Sejarah Tebo : Melayu Kuno, Shelifhoshi, Dharmasraya, dan Majapahit
THE JAMBI TIMES - TEBO - Kalau
kita boleh jujur maka kita harus mengakui bahwa sejarah Kabupaten Tebo
sejak era Melayu Kuno masih diliputi kegelapan. Ditambah lagi, wilayah
administrasi dan topografi Tebo zaman dahulu berbeda dengan kondisi saat
ini. Selain itu, dalam memahami wilayah Jambi khususnya Kabupaten Tebo
maka tidak lepas dari adanya teluk purba bernama "Teluk Wen".
Keberadaan Teluk Wen patut diteliti lebih lanjut karena memiliki posisi
yang menentukan dalam menyusun sejarah wilayah sumatera tengah.
Kadangkala kita berfikir kenapa di Kabupaten Tebo ada daerah bernama
Teluk padahal kita berada di daratan contoh Teluk Singkawang, Teluk Kayu
Putih, dan Teluk Lancang. Mungkinkah ada kaitannya dengan adanya Teluk
Purba
Zaman dahulunya?
Nah, disini
penulis merujuk gambaran Teluk Wen sebagaimana digambarkan oleh Prof.
Sartono yaitu antara Jambi dan Tungkal terdapat teluk besar, Muara
Tungkal terletak diujung pantai utara dan Jambi diujung pantai selatan,
Ditepi utara disekitar Muara Tebo terdapat Kerajaan Tupo, disebelah
selatan Muara Tebo terdapat suatu pulau bernama Pulei, kearah timur
Kerajaan Tupo terdapat sebuah kerajaan bernama Koying yang memiliki
banyak gunung berapi, di Tungkal terdapat sebuah kerajaan bernama
Kuntala. Namun dengan adanya proses sedimentasi kemungkinan besar
terjadinya perpindahan letak kerajaan.
Disini penulis
tidak akan membahas secara detail mengenai sejarah ketiga kerajaan
tersebut dikarenakan pernah dibahas dalam tulisan "Kisah Sejarah Dibalik
Koin Ayam Kumpeh dan Tebo maupun Ada Apa Dengan Situs Tuo Sumay" namun
Penulis akan sedikit menyinggung Kerajaan Tupo.
Sumber terkait
Kerajaan Tupo dapat diperoleh dari berita china yang ditulis oleh
Fu-nan-t'u-su-chw'en berasal dari K'ang-tai bertahun 245 - 250 yang
melaporkan adanya negeri bernama Tupo. Sementara itu, Prof. Dr. Sartono
berpendapat bahwa adanya transliterasi toponim tupo yang berbunyi Tebo.
Nah disini kita patut mendalami apakah benar bukti Tebo sebagai pusat
Kerajaan Tupo ?
apabila dikemudian hari ditemukan bukti kuat selain
berita dari china maka tidak dipungkiri Kerajaan Tupo lebih tua
dibanding Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Disamping itu, dalam
ensklopedia Wen-hsien-t'ung-k'ao diterangkan bahwa kerajaan koying
terletak 5000li (Penulis belum memahami apa yang dimaksud dengan satuan
li) ditimur Chu-po tepatnya di Kerinci sekarang. Nah dengan adanya bukti
kuat mengenai Kerajaan Koying di Kerinci membuktikan bahwa Kerajaan
Tupo memang terletak di Kabupaten Tebo jika merujuk pada
Wen-hsien-t'ung-k'ao.
Namun, eksistensi
Kerajaan Tupo meredup setelah tahun 280 M. Justru banyak berita dari
china menceritakan tentang Kerajaan Koying. Karena diabad yang sama
tepatnya di tahun 222 - 280 Wan-chen menjelaskan tentang adanya negeri
bernama Koying dan cerita tentang koying juga disinggung dalam
ensklopedia T'ung-tien (375 - 812). Ada dugaan bahwa Kerajaan Tupo
telah dikuasai oleh Kerajaan Koying dan menjadikan Muara Tebo sekarang
sebagai Pelabuhan. Namun kita jangan berkecil hati dikarenakan Kabupaten
Tebo memiliki peninggalan yang amat sangat berharga yaitu Candi yang
mungkin bisa membuktikan letak Kerajaan Tupo maupun kerajaan lainnya.
Pada masa
Sriwijaya eksistensi kerajaan melayu kuno mulai tenggelam. Namun ada
yang menarik dari kisah Sriwijaya yaitu tentang kisah perjalanan I-Tsing
yang pernah singgah di Sriwijaya selama enam bulan. Diceritakan dalam
pelayarannya dari Kanton di China ke Nagapattam di India tahun 671/672
ia singgah di shelifoshe /Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta
selama enam bulan.
Setelah itu ia menuju ke Moloyou dimana ia tinggal
selama dua bulan. Kemudian, ia melanjutkan perjalanannya ke Chieh-cha
dan selanjutnya ke India. Dalam perjalanan pulangnya pada tahun 685 ia
kembali singgah di Moloyou yang telah senjadi shelifoshe selama enam
bulan.
Hal ini sesuai dengan isi Prasasti Kedukan Bukit tahun 683
mengisahkan perjalanan Dapunta Hyang membawa 20.000 orang prajurit
meninggalkan Minanga Tamwan dengan perasaan suka cita penuh kemenangan.
Dalam perdebatan
mengenai lokasi Kerajaan Moloyu para ahli merujuk pada kata "Minanga
Tamwan". Lagi - lagi nama Tebo masuk dalam bahasan tersebut yaitu sesuai
dengan definisi Prof. Slamet Muljana berpendapat bahwa. Istilah Malayu
berasal dari kata Malaya yang dalam bahasa Sansekerta bermakna “bukit”.
