Pidato Megawati dalam Rakernas PDIP IV di Semarang
The Jambi Times - Semarang - Dalam Pembukaan
Rakernas IV PDI Perjuangan di Semarang, Jumat (19/7), Ketua Umum PDIP,
Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politiknya. Berikut isi
pidato Megawati:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam Damai Sejahtera untuk kita semua,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya.
Salam Damai Sejahtera untuk kita semua,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya.
Sebelumnya, marilah kita pekikkan salam nasional kita. Merdeka! Merdeka! Merdeka!
Yang saya hormati presiden terpilih, Saudara Joko Widodo. Wakil Presiden terpilih, Bapak Jusuf Kalla.
Hadir juga disini, Ketua Umum DPP Partai Nasdem, Bapak Surya Paloh,
Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa, Saudara Muhaimin Iskandar,
Ketua Umum DPP Partai Hanura, Bapak Wiranto, Ketua Umum DPP Partai
Keadilan dan Persatuan Indonesia, Bapak Sutiyoso.
Para Pimpinan Partai lainnya dari Partai Persatuan Pembangunan, Bapak
Emron Pangkapi, dan Partai Amanat Nasional, Bapak Dradjad Wibowo dan
Bapak Tjatur Sapto Edi.
Terima kasih kepada Gubernur Jawa Tengah, Sdr. Ganjar Pranowo dan
Kader-kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang saya banggakan.
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, pada kesempatan yang sangat
baik ini, perkenankanlah saya, sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan,
di forum yang terhormat ini, menyampaikan rasa bangga dan terima kasih
saya kepada seluruh kader yang telah bekerja keras bahu-membahu
memenangkan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden.
Kemenangan yang kita raih bukanlah semata-mata sebagai kemenangan
partai. Bagi kita, kemenangan ini merupakan kemenangan seluruh rakyat
Indonesia.
Partai, bersama relawan, dan pergerakan kekuatan rakyat telah menjadi
bukti kuatnya harapan rakyat untuk hidup lebih baik bagi Indonesia
Raya.
Saudara-saudara, pada tanggal 14 Maret 2014 yang lalu, saya
memberikan mandat kepada Ir. Joko Widodo sebagai calon presiden, saat
itu kesadaran saya mengatakan bahwa Saudara Jokowi adalah
pengejawantahan dari rakyat itu sendiri.
Saya sendiri menyaksikan, bagaimana rakyat di seluruh pelosok negeri
bergerak antusias menyambut blusukan yang dijalankan Saudara Jokowi.
Blusukan menghadirkan wajah kekuasaan dalam keseharian rakyat. Dalam
perspektif ideologi, blusukan harus dimaknakan sebagai tradisi politik
yang menghadirkan kekuasaan di tengah problematika rakyat itu sendiri.
Dengan blusukan itulah, pemimpin hadir dan mengorganisir rakyat
sebagaimana menjadi inti dari fungsi partai politik. Bagi saya, hadirnya
pemimpin di tengah rakyat merupakan syarat penting bagi pelaksanaan
revolusi mental.
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, pada awal tahun 2014 yang
lalu pula, saya pernah menyatakan bahwa tahun ini adalah tahun penentuan
bagi kita, agar bangsa ini menemukan kembali jejak sejarahnya untuk
menjadi bangsa yang berdaulat, berdikari, berkepribadian dan menjadi
pelita bagi bangsa-bangsa lain di dunia.
Harapan ini saya letakkan, sebagai kesadaran ideologis atas
kepemimpinan nasional baru, yang tidak lama lagi akan mengucapkan
sumpahnya sebagai presiden dan wakil presiden daripada Indonesia Raya
yang kita cita-citakan bersama.
Kepemimpinan nasional baru tersebut memiliki tanggung jawab yang
tidak ringan. Di tangannya terletak tanggung jawab yang besar untuk
memimpin negeri 'Zamrud Katulistiwa ini.' Saya yakin dan percaya, bahwa
Jokowi-JK mampu memikul tanggung jawab yang besar ini.
Keyakinan saya, berakar dari pemahaman saya, bahwa sebagai kader
partai, saudara Jokowi telah mempersiapkan diri, baik secara ideologis,
maupun dalam sebuah proses menjadi pemimpin.
Saudara Jokowi sungguh mengerti bagaimana mewujudkan manajemen
pemerintahan yang baik, dan juga memiliki wawasan geopolitik yang sangat
diperlukan agar Indonesia memiliki jati diri dan semakin disegani di
tengah pergaulan internasional.
Demikian halnya terhadap sikap kenegarawanan, seperti yang sering
saya sampaikan. Selain hal tersebut, saya juga melihat pentingnya
kesadaran bahwa masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis
kemiskinan.
Kondisi rakyat yang seperti ini haruslah menjadi pemahaman dan dasar
pengabdian seorang pemimpin agar benar-benar mengenal rakyatnya.
