Sekali lagi, Jilbab Hitam & TEMPO
Saya lega sudah dibukakan mata dan tidak lagi buta terhadap TEMPO maupun mimpi saya menjadi seorang wartawan yang bersih. Sulit menjadi bersih di kalangan wartawan. Godaan begitu banyak. Tidak hanya di luar organisasi tempat kamu bekerja, tetapi juga di dalam organisasi tempatmu bekerja.
Hampir mirip seperti PNS, mengikuti arus korupsi adalah sebuah keharusan, karena jika tidak, karirmu akan mandek. Korupsi yang melembaga tidak hanya terjadi di lembaga pemerintah. Jejaring wartawan, media seperti yang terjadi pada grup TEMPO, meski mereka seringkali memeras dengan ‘kedok’ melawan korupsi, toh kenyataannya grup TEMPO telah menjadi bagian dari praktik mafia permainan uang wartawan dan transaksi jual beli pencitraan.
TEMPO dan media-media besar lainnya tidak lagi bersih. Korupsi dalam grup TEMPO telah melembaga alias terorganisir, sebagaimana korupsi di organisasi pemerintahan, departemen dan sebagainya.
Saya bersyukur dibukakan mata dan dijauhkan dari dunia itu. Lebih senang dan tenang batin bekerja sebagai buruh biasa seperti yang saya lakukan kini.
Sungguh, menyedihkan dan mengharukan.
Negeri ini lengkaplah sudah dengan berbagai kejahatan terutama kejahatan hukum, politik dan informasi (media). Ketiga kejahatan ini begitu leluasa mewarnai negeri ini, sehingga kepalsuanpun bukan hal yang tabu dan menjadi rahasia umum. Sumber dari semua kejahatan ini nafsu kerakusan atas penguasaan harta dan kekuasaan. Seolah kita menyaksikan negeri ini tanpa keinginan yang jelas dan berorientasi. Entah mau jadi apa….?
Seharusnya buah dari reformasi dengan rumah demokrasi dihiasi dengan kerja keras, visioner dan penuh kerjasama sehingga akan membuahkan masa depan yang membanggakan bukan suram.
Dalam kondisi ini peran media sangatlah strategis dalam mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara terutama dalam membentuk karater masyarakat dan para pengelola negera. Namun ternyata media ikut terlibat dalam kejahatan hukum dan politik bahkan terlibat langsung dalam mempengaruhi corak dan warna bangsa.
Dalam tulisan saya sebelumnya mengungkap bagiamana media terlibat terang terangan dalam kejahatan politik dan hukum, sehingga didalamnya terjadi transaksi. Maka saya sependapat dengan tulisan jilbab hitam dalam Kompasiana yang kemudian di blokir. Jilbab Hitam mengungkap obyektivitas kejahatan media terutama tempo yang disinyalir berkolaborasi dengan oknum KPK dalam membangun opini.
Media sudah biasa melakukan perselingkuhan demi memenuhi nafsu jahatnya.Walaupun tidak semua media berprilaku demikian. Tapi, khusus tempo tidal perlu lagi diragukan praktek kejahatannya. Mereka bergerak dan tegak bukan atas dasar obyektivitas pemberitaan, namun sesuai kepentingan.
Pengakuan Jilbab Hitam wajar karena Tempo memang layak mendapat predikat demikian. Yang diungkap Jilbab Hitam mungkin hanya salah satu kasus saja, namun kasus kasus yang lain tidak menutup kemungkinan. Maka majalah Tempo layak untuk di bongkar boroknya, jika perlu KPK dan penyidiknya mengledah kantornya, jika ada indikasi sebagai media pemeras. Ini justru kejahatan sesungguhnya.
Lalu heboh di dunia maya, terkait tudingan penulis anonim dengan nama Jilbab Hitam, yang mengaku bekas wartawan Tempo angkatan 2006, di media sosial Kompasiana, Senin, 11 November 2013.
Saya tertarik mengulas karena ada fakta di dunia jurnalistikterkait suap demi sebuah kepentingandan yang menarik perhatian dengan penggunaan nama pseudonym “Jilbab Hitam” ??
