Zikir itu Ingat atau Memuji?
Ditulis oleh: Zainul Abidin
SELAMA ini kita meng-arti-kan zikir itu 'ingat kepada Allah'. Realitanya bahwa zikir itu 'mengucap kepada Allah' atau menyebut-menyebut nama Allah atau mengucap lafal kalimah toyibah.
"Mana yang benar, mengingat, mengucap atau memuji?".
Mengingat dasar katanya adalah ingat dan mengucap dasar katanya dari ucap.
Semua arti dan makna kata itu ada defenisinya tidak bisa sesuka-suka pikiran dan akal kita saja. Karena secara makna bahasa dapat dipertanggungjawabkan.
Apakah itu dari kebiasaan yang ditinggalkan oleh nenek moyang dari turun - temurun atau memang tidak mau untuk diluruskan yang salah menjadi yang benar yang sudah benar mencari pembenaran.
Terlepas apakah itu kebiasaan baik atau buruk, terkadang yang salah jika sudah jadi tradisi maka sulit rasanya untuk dikembalikan dalam arti diperbaiki dan begitu sebaliknya.
Ibarat kalau sudah keliru lalu dibenarkan, dibuat dasar hukumnya dijadikan pedoman hidup, dijadikan harga mati.
Yah....., sudah tidak bisa berkata-kata lagi.
Siapa yang berani meluruskan itu maka resikonya pasti dia dikafir-kafirkan, diberi label sesat, akhirnya yang terjadi saling hujat, saling lapor, bertengkar sepanjang zaman tanpa ada penyelesaian.
Begitulah kondisi zaman saat ini, di abad-abad terdahulu mungkin banyak melahirkan wali-wali Allah.
Mungkin di zaman kita ini yang mengaku atau diakui bahwa itu adalah Wali Allah pasti dibilang sesat atau gila. akhirnya ribut lagi.
Padahal dalam hadits sudah dijelaskan setiap 100 tahun akan ada melahirkan pembaharu untuk umat.
Dalam ajaran Islam, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud menyebutkan bahwa setiap 100 tahun, Allah akan mengutus seorang Mujaddid (pembaharu) untuk umat.
Tugas Mujaddid adalah untuk memperbarui ajaran agama, meluruskan penyimpangan, dan mengembalikan umat pada ajaran Islam yang benar.
Mujaddid:
Istilah "Mujaddid" secara harfiah berarti pembaharu. Dalam konteks hadits ini, Mujaddid adalah sosok yang memiliki peran penting dalam menjaga kemurnian agama Islam dan meluruskannya dari berbagai penyimpangan yang mungkin terjadi seiring berjalannya waktu.
Hadits:
Hadits yang menjadi dasar konsep ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, yang secara umum menyebutkan bahwa Allah akan mengutus seorang Mujaddid setiap akhir seratus tahun.
Tugas Mujaddid:
Tugas utama Mujaddid adalah memperbaharui pemahaman tentang ajaran agama, meluruskan penyimpangan, dan mengembalikan umat pada ajaran yang benar sesuai dengan Alquran dan Sunnah.
Konteks Sejarah:
Hadits ini seringkali dikaitkan dengan konteks sejarah, dimana seiring waktu, ajaran agama bisa mengalami distorsi atau disalahpahami. Maka, kehadiran Mujaddid diharapkan dapat menjadi penyeimbang dan pemandu bagi umat.
Tidak Membawa Agama Baru:
Penting untuk diingat bahwa Mujaddid tidak membawa ajaran agama baru. Tugasnya adalah untuk memurnikan dan mengembalikan ajaran agama pada pemahaman yang benar sesuai dengan sumber-sumber utama Islam, yaitu Alquran dan Sunnah.
Bisa Lebih dari Satu:
Meskipun hadits menyebutkan satu orang, ada kemungkinan bahwa dalam satu abad, ada beberapa orang yang berperan sebagai Mujaddid.