Pemimpin yang berwatak ideologis haruslah pemimpin yang berpihak, dan
mampu menggunakan seluruh kekuasaan yang dimilikinya untuk membebaskan
rakyat yang hingga saat ini masih ada yang sering tidur di alam terbuka,
bahkan di kolong-kolong jembatan.
Bung Karno, Bapak Proklamator kita sendiri menegaskan, bahwa watak
seorang pemimpin haruslah mampu membongkar, dan menjebol berbagai
sel-sel pergaulan hidup yang menghisap.
Pemimpin yang digambarkan Bung Karno tersebut juga harus mampu
mengikis habis penghisapan manusia atas manusia, exploitation de l’homme
par l’homme.
Saudara-saudara sekalian, betapa pentingnya keyakinan ideologis bagi
seorang pemimpin. Kita, sebagai bangsa, oleh para founding fathers
melalui sidang BPUPKI telah mewarisi suatu perumusan yang sangat baik
terhadap cita-cita Indonesia merdeka.
Yang didasarkan pada spirit kebangsaan, peri kemanusiaan,
musyawarah-mufakat, kesejahteraan yang berkeadilan, dalam suatu landasan
spiritual yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Inilah dasar
ideologi negara.
Ideologi hadir tidak hanya sebagai tujuan, ataupun sebagai pengarah.
Ideologi diperlukan sebagai sebagai dasar kebijakan pemerintahan negara.
Seluruh kerangka ideologis Partai telah diletakkan atas dasar
Pancasila 1 Juni 1945. Kita, sebagai partai politik yang secara sadar
menempuh jalan terjal ideologi, kini menghadapi ujian baru.
Ujian tersebut, justru berangkat dari posisi politik kita yang
berubah, dari partai yang berada di luar pemerintahan, dan kini oleh
rakyat, kita dihantarkan memasuki posisi politik baru sebagai partai
yang berada di dalam pemerintahan di tingkat nasional.
Tanggung jawab ini tidaklah mudah. Berulang kali saya menegaskan
bahwa ujian sebenarnya bagi PDI Perjuangan bukan saja ketika partai ini
berada di luar pemerintahan.
Ujian terbesar justru ketika kita berada dalam pemerintahan. Di
sinilah terletak tanggung jawab kita, bagaimana mewujudkan ideologi itu
bekerja dalam kehidupan bernegara, dan membawa manfaat sebesar-besarnya
bagi keadilan dan kemakmuran rakyat. Sebuah ideologi yang hidup.
Saudara-saudara,
Kemenangan yang dipercayakan rakyat kepada kita, telah melapangkan jalan untuk mewujudkan amanat Kongres Bali bahwa mengelola partai ini identik dengan mengelola negara, berpartai juga sekaligus bernegara.
Kemenangan yang dipercayakan rakyat kepada kita, telah melapangkan jalan untuk mewujudkan amanat Kongres Bali bahwa mengelola partai ini identik dengan mengelola negara, berpartai juga sekaligus bernegara.
Kini, PDI Perjuangan sudah berada di dalam pemerintahan. Kita sudah
berhasil menempatkan kader terbaik partai sebagai Presiden Republik
Indonesia. Saudara Joko Widodo harus selalu ingat bahwa beliau adalah
sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus kepala negara bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Tugas kita bersama tidak hanya untuk memberikan dukungan pada
kepemimpinan Saudara Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam mewujudkan
Trisakti sebagai visi besar kita bersama.
Tapi memainkan peran aktif. Visi yang ingin diwujudkan Saudara Joko
Widodo dan Jusuf Kalla adalah bagian dari perjuangan kita semua, yakni
mewujudkan Indonesia yang berdaulat dalam bidang politik, berdiri di
atas kaki sendiri (berdikari) dalam bidang ekonomi dan berkepribadian
dalam kebudayaan. itulah hakekat Trisakti yang kita perjuangkan selama
ini.
Karenanya, pertama-tama diperlukan adanya perubahan mental dan sikap
politik dari seluruh kader partai dari kekuatan yang berada di luar
pemerintahan menjadi kekuatan baru yang bukan saja berada dalam
pemerintahan, tapi menjadi pemerintah itu sendiri.
Saudara-saudara, perubahan di atas membutuhkan prasyarat tertentu.
Yang paling awal adalah kemauan kita untuk mengubah secara fundamental
mentalitas kita dalam berpartai, dari mentalitas sebagai kekuatan
penyeimbang yang berada di luar pemerintahan menjadi partai yang berada
di dalam pemerintah itu sendiri.
Praktisnya, dulu kita tidak berada dalam kabinet, dan sekarang kita
sendiri yang membentuk kabinet itu. Pergeseran karakter menjadi partai
pemerintah mengharuskan kita menata lagi langkah, baik antartiga pilar
partai secara horizontal, maupun sinkronisasi irama kerja secara
vertikal.
