Hadis Rasul Tentang 'NIAT'
Hadis Raulullah SAW:
innama A'malu binniayati wa Innamaa Likullimri in ma nawa,
Pembahasan
Adapun penulisan potongan hadis ini adalah sebagai berikut:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Hadis ini sendiri diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan juga Muslim beserta empat imam Al-hadis lainnya.
Imam Al-Bukhari menegaskan hadis ini sesungguhnya menerangkan bahwa semua hal yang tak diniatkan untuk mencari keridhaan dari Allah SWT adalah sesuatu yang sia-sia belaka.
Adapun menurut Imam Baihaqi bahwa berdasarkan hadis tersebut bisa disimpulkan bahwa amal seseorang itu terdiri atas 3 perkara yakni hati/niat, ucapan dan perbuatan di mana perkara yang paling utama adalah hati atau niat.(sumber:klik disini)
--------------
“Kun ‘aliman, aw muta’alliman, aw mustami’an, aw muhibban; Wa la takun khamisan!” Yang artinya: “Jadilah orang yang berilmu, atau orang yang menuntut ilmu, atau orang yang mendengarkan (orang alim yang menjelaskan ilmunya), atau orang yang mencintai (ilmu); Janganlah menjadi orang kelima!”
Pertama, kun ‘aliman (jadilah orang yang berilmu). Orang berilmu adalah orang yang mengetahui dan memahami secara mendalam subjek keilmuan tertentu. Alim di sini tidak selalu berarti hanya memguasai di bidang ilmu agama. Alim (orang berilmu) bisa disamakan dengan istilah intelektual. Seorang alim/intelektual berarti orang yang menguasai ilmu pada area tertentu. Karena pemahaman dan kemampuannya itu, dia secara moral dan profesional berhak, bahkan dalam beberapa hal, wajib untuk mendidik dan menjabarkan ilmunya kepada khalayak.
Kedua, aw muta’alliman (atau jadilah penuntut ilmu). Jika engkau bukan seorang yang alim, maka hendaklah kamu menuntut ilmu kepada orang yang memiliki ilmu. Posisi kedua ini sesungguhnya adalah konsekuensi logis dari orang yang ingin menapak untuk menjadi alim. Jika kita bukan orang yang berilmu, maka satu-satunya pintu yang harus kita lalui agar kita memahami sesuatu adalah menuntut ilmu pada orang yang memiliki ilmu di bidang yang kita ingin mengetahuinya.
Ketiga, aw mustami’an (atau jadilah orang yang mendengarkan [orang alim yang menjelaskan ilmunya]). Posisi ketiga ini memang mirip dengan posisi kedua karena orang yang mendengarkan perkataan orang alim pada hakekatnya adalah orang yang menuntut ilmu. Bedanya adalah jika seorang muta’allim menuntut ilmu dengan sikap aktif (sebagaimana yang biasa dilakukan siswa atau mahasiswa atau santri di pesantren), seorang mustami’ di sini lebih berkonotasi pasif. Dia hanya mendengarkan tanpa dituntut oleh tugas-tugas pengembangan keilmuan sebagaimana yang harus dijalankan oleh seorang siswa atau mahasiswa atau santri di pesantren.
Keempat, aw muhibban (atau jadilah orang yang mencintai [ilmu]). Jika kamu bukan orang yang berilmu, bukan juga seorang yang memiliki kesempatan untuk sekolah atau nyantri, juga tidak memiliki waktu untuk sekedar menjadi pendengar pasif di berbagai majelis ta’lim, setidaknya jangan menjadi seorang pembenci ilmu. "Orang yang mencintai ilmu, sekalipun saat ini belum memiliki kesempatan untuk menguasainya, dia tidak akan menjadi manusia pembunuh ilmu. Tapi bagi orang bodoh yang membenci ilmu, selamanya dia akan berada dalam kebodohan dan ada kemungkinan menjadi orang yang tidak segan-segan menghancurkan forum-forum ilmiah."
Kelima, wa la takun khomisan (janganlah menjadi orang kelima). Jika orang bodoh saja dianggap sebagai keburukan, maka ada keburukan yang sangat membahayakan, yaitu tipe orang kelima. Tipe orang kelima adalah orang bodoh, tapi tidak mau menuntut ilmu, tidak mau mendengarkan orang yang berilmu, tidak memiliki kecintaan terhadap ilmu, tapi menganggap diri sebagai orang alim. Bahaya dari manusia tipe kelima ini adalah daya rusaknya ke Masyarakat. Ilmu itu memanglah suatu hal yang sangat penting untuk dicari serta di kembangkan untuk menunjang masa depan kita nanti. dengan berilmu kita dapat mengetahui mana yang baik mana yang buruk, mana yang salah dan mana yang benar, tingkat kedewasaan dalam mengambil keputusan, jiwa kepemimpinannya yang kuat, juga banyak hal bermanfaat lainnya.
Lalu dengan hadirnya orang bodoh yang pada zaman sekarang ini kerap kali berkedok ulama dan orang alim lalu ia mengelabui banyak Masyarakat dengan memberikan ujaran kebencian pada suatu hal yang sebenarnya ia saja yang tak suka dan berusaha untuk menjerumuskan orang lain agar ia tak sendiri. Orang yang tak berilmu dan bertindak seperti demikian adalah sebenar-benarnya orang bodoh. Maka dari itu, bagi kalian yang walaupun memiliki sedikit ilmu, jangan menjadi orang yang membodohi diri sendiri dan bahkan orang lain, dan bagi kalian juga yang tidak memiliki ilmu maka diamlah, setidaknya jangan membodohi dan menyesatkan orang lain. Karena sesungguhnya, manusia yang baik adalah mereka yang memberikan banyak manfaat bagi orang lain. Semoga kita termasuk kedalam kategori manusia yang bermanfaat.