Jika tidak ada mujaddid yang lahir atau dilahirkan tanpa kita sadari beriring jalanya waktu. Maka akhirnya kita jadi umat yang tertinggal dari semua bidang kehidupan. Gelap atau kegelapan, bahasa Alquran nya adalah dzulumat.
Orang lain sudah bisa ke bulan, menghitung bintang mengunakan teleskop dan astrolabe, menciptakan teknologi dan nuklir maka kita sibuk dengan hal-hal yang kecil lalu di besar-besarkan setelah itu dihujat dan diremehkan bahkan dizholimi satu sama lain, akibatnya kita tertinggal jauh seperti perumpamaan langit dan bumi.
Kita terlena, percaya dalam dogengan yang meng-asik-kan, hayalan dan cerita-cerita lucu yang tidak berasal dari sumbernya yaitu Alquran.
Banyak pakar, ilmuwan, sastrawan barat yunani mengambil atau mencuri dari konsep-konsep yang ada di Alkitab yaitu quran karena mereka mengetahui dan paham isi kandungan itu sehingga dirumuskan nya agar dapat manfaat.
Kembali kepada 'ingat' dan 'ucap' atau 'memuji'
INGAT:
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 'ingat' itu memiliki arti sebagai berikut.
1. berada dalam pikiran, tidak lupa
2. timbul kembali dalam pikiran
3. sadar, siuman
4. menaruh perhatian, memikirkan akan
5. berhati-hati, berwas-was
6. mempertimbangkan
7. berniat, hendak.
Dalam sinonim kata 'ingat' itu memiliki sebanyak 63 persamaan, kita ambil beberapa persamaan, misalnya: paham, pandai, sadar, bangkit, waras, mau atau memikirkan.
Sedangkan UCAP dalam KBBI adalah:
1.mengeluarkan kata, ucapan
2.melafalkan, melisankan
3.mengatakan
4.menyatakan
Untuk sinonim kata 'ucap' itu ada 25 persamaan kata, antara lain adalah: ujar, tutur, sebut, bicara, celoteh, kicauan, tutur kata dan seterusnya.
Sedangkan untuk ''puji' berarti pernyataan rasa pengakuan dan penghargaan yang tulus akan kebaikan, memuliakan.
Zikir adalah aktivitas mengingat dan menyebut nama Allah, termasuk dalam bentuk pujian.
Secara bahasa, zikir berarti "mengingat", "menyebut", atau "menuturkan
Secara istilah, zikir adalah aktivitas mengingat Allah dalam berbagai keadaan, baik melalui lisan maupun hati, dengan tujuan mendekatkan diri kepada-Nya. Dalam keadaan berbaring, duduk dan berdiri.
Dalam bahasa Arab, zikir disebut "al-dzikr" (ٱلذِّكْر ).
Zikir[1] (bentuk tidak baku dzikir[2] dan dikir[3]) (bahasa Arab: ٱلذِّكْر , translit. al-żikr) adalah sadar diri kepada Allah yang dilakukan seseorang dalam setiap keadaan.
Keterangan dan uraian diatas itu disimpulkan secara logis menurut kaidah berdasarkan terminologi bahasa.
Dalam Alquran ada 26 surat dan ayat yang memiliki kata dan kalimat zikir dan zikrullah yang diterjemahkan 'mengingat Allah'. Ini ditekankan kepada kesadaran hidup dengan Alquran atau mengingat hidup dengan Alquran. karena Allah diterjemahkan bukan zatNya melainkan ciptaanya yaitu Alquran.
Sudah penulis singgung diatas bahwa 'ingat' dan 'ucap' atau 'puji'memiliki banyak perbedaan arti yang signifikan.
Kalau 'ingat' dan 'sadar' itu sebenarnya memiliki persamaan arti maka 'mengingat kepada Allah''dan 'kesadaran kepada Allah' itu tidak bisa dipisahkan karena sama- sama memiliki satu makna.
Saya sebagai penulis sangat tertarik dengan hadits dibawah ini dan sesuai dengan tema yang kita bicarakan, mari kita uraikan dengan seksama dan teliti.