Antara struktur Partai (dari DPP hingga ranting dan anak ranting)
dengan kader Partai di legislatif dan juga eksekutif, haruslah
menyatukan tekad dan kehendak untuk berjuang bersama-sama bagi
kesejahteraan rakyat.
Demikian pula dengan seluruh kader partai di pemerintahan daerah
haruslah terus bersinergi, bergandengan tangan dalam memikul
tanggungjawab pemerintahan yang sangat berat.
Konsolidasi sebagai partai yang berada di dalam pemerintahan inilah,
yang menjadi penopang Pemerintahan Jokowi-JK. Karena itulah, saudara
Joko Widodo tidak boleh dibiarkan sendiri. Apa yang beliau perjuangkan
adalah mewujudkan platform perjuangan partai.
Semua yang dikerjakan oleh Presiden adalah elaborasi dari Trisakti.
Trisakti yang dilaksanakan dalam tradisi musyawarah dan gotong royong
sebagai nilai fundamental yang bisa membawa kita menjadi bangsa yang
besar dan kuat. Inilah momentum pembuktian dari kebenaran ucapan Bung
Karno bahwa kita kuat karena bersatu, kita bersatu karena kuat.
Tanggung jawab kita tidak hanya sampai disitu. Seluruh kader,
terutama yang ada dijabatan publik daerah harus bisa menghadirkan wajah
pemerintahan Jokowi-JK di masing-masing daerah, wajah yang bersih,
bekerja keras, dan merakyat.
Saudara-saudara sekalian, dalam kesempatan yang baik ini, saya juga
ingin menyampaikan sebuah kontemplasi dalam perjalanan sejarah kita.
Kontemplasi ini berangkat dari pengalaman saya, sebagai Presiden
terakhir yang saat itu masih disebut sebagai Mandataris MPR.
Kedudukan MPR pada waktu itu sebagai lembaga tertinggi negara, dan
sekaligus pemegang kedaulatan dari seluruh rakyat Indonesia. MPR
mengemban amanat rakyat untuk melakukan reformasi yang salah satu
agendanya adalah meletakkan kedaulatan rakyat sebagai hukum tertinggi
melalui Pemilu.
Penjabarannya pun dilakukan melalui pelaksanaan pemilu secara
langsung. Oleh UUD Republik Indonesia tahun 1945 hasil amandemen, saya
mendapat penugasan untuk pertama kalinya menyelenggarakan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden secara langsung.
Atas dasar amanat reformasi ini pula, maka pelaksanaan pemilu kepala
daerah dan wakil kepala daerah juga dilaksanakan secara langsung.
Gagasan pemilu langsung tersebut sekaligus sebagai antitesa atas
kepemimpinan Orde Baru yang cenderung represif, dan melanggengkan
kekuasaan melalui pemilu sebagaimana kita kenal saat itu.
Maka pemilu secara langsung pun menjadi arus demokratisasi yang
sangat kuat, yang mengembalikan kedaulatan tertinggi berada di tangan
rakyat. Pemilu langsung adalah salah satu penanda penting, landmark yang
membedakan Orde Baru dengan era reformasi sekarang ini
Karena itulah, sungguh saya merasa heran, ketika semangat reformasi
itu kini coba diputar-balikkan kembali, termasuk oleh mereka yang
menandatangani amandemen konsitusi itu sendiri.
Sikap PDI Perjuangan yang saat itu meminta adanya pemikiran yang
mendalam sebelum perubahan dilakukan, termasuk merenungkan kembali
seluruh gagasan ideal tentang UUD 1945 yang asli, justru hanya sedikit
mendapat tempat.
Meskipun demikian, sebagai bagian dari komitmen untuk memegang
konsensus nasional, dan memahami kehendak rakyat yang ingin bebas dari
segala bentuk pemerintahan yang otoriter, akhirnya melalui
musyawarah-mufakat, kita semua menyepakati pemilihan secara langsung
tersebut.
Saudara-saudara sekalian,
Evaluasi terhadap pelaksanaan pemilu secara langsung, di satu sisi kita melihat kemajuan dalam proses demokrasi di Indonesia yang benar-benar menempatkan kedaulatan rakyat dalam menentukan pemimpinnya.
Evaluasi terhadap pelaksanaan pemilu secara langsung, di satu sisi kita melihat kemajuan dalam proses demokrasi di Indonesia yang benar-benar menempatkan kedaulatan rakyat dalam menentukan pemimpinnya.
Di sisi lain, kita melihat beberapa hal yang perlu diperbaiki,
khususnya berkaitan dengan regulasi, ketaatan pada aturan main, berbagai
upaya untuk mengatasi 'belanja pemilu' yang bersumber dari APBN atau
APBD bagi incumbent, dan bermacam bentuk kecurangan pemilu yang masih
sering terjadi.
