Apakah bisa Polisi Pejabat Publik?
Emrus Sihombing Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner
Setiap
warga negara berhak menduduki jabatan publik, termasuk dari polisi,
sepanjang sesuai dengan UU yang berlaku, memiliki kapabilitas,
profesionalitas dan terutama berintegritas kukuh. Jadi, menduduki
jabatan publik itu merupakan hak konstitusional setiap warga negara.
Pengamat,
sebagaimana dimuat pada link di bawah ini, tampaknya mempertanyakan
independensi sejumlah pejabat publik yang berlatarbelang polisi.
Pandangan
yang mengemuka pada link yang tersedia di bawah ini, menurut saya,
hanya melihat dari satu sisi saja, sehingga sama sekali belum
paripurna, yaitu dari aspek jumlah saja. Itupun hanya dari sisi
jumlah polisi yang menduduki jabatan publik di masa lalu yang hanya
membandingkan dengan jumlah yang ada saat ini. Jadi gagasannya tersebut,
masih sangat "sederhana".
Padahal, sebenarnya
dari aspek jumlah dari suatu latar belakang tertentu untuk duduk
menjadi pejabat publik, sangat tidak penting dan tidak bermakna untuk
diperbincangkan di ruang publik dan sama sekali belum begitu bermanfaat
mewujudkan Indonesia maju.
Justru yang sangat
penting dan urgen kita berbincangkan dari aspek kapabilitas,
profesionalitas, integritas dan aseptabilitas setiap calon dan yang
sudah menjadi pejabat publik dari manapun latarbelakangnya, tak
terkecuali dari polisi. Ini jauh lebih produktif
Sekedar
mengikuti alur pikir yang digunakan pengamat tersebut, sebenarnya
tesis yang dikemukakan sangat- sangat lemah dan cenderung subyektif.
Sejumlah faktor yang jauh lebih substabsial dan penting belum disinggung
sama sekali.
Setidaknya masih ada sejumlah variabel yang terabaikan oleh pengamat tersebut.
Bila
kita memahami pola pikir pengamat tersebut dari aspek jumlah polisi
yang duduk di jabatan publik, tanpa dibandingkan dengan jumlah pejabat
publik yang berlatarbelakang dari instansi yang budaya kerjanya dengan
sistem komando serta yang bersumber dari masyarakat sipil, publik bisa
saja menyimpulkan dari satu sisi saja, seolah pandangan pengamat
tersebut sebagai satu-satunya "kebenaran". Dari aspek komunikasi, ini
disebut sebagai kemasan pesan komunikasi satu sisi. Lain halnya bila
uraiannya dibandingkan dengan jumlah pejabat publik dari unsur
latarbelakang lain.
Jika kita runut dan urut,
fakta menunjukkan bahwa jumlah pejabat publik masih sangat didominasi
dari masyarakat sipil, kemudian disusul dari instansi dengan budaya
kerja komando. Sedangkan urutan terakhir menduduki jabatan publik,
justru dari polisi.
Kemudian kita lihat dari
aspek hukum, sepanjang sesuai UU, dari manapun latarbelakang, setiap
warga negara berhak menduduki jabatan publik, termasuk dari polisi. Ini
hak konstitusional setiap warga negara.
Selain
itu, tampaknya masih terabaikan oleh pengamat tersebut bahwa semakin
banyak sumber dari berbagai latar belakang, tak terkecuali dari polisi,
yang "berkompetisi" maka akan "menghasilkan" sosok pejabat publik yang
lebih baik dan berkualitas. Ini, sejatinya harus "ditangkap" oleh
pengamat tersebut dan disampaikan ke ruang publik. .