Riwayat yang mengatakan bahwa hadits dibawah ini dijadikan pepatah bagi masyarakat Arab, padahal itu sumbernya jelas dari perkataan Rasulullah.
Bagaimana isi dari hadits tersebut dan ini bentuk bunyinya"
"Tafakkuru fi khalqillah wa la tafakkuru fi dzatillah"
"Pikirkanlah tentang ciptaan Allah, jangan pikirkan tentang zat Allah".
Dalam Hadits, Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam berpesan agar kita tidak sekali-kali memikirkan tentang Zat Allah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'a-nhu secara marfu menyebutkan bahwa Nabi bersabda: تفكَّروا فِي الْخَلْقِ وَلَا تُفَكِّرُوا فِي الْخَالِقِ، فَإِنَّهُ لَا تُحِيطُ بِهِ الفِكْرة
Artinya:
"Pikirkanlah tentang makhluk dan janganlah kalian memikirkan tentang Khaliq (Pencipta), karena sesungguhnya Dia tidak dapat diliput oleh pemikiran."
Dalam riwayat lain, beliau bersabda: تَفَكًّرُوْافِىْ آيَاتِ اللَّهِ وَلَا تَفَكَّرُوْافِى اللَّهِ فَإِنَّكُمْ لَمْ تُقَدِّرُوْهُ حَقَّ قَدْرِهِ Artinya:
"Pikirkanlah kekuasaan-kekuasaan Allah dan janganlah kau pikirkan Zat-Nya.
Sesungguhnya kamu tak akan mampu memikirkan hakikat-Nya." (HR Ibnu Hibban)
Bahasa sederhananya adalah seperti contoh dibawah ini.
' jangan kamu pikirkan , menyebut-nyebut ,mengucap-ngucap atau memuji-muji nama, wajah, tinggi badan, warna kulit, bentuk rambut dan sebagainya yang ada di diri Zainul Abidin sebagai penulis ini tetapi pahami saja atau pelajari saja ilmu atau tulisan yang disampaikan ini sebagai pengetahuan dan wawasan untuk dipedomani dalam hidup".
Begitu juga dengan mengingat dan kesadaran hidup dengan Alquran, baik dari posisi berbaring, tidur dan berdiri, jika konsisten dan terus menerus dilatih mungkin kita seperti Nabi Muhammad.
Nabi Muhammad oleh cendikia muslim dunia disebut sebagai 'quran berjalan' bukan Nabi Muhammad bawa Alquran sambil berjalan tetapi tutur kata, ucapan dan perbuatan berlandaskan dan mencerminkan Alquran. Itulah yang dikatakan Sunnah.
Sebaik-baik umat adalah yang bermanfaat" ini sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang artinya :
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia".
Pesan ini menekankan pentingnya menjadi pribadi yang memberikan manfaat bagi orang lain, baik dalam hal materi maupun non-materi.
Seharusnya kita malu sebagai umat Islam karena belum mampu memberikan manfaat untuk orang secara global, sedangkan umat yang tidak punya agama atau disebut ATEIS mampu memberikan kontribusi yang luar biasa kepada dunia dan bisa berhasil guna untuk kemaslahatan umat.
Kesimpulannya, mana yang lebih mendekatkan diri, kesadaran hidup dengan Alquran atau menyebut-nyebut terus dengan Dzatnya.
Jika ANDA memilih menyebut DzatNya itu adalah hak saudara begitu juga hidup dengan kesadaran Alquran itu juga hak prerogatif saudara.
Tidak ada paksaan dan larangan, siapa yang mau saja terserah ANDA sendiri.
Karena Allah tidak mau di-dualisme-kan atau diaduk-aduk dicampur-campur seperti gado-gado alias berpaling dari kebenaran dan keimanan.
Kalau dalam istilah bahasa Alquran nya disebut kadzaba watawalla.
"Ayo kita benahi diri dari sekarang, tidak ada kata terlambat untuk belajar (rattil, taril)".
Demikian tulisan ini ditulis dengan berdasarkan referensi dan sumber yang ada, semoga bermanfaat,sekian dan terima kasih.