Namun, banyak juga gambaran positif berkaitan dengan makin matangnya
demokrasi di Indonesia. Proses konsolidasi demokrasi pun berjalan pada
rel yang tepat, melalui penerapan ambang batas pemilu, dan penguatan
kapasitas penyelenggara pemilu.
Kita sadar sepenuhnya, bahwa berbagai penyempurnaan tetap masih
diperlukan. Namun ini merupakan hal yang sifatnya teknis. Persoalan
teknis ini janganlah mengalahkan esensi dari kedaulatan rakyat itu
sendiri.
Atas dasar hal tersebut, maka terhadap berbagai upaya yang dilakukan
melalui pengkonsolidasian kekuasaan oleh pihak tertentu, yang pada
intinya bermaksud mengubah pelaksanaan pemilu secara langsung, haruslah
kita kritisi.
Upaya tersebut nyata-nyata mencoba merebut kedaulatan dari tangan
rakyat, ke dalam sekelompok elit yang sering kali justru menyalahgunakan
kekuasaan. Saya sendiri berpendapat, bahwa perdebatan akhir-akhir ini
terkait dengan RUU Pemilu Kepala Daerah yang ingin dikembalikan kepada
pemilihan melalui DPRD, merupakan sebuah gerak mundur.
Gerak mundur ini dipastikan tidak akan mendapatkan legitimasi dari
rakyat, karena mencoba mencabut hak politik rakyat. Sebagai contoh,
bukankah kita pernah pertama kali berpemilu langsung pada tahun 1955 dan
sukses.
Hal ini berbeda dengan pelaksanaan pemilu legislatif. Mengingat
konstitusi kita menegaskan bahwa peserta pemilu legislatif adalah partai
politik. Sangatlah wajar seandainya sistem pemilu legislatif didasarkan
pada proporsional tertutup.
Sebab disitulah, partai mempersiapkan kader terbaiknya; kader partai
yang telah melalui berbagai proses seleksi internal secara demokratis,
termasuk kaderisasi dan penugasan kader partai.
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, atas substansi pokok dari
semangat reformasi di atas, maka PDI Perjuangan berketetapan untuk
menjaga spirit dari reformasi itu sendiri.
Akan sangat besar konsekuensinya jika gerak mundur tersebut
dianalogikan untuk agenda reformasi lainnya, pemilihan presiden oleh
segelintir oligarki.
Ingatlah, bahwa konstitusi kita masih UUD 1945, sebuah pembuktian
bahwa pemilu langsung adalah benar-benar kehendak rakyat. Selanjutnya,
saya perlu menegaskan, bahwa seluruh orientasi kita sebagai bangsa,
sebaiknya selalu menatap ke depan, dengan mengambil hikmah atas
pelajaran di masa lalu.
Kepemimpinan Saudara Joko Widodo - Jusuf Kalla pada dasarnya
merupakan kepemimpinan baru yang berorientasi ke depan dan tidak
memiliki beban masa lalu.
Sebaiknya, energi kebangkitan yang terbatas ini, kita satu-padukan,
menjadi gerakan perubahan yang menyatu dengan kehendak rakyat.
Kepemimpinan Jokowi-JK, saya yakini, akan membuka tangan lebar-lebar,
bagi seluruh kehendak baik, agar bangsa ini kembali menemukan
kebanggaannya sebagai bangsa, dan siap menyongsong tugas sejarahnya
untuk menjadi pemimpin di antara bangsa-bangsa lain di dunia.
Saudara-saudara sekalian, mengakhiri pidato saya ini, perkenankanlah saya menyampaikan pesan Bung Karno kepada kita semua.
Bahwa membangun negeri ini tidak cukup dengan pikiran dan materi,
tetapi harus dengan hati dan perasaan. Karena kita tidak hanya membangun
negara saja, tetapi juga membangun manusianya, agar menjadi manusia
Indonesia yang berbudi, berjiwa, penuh perasaan kemanusiaan dan
keadilan; Menjadikan manusia Indonesia yang berbahagia lahir dan bathin,
bukan menjadikan manusia Indonesia seperti robot yang tak punya hati.
Kita semua adalah manusia yang hidup di tanah pertiwi, Bumi
Indonesia. Karena demikianlah cita-cita pendiri bangsa Ini. Bukan hanya
untuk kebahagiaan lahiriah saja tetapi juga kebahagiaan jiwanya.
Demikianlah makna pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Selamat ber-Rakernas. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala meridhoi perjuangan kita. Terima kasih.
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarokatuh.
Om Santi Santi Santi Om
Namo Buddhaya.
Om Santi Santi Santi Om
Namo Buddhaya.
Merdeka! Merdeka! Merdeka!
(rmnws)