Invasi Asing, Sinema Indonesia Siap Bersaing
Jakarta - Kala Pemerintah berwacana membuka peluang investasi bagi asing untuk terlibat di sejumlah aspek di industri hiburan di Indonesia, khususnya film, sontak memunculkan opini dari berbagai pihak. Ada yang merasa tertantang, ada juga terancam.
Asosiasi Perusahaan Film Indonesia (APFI), yang memayungi beberapa rumah produksi ternama, telah mengirimkan surat resmi kepada sejumlah instansi berisi pernyataan keberatan atas keputusan Badan Ekonomi Kreatif terkait peluang investasi asing.
Hanya saja keberatan yang diungkapkan oleh APFI tidak sepenuhnya mewakili seluruh rumah produksi di Indonesia. MD Entertainment, yang sudah berdiri sejak tahun 2003, justru dengan lantang dan tegas menerima keputusan Pemerintah tersebut.
Asosiasi Perusahaan Film Indonesia (APFI), yang memayungi beberapa rumah produksi ternama, telah mengirimkan surat resmi kepada sejumlah instansi berisi pernyataan keberatan atas keputusan Badan Ekonomi Kreatif terkait peluang investasi asing.
Hanya saja keberatan yang diungkapkan oleh APFI tidak sepenuhnya mewakili seluruh rumah produksi di Indonesia. MD Entertainment, yang sudah berdiri sejak tahun 2003, justru dengan lantang dan tegas menerima keputusan Pemerintah tersebut.
“Dibuka saja, kenapa harus takut,” ujar Manoj Punjabi, pendiri sekaligus produser MD Entertainment, saat ditemui CNN Indonesia.com di sela acara konferensi pers film Talak 3 di sebuah bioskop di Jakarta, baru-baru ini.
Manoj bersikap santai, karena menurutnya, bukan hal mudah bagi asing bisa melakukan apa yang dilakukan oleh industri film Indonesia. “Apakah mereka bisa membuat produk seperti kita?” ia menyangsikan. "Tidak mungkin."
Hal ini berkaitan dengan budaya dan karakteristik Indonesia. “Siapa yang lebih memahami budaya Indonesia kalau bukan kita. Pihak asing tidak mengenal Indonesia secara mendalam,” ungkapnya.
Dalam pandangan Manoj, budaya Indonesia sangat spesifik, tidak begitu saja mudah dicomot. Jika dilihat dari sisi produksinya, Manoj pun tak gentar. “Kami tidak merasa terancam, dengan tangan terbuka saya menerima tantangan."
Sedangkan dari sisi distribusinya, Manooj juga memandang positif, "Banyak SDM kita yang akan mendapatkan kesempatan untuk bekerja sama, membuka pengetahuan baru, dan jaringan yang lebih luas. Ini baik, untuk memajukan industri fim Indonesia."
Manoj pun tak mempermasalahkan bila industri lokal yang sedang berkembang akan mendapatkan bantuan dan dukungan asing demi memajukan bisnisnya. “Menurut saya, biasanya perusahaan yang sudah besar yang takut. Tapi tidak untuk kami."
Soal akses bagi pihak asing membangun bioskop di Indonesia, Manoj melihatnya sebagai peluang besar, ”Makin banyak bioskop, makin bagus. Bagaimana kita bisa mendapatkan 20 juta penonton, jika bioskopnya saja kurang?"
Senada dengan Manoj, sutradara Hanung Bramantyo pun menegaskan, “Memang harus dibuka [peluang invetasi asing di Indonesia]. Yang menolak, berarti mereka merasa inferior, rendah diri, takut bersaing, dan takut usahanya terancam."
Saat ditemui oleh CNN Indonesia di kesempatan yang sama, Hanung melihat keputusan yang dikeluarkan Pemerintah tersebut sebagai kesempatan besar.
“Karena jika tidak dibuka, maka kita akan berhubungan dengan orang Indonesia saja, orangnya itu-itu saja dan ilmunya tidak berkembang,” ujar Hanung dengan nada tegas.
Untuk lebih maju dari sisi pengetahuan dan pola pikir, ada dua cara yang menurutnya bisa untuk dilakukan: Belajar di luar negeri atau melakukan kerja sama dengan pihak asing.
Ia menyadari seiring terbukanya kesempatan yang lebih bebas untuk pihak asing, maka akan ada tantangan lebih untuknya sebagai sutradara.
