News Breaking
Live
wb_hadi

Breaking News

Pasca di Tangkap,Ini Sikap SPRI Soal Pernyataan Kadiv Humas Polri

Pasca di Tangkap,Ini Sikap SPRI Soal Pernyataan Kadiv Humas Polri




THE JAMBI TIMES – JAKARTA - Ketua DPP Serikat Pers Republik Indonesia, Hence Mandagi, Minggu siang ini(11/03) menyayangkan sikap Mabes Polri dalam menangani kasus sengketa pers yang melibatkan dua jurnalis di Medan.

Jon Roi Tua Purba dan Lindung Silaban yang di tuding mencemarkan nama baik Kapolda Sumut, Irjen Pol Paulus Waterpauw lewat penulisan berita.

Pernyataan Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto yang meminta agar kedua jurnalis tersebut
di periksa apakah memiliki sertifikasi atau tidak, sangatlah keliru dan tidak memiliki dasar hukum.


Menurut Wasito, jika kedua wartawan tersebut memiliki sertifikasi wartawan maka kasus tersebut
di serahkan ke Dewan Pers. 

Tapi kalau tidak (bersertifikasi), Dewan Pers akan menolak. Berarti kedua jurnalis yang jadi tersangka sama dengan masyarakat yang lain. (Bisa digunakan pasal pidana pencemaran nama baik).

Pernyataan Kadiv Humas Polri tersebut jelas-jelas mencederai kemerdekaan pers yang di  jamin Undang-Undang Pers No. 40 tahun 1999.

Dalam penyelesaian kasus ini seharusnya Polri menggunakan ketentuan hukum yang di atur dalam pasal-pasal di UU Pers, bukan dengan ketentuan hukum di luar itu.

Sertifikasi yang di lakukan Dewan Pers tidak bisa di jadikan dasar hukum dalam penegakan hukum di kepolisian. 

Terlebih produk sertifikasi yang di lakukan Dewan Pers sangat bertentangan dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagaakerjaan yang mengatur secara jelas mengenai uji kompetensi
itu merupakan kewenangan Badan Nasional Sertifikasi Profesi dan bukan Dewan Pers.

Pada pasal 18 ayat (4) di sebutkan: "untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja dibentuk badan nasional sertifikasi profesi yang independen."

Jadi sertifikasi wartawan produk Dewan Pers, selain bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan  juga bukan produk hukum yang bisa di jadikan dasar menentukan seseorang merupakan wartawan atau bukan."

Bagi SPRI, seharusnya Polri dapat menangani kasus sengketa pers dengan mengacu pada pasal 1 ayat (11) : 

Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau
sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya." dan ayat (12):

Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang di berikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

Dan yang terpenting adalah pasal 1 ayat (13) yakni : 

"Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah di beritakan oleh pers yang bersangkutan."

Pasal inilah yang harus digunakan Polri dalam menangani kasus tersebut. Kapolda Sumut sebagai pejabat negara yang menjadi korban pemberitaan seharusnya bisa memberi contoh yang baik dengan menggunakan UU Pers dalam menyelesaikan masalah pers,bukannya menggunakan pasal pidana, agar tidak di anggap melakukan upaya kriminalisasi terhadap pers."

Kami DPP SPRI tetap yakin Polri akan mampu menyelesaikan masalah ini secara profesional. 

Dan informasi terakhir yang kami dapatkan bahwa akan di adakan mediasi antara kedua wartawan dengan Kapolda Sumut.

Di tempat terpisah ,kembali di lanjutkan Toro, Wakil Ketua DPW Riau Ikatan Media Online (IMO)Indonesia, cukup prihatin dan menyayangkan sikap pernyataan Mabes Polri terkait pemeriksaan Sertifikat Wartawan yang ditahan oleh Polda Medan (Sumatera Utara).

Mabes Polri seyogyanya menghormati kaidah2 Jurnalistik. Di mana Polda Sumut dalam in casus, tidaklah mengesampingkan UU pokok Pers No40 Tahun 1999.

Kapolri, Jend Pol Drs.M.Tito Karnavian M,A.,Oh.D., harus mencabut Nota Kesepahaman antara
Dewan Pers yang di tandatangani di atas materai 6000 pada tanggal 09 Februari 2017 di Ambon (Maluku) .
Jika MoU tersebut tidak di patuhi.Terkait Sertifikat Pers yang ketentuannya tidak di atur oleh UU manapun, pihak Dewan Pers jangan bungkam, harus ikut mempertanggungjawabkan masalah yang menimpa wartawan di wilayah hukum Polda Sumut,Medan tersebut. 

Jika Dewan Pers tidak mampu menyelesaikan masalah Pers di maksud, seyogianya keluar dan bubar dari lembaga Dewan Pers.

Manusia di republik ini, sama di mata hukum tanpa membeda bedakan. Terkait pernyataan Mabes Polri yang meminta agar Sertifikasi rekan kita di Sumut,Medan di periksa, itu sudah di luar kewajaran dan mencari kelemahan Pers supaya di jerat oleh UU ITE dan Pasal penghinaan,pencemaran nama baik sebagaimana rumusan hukum Pasal 310 Jo 311 KUH Pidana.

 Atas tindakan Polri dalam kasus sengketa pemberitaan Pers yang terjadi, perlu di pertanggungjawabkan oleh Kapolri.

Kapolri dapat di tuntut agar MoU antara Dewan Pers dengan Kapolri, Nomor:2/DP/MoU/II/2017 -
Nomor: B/15/kl/2017 pada Tanggal 09 Februari 2017 dicabut. Karena MoU tersebut di atas telah dilanggar oleh Polri itu sendiri.

Perintah Bareskrim Polri soal pemeriksaan Sertifikat Pers di maksud, pihak Polri sendiri dari awal telah melanggar prosedur aturan UU pokok Pers No.40 Thn 1999 tentang Pers yang merupakan Lex Soecialis.

Dimana Polda Sumut,Medan, semestinya terlebih dahulu melakukan "Koreksi,Ralat,Hak Jawab" Pemberitaan Perusahaan Pers Media.

Maka dari itu, supaya Kapolri dapat memahami dan tidak berpura-pura tidak mengetahui prosedur penyelesaian kekeliruan pemberitaan Pers, kita semua di group yang tercinta ini dapat melayangkan surat pemahaman resmi ke Kapolri demi memperjuangkan nasib rekan kita yang di zholimi saat ini di Provinsi Sumut,Medan.

Apabila kejadian seperti ini kita biarkan, maka korban Pers lainnya pasti ada untuk berikutnya,ungkap wakil ketua DPW IMO Riau.(tim)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.