Pemuda Papua Peraih Empat Penghargaan Lomba Menulis Tentang Sistem Pertahanan Negara
The Jambi Times, PAPUA | Semenjak
ungkapan Rlrasisme yang disampaikan oleh oknum tertentu di surabaya
kepada mahasiswa Papua telah membuat sebuah eskalasi konflik yang
akhirnya menimbulkan banyak kerugian tidak hanya bagi masyarakat tetapi
juga negara.
Pemuda asal Papua yang saat ini
sedang menempuh Studi S2 di Universitas Pertahanan Negara ini
menyesalkan ungkapan rasis yang disampaikan oleh oknum kepada mahasiswa
Papua.
Steve Mara mengungkapkan, jika ungkapan
rasis tersebut ditujukan kepada mahasiswa Papua, maka dirinya yang juga
sebagai mahasiswa Papua yang saat ini kuliah di Pulau Jawa merasa
tersingung dengan ungkapan tersebut.
"Namun, ungkapan rasis tersebut saya gunakan sebagai hal yang mendorong saya untuk lebih banyak belajar, ujarnya.
“Saya
teringat dengan bangsa Kulit Hitam di Amerika yang dulu menjadi jajahan
bangsa kulit putih, namun saat ini dapat bangkit dan menjadi pemimpin
di Amerika, salah satu contohnya adalah Barack Obama. Saya sebagai
Pemuda yang berasal dari Papua mengajak mahasiswa Papua untuk tetap
belajar dan menjaga prestasi kita. Kita Pemuda Papua adalah Pemuda hebat
dan diakui di dunia. Jika karena masalah rasis kemudian membuat
semangat kita turun maka Papua yang kita sayangi akan dikuasai orang
lain, "tuturnya.
Steve yang sering disapa dengan
Dai Mara ini berhasil meraih empat penghargaan lomba menulis dari
berbagai event yang diikutinya. Penghargaan pertama yang di raih olehnya
adalah piagam penghargaan dari Dewan Guru Besar Universitas Gajah Mada
sebagai pemenang artikel dengan Judul “Nasionalisme dan Etnonasionalisme
di Papua, Ideologi Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa”.
Artikel
tersebut berhasil menjadi juara kategori ideologi setelah
dipresentasikan di Universitas Gajah Mada pada hari sumpah pemuda 2018.
Secara garis besar tulisan tersebut menjelaskan tentang letak
pertumbuhan nasionalisme kedaerahan di beberapa daerah di Indonesia dan
visi etnik yang digunakan kelompok tertentu untuk memandang kelompok
lain sehingga menimbulkan pransangka antara _In grup dan out grup_.
Penghargaan
kedua yang diraih olehnya adalah piagam penghargaan lomba menulis Forum
Kordinasi Mahasiswa Sains Universitas Gajah Mada dengan Judul
“Optimalisasi Generasi Y Dalam Sistem Pertahanan Negara”.
Dalam
tulisan tersebut, Steve berhasil menjadi juara 2 dari 900 peserta.
Sedangkan pengharagaan lomba menulis ketiga diraih pemuda ini pada saat
mengikuti lomba menulis di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dengan
judul tulisan yang dilombakan adalah “ Optimalisasi Wajib Pajak Dalam
Memperkuat Sistem Pertahanan Negara”.
Dalam lomba tersebut, pemuda Papua ini kembali mendapatkan juara kedua.
Penghargaan
keempat yang diraih oleh Pemuda ini adalah lomba menulis Gema Anti
Narkoba 2018 yang diselenggarakan oleh Kesbangpol DKI Jakarta. Lomba
tersebut diikuti oleh 300 peserta dan Steve keluar sebagai juara 2 dalam
lomba tersebut. Judul dari tulisan Steve adalah “ Kalibrasi Sistem
Pertahanan RI bagi Generasi Y Dalam Menghadapi Ancaman Narkoba”.
Penghargaan dari lomba ini langsung diserahkan oleh Sekertaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Saefulah di lapangan Monas, Jakarta.
Menurut
Steve, menulis bukanlah sebuah hal yang mudah namun jika menulis sudah
di jadikan sebagai hobby maka apapun yang dilakukan akan terasa mudah
dan menyenangkan. Steve berharap pemuda Papua tetap menjadi poros
prestasi dan terus berkarya untuk masa depan lebih baik, karena Pemuda
saat ini bukan hanya tulang punggung masa depan tetapi nafas masa depan
negara.
Sebagai pemuda Papua yang sangat peduli
dengan persatuan dan kesatuan, Pemuda ini mengajak kepada seluruh
masyarakat dan Pemuda Indonesia khusunya di Papua untuk tetap menjaga
kedamaian, karena Damai merupakan hal yang sangat mahal.
Selanjutnya
Steve Mara menghimbau kepada seluruh generasi nusantara dari Sabang
sampai Merauke agar jangan memandang perbedaan dengan egoisme kelompok
yang tercerai berai. Tetapi memaknai perbedaan itu sebagai suatu karunia
Tuhan dan kekuatan yang tak tertandingi.
"Mari
buang jauh-jauh solidaritas sempit yang tersekat-sekat oleh bungkusan
Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA). Tapi bangunlah solidaritas
Nasional yang kokoh dan tangguh. Karena NKRI didirikan bukan atas dasar
komponen SARA, NKRI terbentuk atas dasar kebinekaan dalam semangat
persatuan yang Tunggal (Bhineka Tunggal Ika)," ajaknya.
"Indonesia
harusnya sudah tinggal landas menyongsong persaingan dunia dalam era
gelobalisasi yang sangat pesat, mengapa kita harus mundur sekian abad ke
belakang? saling bertikai hanya karena mempersoalkan warna kulit, ras,
agama, suku bangsa dan perbedaan yang lainnya?," ujarnya penuh tanya.
Sebagai
bangsa yang relegius dan percaya adanya Tuhan dalam keyakinan agama
apapun yang dipeluknya, ia berharap harusnya kita sadar bahwa tidak ada
seorangpun yang dapat meminta untuk dilahirkan sebagai suku apa.
"Saya
jadi orang Papua karena lahir dari rahim Ibu Papua, demikian pula yang
lahir sebagai orang Jawa, Sunda, Bugis, Makssar, Batak, Dayak, Ambon,
Menado dan lain-lainnya semuanya karena kehendak Tuhan, bukan kehendak
manusia, " jelas Steve.
Sebagai putra Papua,
dirinya mengungkapkan, siapapun yang menolak perbedaan maka dia telah
menolak kehendak Tuhan, artinya mereka tidak berketuhanan. Yang Maha
Kuasa menciptakan manusia berbeda-beda bukan untuk saling bertikai
tetapi untuk saling mengenal dan hidup berdampingam satu sama lain.
Tuhan yang maha adil juga tidak menciptakan satu golongan manusia lebih
mulia dari golongan yang lain, tetapi Tuhan menghendaki agar kita semua
saling memuliakan antara satu dengan yang lainnya bukan saling
menghinakan.
"NKRI
butuh sosok pemuda-pemudi yang potensial dan berkualitas untuk
membangun negri guna menyongsong masa depan yang lebih cemerlang. Mari
rapatkan barisan dan saling bergandengan tangan tampa melihat perbedaan.
Kita bersatu karena kita berbeda, kita berbeda hanya untuk bersatu.
Dirgahayu ke -74 NKRI, Indonesia tetap Jaya, " pungkasnya mengakhiri.