadi alim. Jika kita bukan orang yang berilmu, maka satu-satunya pintu yang harus kita lalui agar kita memahami sesuatu adalah menuntut ilmu pada orang yang memiliki ilmu di bidang yang kita ingin mengetahuinya.  

Ketiga, aw mustami’an (atau jadilah orang yang mendengarkan [orang alim yang menjelaskan ilmunya]). Posisi ketiga ini memang mirip dengan posisi kedua karena orang yang mendengarkan perkataan orang alim pada hakekatnya adalah orang yang menuntut ilmu. Bedanya adalah jika seorang muta’allim menuntut ilmu dengan sikap aktif (sebagaimana yang biasa dilakukan siswa atau mahasiswa atau santri di pesantren), seorang mustami’ di sini lebih berkonotasi pasif. Dia hanya mendengarkan tanpa dituntut oleh tugas-tugas pengembangan keilmuan sebagaimana yang harus dijalankan oleh seorang siswa atau mahasiswa atau santri di pesantren.  

Keempat, aw muhibban (atau jadilah orang yang mencintai [ilmu]). Jika kamu bukan orang yang berilmu, bukan juga seorang yang memiliki kesempatan untuk sekolah atau nyantri, juga tidak memiliki waktu untuk sekedar menjadi pendengar pasif di berbagai majelis ta’lim, setidaknya jangan menjadi seorang pembenci ilmu. "Orang yang mencintai ilmu, sekalipun saat ini belum memiliki kesempatan untuk menguasainya, dia tidak akan menjadi manusia pembunuh ilmu. Tapi bagi orang bodoh yang membenci ilmu, selamanya dia akan berada dalam kebodohan dan ada kemungkinan menjadi orang yang tidak segan-segan menghancurkan forum-forum ilmiah." 

Kelima, wa la takun khomisan (janganlah menjadi orang kelima). Jika orang bodoh saja dianggap sebagai keburukan, maka ada keburukan yang sangat membahayakan, yaitu tipe orang kelima. Tipe orang kelima adalah orang bodoh, tapi tidak mau menuntut ilmu, tidak mau mendengarkan orang yang berilmu, tidak memiliki kecintaan terhadap ilmu, tapi menganggap diri sebagai orang alim. Bahaya dari manusia tipe kelima ini adalah daya rusaknya ke Masyarakat. Ilmu itu memanglah suatu hal yang sangat penting untuk dicari serta di kembangkan untuk menunjang masa depan kita nanti. dengan berilmu kita dapat mengetahui mana yang baik mana yang buruk, mana yang salah dan mana yang benar, tingkat kedewasaan dalam mengambil keputusan, jiwa kepemimpinannya yang kuat, juga banyak hal bermanfaat lainnya. 

Lalu dengan hadirnya orang bodoh yang pada zaman sekarang ini kerap kali berkedok ulama dan orang alim lalu ia mengelabui banyak Masyarakat dengan memberikan ujaran kebencian pada suatu hal yang sebenarnya ia saja yang tak suka dan berusaha untuk menjerumuskan orang lain agar ia tak sendiri. Orang yang tak berilmu dan bertindak seperti demikian adalah sebenar-benarnya orang bodoh. Maka dari itu, bagi kalian yang walaupun memiliki sedikit ilmu, jangan menjadi orang yang membodohi diri sendiri dan bahkan orang lain, dan bagi kalian juga yang tidak memiliki ilmu maka diamlah, setidaknya jangan membodohi dan menyesatkan orang lain. Karena sesungguhnya, manusia yang baik adalah mereka yang memberikan banyak manfaat bagi orang lain. Semoga kita termasuk kedalam kategori manusia yang bermanfaat.


 

 

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.