Kisruh Peluasan Bandara Jambi Masih Terjadi
Sertifikat HGB tersebut dipersoalkan ke Pengadilan Negeri (PN) Sengeti oleh Oesin Tomy yang mengklaim sebagai pemilik lahan.
Kepada wartawan, Oesni Tomy mengatakan tidak mempersoalkan adanya pengembangan Bandara STS Jambi. Hanya saja upaya pembebasan lahan yang mencaplok tanah miliknya tidak diberikan ganti rugi sebagaimana ketentuan yang telah diputuskan oleh panitia pengadaan tanah Pemkab Muarojambi atau Tim Sembilan.
Menurut dia, sampai saat ini ganti rugi juga belum dilaksanakan. Bahkan tergugat melakukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jambi dengan dasar sertifikat yang sebelumnya dikeluarkan BPN tahun 2011 lalu, yang mana luas lahan kawasan perluasan bandara berbeda dengan luas lahan awal atas putusan tim sembilan yakni dari 51.775 meter persegi menjadi 51.986 meter persegi.
"Di dalam kawasan itu memang ada sungai alam yang diindikasi juga dibuatkan sertifikatnya. Namun yang jelas, kami hanya ingin ganti rugi seperti yang diputuskan oleh tim sembilan dengan nilai permeter Rp110 ribu diberikan sebagaimana mestinya. Karena kami memiliki surat surat yang jelas atas tanah kami," ujar Oesny.
Penasihat hukum Oesny, Taufik mengatakan, pihaknya pada tanggal 12 Juni 2010 telah melayangkan surat kepada BPN Muarojambi agar tidak mengeluarkan segala macam bentuk surat hak kepada PT. Angkasa Pura atas lahan yang diklaim milik kliennya itu, namun ternyata sertifikat tetap dikeluarkan oleh BPN Muarojambi pada Januari 2012.
"Hal ini tentunya merupakan upaya melawan hukum, makanya kami ajukan gugatan pada waktu itu," katanya.(Bangun Santos,B3J)