“Persaingan lebih ketat, akan ada lawan dari berbagai negara," kata Hanung. "Dan untuk yang mau berkembang, seharusnya mereka semakin bergairah dan lebih passion melihat kondisi tersebut. Saya bisa saja berhadapan dengan John Wu dan Michael Bay, dan saya akan lebih termotivasi untuk menggali dan tertantang menghasilkan karya yang lebih baik."
Sebagai pembuat film, Hanung melihat bahwa pasar filmnya juga akan lebih luas nantinya. “Kalau saya hanya terbatas untuk di Indonesia, maka film saya akan selalu diciptakan untuk Indonesia yang lebay, karena Indonesia menyukainya. Dan itu melelahkan untuk dilakukan. Sedangkan tontonan saya sudah lebih luas, dan gatal untuk menciptakan karya yang lebih global untuk cita rasanya."
(vga/vga/cnnindonesia)
Manoj bersikap santai, karena menurutnya, bukan hal mudah bagi asing bisa melakukan apa yang dilakukan oleh industri film Indonesia. “Apakah mereka bisa membuat produk seperti kita?” ia menyangsikan. "Tidak mungkin."
Hal ini berkaitan dengan budaya dan karakteristik Indonesia. “Siapa yang lebih memahami budaya Indonesia kalau bukan kita. Pihak asing tidak mengenal Indonesia secara mendalam,” ungkapnya.
Dalam pandangan Manoj, budaya Indonesia sangat spesifik, tidak begitu saja mudah dicomot. Jika dilihat dari sisi produksinya, Manoj pun tak gentar. “Kami tidak merasa terancam, dengan tangan terbuka saya menerima tantangan."
Sedangkan dari sisi distribusinya, Manooj juga memandang positif, "Banyak SDM kita yang akan mendapatkan kesempatan untuk bekerja sama, membuka pengetahuan baru, dan jaringan yang lebih luas. Ini baik, untuk memajukan industri fim Indonesia."
Manoj pun tak mempermasalahkan bila industri lokal yang sedang berkembang akan mendapatkan bantuan dan dukungan asing demi memajukan bisnisnya. “Menurut saya, biasanya perusahaan yang sudah besar yang takut. Tapi tidak untuk kami."
Soal akses bagi pihak asing membangun bioskop di Indonesia, Manoj melihatnya sebagai peluang besar, ”Makin banyak bioskop, makin bagus. Bagaimana kita bisa mendapatkan 20 juta penonton, jika bioskopnya saja kurang?"
Senada dengan Manoj, sutradara Hanung Bramantyo pun menegaskan, “Memang harus dibuka [peluang invetasi asing di Indonesia]. Yang menolak, berarti mereka merasa inferior, rendah diri, takut bersaing, dan takut usahanya terancam."
Saat ditemui oleh CNN Indonesia di kesempatan yang sama, Hanung melihat keputusan yang dikeluarkan Pemerintah tersebut sebagai kesempatan besar.
“Karena jika tidak dibuka, maka kita akan berhubungan dengan orang Indonesia saja, orangnya itu-itu saja dan ilmunya tidak berkembang,” ujar Hanung dengan nada tegas.
Untuk lebih maju dari sisi pengetahuan dan pola pikir, ada dua cara yang menurutnya bisa untuk dilakukan: Belajar di luar negeri atau melakukan kerja sama dengan pihak asing.
Ia menyadari seiring terbukanya kesempatan yang lebih bebas untuk pihak asing, maka akan ada tantangan lebih untuknya sebagai sutradara.
“Persaingan lebih ketat, akan ada lawan dari berbagai negara," kata Hanung. "Dan untuk yang mau berkembang, seharusnya mereka semakin bergairah dan lebih passion melihat kondisi tersebut. Saya bisa saja berhadapan dengan John Wu dan Michael Bay, dan saya akan lebih termotivasi untuk menggali dan tertantang menghasilkan karya yang lebih baik."
Sebagai pembuat film, Hanung melihat bahwa pasar filmnya juga akan lebih luas nantinya. “Kalau saya hanya terbatas untuk di Indonesia, maka film saya akan selalu diciptakan untuk Indonesia yang lebay, karena Indonesia menyukainya. Dan itu melelahkan untuk dilakukan. Sedangkan tontonan saya sudah lebih luas, dan gatal untuk menciptakan karya yang lebih global untuk cita rasanya."
(vga/vga/cnnindonesia)