News Breaking
Live
wb_hadi

Breaking News

KPAI Sikapi Kasus Kejahatan Anak di Sarolangun

KPAI Sikapi Kasus Kejahatan Anak di Sarolangun

 
The Jambi Times, JAKARTA | Kasus Kekerasan terhadap anak dibawah umur yang terjadi di Mandiangin Kabupaten Sarolangun Jambi menjadi perhatian serius, baik itu dari Polda Jambi, KPAI hingga bapak Presiden Joko Widodo.

Petinggi Polda dalam Steatmennya di hadapan masyarakat pendemo pada Kamis  9 Januari  2020 kemarin soal kasus perkosaan anak sebut saja melati usia 9 tahun kelas 6 SD ini berjanji dalam dua hari ini kasus perkosaan  akan diproses kembali.

Presiden Joko Widodo juga  memberikan perhatian khusus tentang kejahatan terhadap anak agar kasusnya segera di tuntaskan.

Hal ini dikarenakan tiap tahun kasus kekerasan terhadap anak tiap tahunnya terus meningkat.

Retno Listyarti, Komisioner KPAI bidang Pendidikan,Jumat (10/9) kepada The Jambi Times mengatakan
"Pelaku kekerasan seksual terhadap anak wajib dilaporkan dan diproses hukum agar menimbulkan efek jera dan anak-anak menjadi terlindungi dari kekerasan seksual, baik dilingkungan rumah maupun dilingkungan sekolah. 

Mengingat angka kekerasan seksual di lingkungan sekolah yang dilakukan guru dan kepala sekolah terus saja terjadi bahkan angkanya semakin meningkat dan korbannya semakin banyak. 

Apalagi kekerasan seksual dilingkungan pendidikan yang dilakukan pendidik, biasanya korbannya banyak karena selama pelaku tidak dilaporkan, maka korban akan terus ada disetiap angkatan.  

Selain penegakan hukum, yang penting dan perlu dilakukan adalah pencegahan, sebagaimana disampaikan presidan pada rapat terbatas kabinet kemarin kamis (9/1/2020) yang membahas pencegahan dan pananganan kekerasan terhadap anak.

1. Kekerasan seksual terhadap anak  di lingkungan pendidikan marak terus terjadi, karena  budaya di masyarakat Indonesia mentabukan pendidikan seks sejak dini. 

Misalnya ketika memandikan anak di usia balita, kita bisa mulai mengajarkan bahwa ada bagian ditubuh anak yang tidak boleh dilihat apalagi disentuh siapapun, kecuali dirinya sendiri. Kalau ada yang mau lihat atau mau menyentuh, siapapun dia, maka minta anak lapor ke mamanya.  

Saat mulai sekolah, anak harus diajarkan mana sentuhan sayang dan mana sentuhan nakal. Sentuhan nakal adalah ketika  seseorang menyentuh atau memeluknya tanga yang bersabgkutan menyentuh bagian yang justru tidak boleh disentuh atau yang kalau kita memakai baju renang, bagian itu ditutupi. Ini berlaku pada anak laki-laki maupun anak perempuan.

Ketika anak beranjak remaja, maka pendidikan seks mulai ditingkatkan. 

Berikan anak pendidikan kesehatan reproduksi dengan pendekatan yang sesuai dengan usia, peka budaya dan komprehensif yang mencakup program yang memuat informasi ilmiah akurat, realistis, dan tidak bersifat menghakimi.  

Sehingga remaja dapat mengeksplorasi nilai-nilai dan sikap diri, serta melatih kemampuan pengambilan keputusan, komunikasi dan ketrampilan penekanan resiko di semua aspek seksualitasnya.  Misalnya, ketika anak mulai punya pacar.

2. Maksimalkan peran sekolah. Aturan sekolah harus memiliki batas-batas yang tegas dari perilaku yg tidak diterima, misalnya anak harus diedukasi bahwa ada bagian ditubuhnya yang tidak boleh dilihat (apalagi disentuh) oleh siapapun kecuali dirinya sendiri. 

Bagian itu adalah organ intim yang akan ditutupi saat seorang anak menggunakan pakaian renang. Oleh karena itu, anak bisa membedakan, mana sentuhan sayang dan mana sentuhan nakal. 

Tekankan bahwa klau ada yang berani menyentuh, harus dilaporkan. Sistem pengaduan harus dibangun, karena banyak terjadi kekerasan di sekolah yang justru di lakukan guru, orang yang seharusnya melindungi anak.

3. Permendikbud tentang Pencegahan dan Penanganan kekerasan di sekolah belum dipahami pihak sekolah, kepala sekolah dan para guru. 

Bahkan  saat KPAI menangani berbagai kasus kekerasan fisik maupun kekerasan seksual di sekolah, banyak guru dan kepala sekolah tidak pernah tahu ada Pemendikbud  nomor 82 tahun 2015.

Padahal, dari telaah KPAI terhadap berbagai aturan terkait kekerasan di pendidikan, Permendikbud No. 82 Tahun 2015  tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di pendidikan adalah Permendikbud terbaik dan terlengkap yang pernah dibuat Kemdikbud RI. 

Bahkan Definisi lengkap tentang kekerasan  terhadap anak ada didalam Permendikbud ini (padahal di UU Perlindungan Anak definisinya tidak selengkap di Permendikbud tersebut, misalnya definisi tentang Perploncoan). Permendikbud ini juga membedakan antara perkelahian dengan mulut dan perkelahian dengan otot (untuk kekerasan fisik), Permendikbud ini juga membedakan antara pelecehan,pencabulan dan pemerkosaan (ada penetrasi) untuk kekerasan seksual. 

 Karena definisinya sangat jelas maka Permendikbud ini pun mampu memberikan sanksi yang jelas dan adil; Sayangnya Permendikbud ini banyak tidak diketahui apalagi dipahami oleh para guru dan kepala sekolah. Ketika KPAI pengawasan kasus kekerasan fisik maupun seksual di sekolah, hampir semua sekolah korban kekerasan, para gurunya tidak paham  dan tidak pernah tahu ada Pemrndikbud 82.

Permendikbud nomor 82 tahun 2015 ini juga melibatkan hampir seluruh stakeholder pendidikan dalam upaya pencegahan dan penanganan, termasuk rehabilitasi psikologis terhadap korban. 

Namun sayangnya, dalam rehabilitasi psikologis tidak melibatkan Dinas terkait seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPPA) yang jelas memiliki  psikolog  dan Dinas Sosial yang jelas memiliki pekerja sosial. Pemulihan tidak bisa dilakukan oleh guru BK/BP, mengingat guru di bidang ini sebagian besar bukan berlatar pendidikan psikologi. 

Permendikbud nomor  82 tahun 2015  juga meminta sekolah untuk membangun sistem pengaduan, siapa saja yang terlibat dan bahkan nomor telepon lapor jika ada kasus  wajib dicantumkan oleh pihak sekolah" beber  Retno panjang lebar.



Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.