Fakta atau Jebakan baru? Simak penuturannya semoga kita mendapat hikmah agar jurnalis muslim anti menerima SUAP atau GRATIFIKASI. JilbabHitamdi malam bekas hujan. Ia bersembunyi dlm dongeng raja raja. Seperti jilatang yg menyusup di dedaunan, terinjak. Gatal. JilbabHitamberpena tajam. Berdawai kata2. Bertinta kelembutan yg mengerikan. Dendam tidak sudah. Masih koma. JilbabHitambekerja rapi. Seperti penyair yg piawai membajak kata kata, menanam benih benih misteri, dalam rimba raya persaingan.
JilbabHitam. Mungkin tidak ada kebenaran. Mungkin hanya pembenaran. Ia pandai mengemasnya. Dalam nyanyian ombak.
Terlalu byk pertempuran. Dgn satu peperangan. Akankah bangsa ini sanggup atasi beban? Akankah. JilbabHitamgantikan Trio Macan?@JusDalle: Hahaha,JilbabHitammenulis dengan tenang namun mematikan :D | Nama2 yg disebut mulai terhuyung kasih jawaban.
Akur dg @fadjroeL. Kini (media) kelimpungan dengan akun anonim. Dulu kan (anonim) dimuat juga infonya oleh @tempodotco @kompascom dll.Aku tak menyebut akun anonim sebagai akun fitnah spt @fadjroeL. Masalahnya, ketika media mengutip akun anonim, itu sulit diverifikasi.
Yang membesar besarkan dan menempatkan akun anonim pada posisi penting juga media media online. Dikutip. Sekarang? Berbalik arah.Entah kaidah dan teori jurnalistik mana yg dipakai ketika akun akun anonim jadi sumber berita. Kini justru berhadapan dangan jurnalis sendiri.
JilbabHitambisa saja bukan wartawati. Bisa saja ia hanya pengumpul data tentang sirkulasi wartawan. Tidak harus dia yang menulis. Bisa orang lain. Nada berang dalam kalimat kalimat JilbabHitamterbaca. Dendam tidak sudah. Ia seperti menaruh arus listrik dalam setiap kata yang ditulis.
Mitos saja sering jadi referensi para ilmuwan. Jadi aku tetap tak menggeneralisir akun anonim sebagai fitnah. Mereka berhak bersuara.Akan sangat berbahaya kalau pers melakukan breidel versinya sendiri dengan argumen “penulis tidak membuka identitas diri”. (tulisan jilbab hitam dibredel alias didelete kompasiana –red)
Pers juga sering nulis begini: “Menurut sumber yang tidak mau ditulis namanya”. Ini biasa dalam kaidah jurnalistik. Di layar TV: mukanya dihablur.Ingat kasus@wikileakskan? Betapa ia pernah jadi primadona pers dunia. Pahlawan kebebasan. Skrg kok alergi dg anonim?
Di area area perang, ada@AnonOpsLegionyg juga dijadikan sumber pemberitaan. Ada legiun legiun anonim di medan medan berat. Demi keamanan diri.Anonymousadalah akun terkenal di dunia. Bagi yang tidak setuju, dianggap sampah virtual. Bagi yangg lain: informan seksi: hahaha
Saran saya untuk teman teman di TEMPO, supaya tidak blunder seperti Pak SBY menjawab Bunda Putri, bikin artikel panjang saja di salah satu blog.Reaksi balik nama nama yang disebutJilbabHitammenurut saya tidak pas. Tidak perlu unutk ungkap siapa itu pemilik akun. Uraiannya aja dibalas.
Kemudian, atas semua peristiwa ini apa kata Tempo terhadap publik?dan tentu media media yang lain juga harus segera berbenah diri. Jika media sudah berkelakuan demikian, maka siapa lagi sumber informasi yang bisa kita percayai?mudah mudahan peristiwa ini menjadi cambuk keras bagi media kita untuk cepat sadar dan kembali pada jati dirinya.
(Saefuddin Sae, peneliti dan aktivis kemasyarakatan, kompasioner/KCM/rimanews)