Nama sebuah kerajaan biasanya merujuk pada nama ibu kotanya. Oleh karena
itu, ia tidak setuju apabila istana Malayu terletak di Kota Jambi,
karena daerah itu merupakan dataran rendah. Menurutnya, pelabuhan Malayu
memang terletak di Kota Jambi, tetapi istananya terletak di pedalaman
yang tanahnya agak tinggi. Namun kembali lagi, kita dibingungkan oleh
nama sebuah kerajaan apakah nama Koying, Kuntala, Tupo menjadi satu nama
yaitu Moloyou. Penulis sendiri belum mendapatkan bukti kuat tentang
perubahan nama tersebut.
Lebih lanjut,
Prasasti Tanyore menyebutkan bahwa ibu kota Kerajaan Malayu dilindungi
oleh benteng-benteng, dan terletak di atas bukit. Sehingga, Slamet
Muljana berpendapat bahwa istana Malayu terletak di Minanga Tamwan
sebagaimana yang tertulis dalam prasasti Kedukan Bukit.
Menurutnya,
Minanga Tamwan adalah nama kuno dari Muara Tebo. Namun belum banyak
bukti kuat untuk mendukung pendapat ini. Penulis akan sedikit
menganalisa dari kisah It-sing, apabila ia belajar bahasa sansekerta di
Kerajaan Sriwijaya yang berlokasi di Muara Jambi maka besar kemungkinan
lokasi Moloyou berada di Kabupaten Tebo bukan berarti harus di Muara
Tebo namun bisa jadi di pedalaman Tebo. Perjalanan Dapuntya Hyang dari
minanga tamwan juga tidak dijelaskan apakah pelayaran tersebut sampai di
Marwat Wanua tanpa pernah singgah ketika dalam perjalanan atau datang
secara serempak atau bertahap.
Menjelajahi
peninggalan benda sejarah di Kabupaten Tebo penulis pernah menjumpai
Keramik era Dinasti Sung (960M-1279M) dengan motif bunga lotus timbul,
serta motif bunga yang memiliki tiga warna yaitu orange, hitam, dan
hijau serta Tembikar Tradisional bermotif bunga teratai yang yang
ditemukan di wilayah Sumay. Sementara di Muara Tebo penulis juga
menjumpai keramik zaman Dinasti Sung dengan glasir warna hijau dan warna
keramik kulit telur bebek serta Keramik era Dinasti Yuan dengan warna
kebiru - biruan dan motif rumit. Disamping itu, pada umunya keramik di
Tebo mudah dijumpai di era Dinasti Ming (1368 M – 1643 M).
Hal itu
menandakan diera shilifoshi sistem perdagangan atau pemukiman kuno
menyebar diwilayah Tebo. Namun pemukiman masih terkonsentrasi disekitar
Sungai Batanghari. Sebaran peninggalan sejarah di Tebo hampir dapat
dijumpai di setiap kecamatan namun berbeda periodesasi.
Sementara itu, di
akhir masa Kerajaan Sriwijaya serta dalam usaha pendudukan oleh
Majapahit untuk menciptakan kesatuan Nusantara, Kerajaan Melayu II lebih
dahulu telah menjalin hubungan dengan Singosari tahun 1286 M. Hal ini
ditandai dengan pemberian hadiah oleh Raja Kartanegara kepada Raja
Tribuanaraja Mauliwarmadewa di Swarnabhumi hal ini dikenal dengan nama
Expedisi Pamalayu. Prasasti tersebut merupakan dokumen pertama yang
menyebutkan dharmasraya terletak ditepi Sungai Batanghari. Menurut Uli
Kozok Prasasti Amoghapasha juga ditemukan di Desa Rambahan Kabupaten
Bungo - Tebo. Singkat cerita, Kerajaan Melayu II hanya bertahan 40 Tahun
di Dharmasraya sebelum pindah ke Suruaso.
Setelah runtuhnya
Kerajaan Singasari muncullah Kerajaan Majapahit (1293). Dalam Pupuh 13
Negarakertagama yang selesai dikarang tahun 1356 mencatat 24 Negara di
Bumi Melayu mengakui kedaulatan Majapahit. Empat diantaranya inti
Kerajaan Melayu II era Adityawarman yaitu Dharmasraya, Jambi,
Minangkabau, dan Teba (Muara Tebo). Namun Casparis (1989) berpendapat
bahwa Raja Malayu sendiri memiliki kedaulatan sempurna yang tidak takluk
kepada siapapun.
Berangkat dari
kisah diatas wilayah administrasi Kabupaten Tebo tentunya memiliki
peranan penting diera kebangkitan Melayu sejak diruntuhkan oleh
Sriwijaya. Kitab Negarakertagama memasukan Tebo sebagai wilayah inti
dari Melayu namun anehnya kenapa tidak masuk dalam wilayah Jambi dalam
artian memiliki wilayah tersendiri. Setelah berakhirnya era Melayu II
maka wilayah Tebo tetap masuk kedalam wilayah Kerajaan Melayu III.
Banyak
peninggalan sejarah di Kabupaten Tebo yang terbentang dari VII Koto
hingga Muara Tabir tentunya menandakan bahwa Kabupaten Tebo memiliki
nilai sejarah yang layak untuk dilestarikan. Penulis menyadari masih
terdapat kekurangan dalam menggambarkan sejarah tebo untuk itu perlu
adanya pelurusan terkait hal ini dikarenakan tulisan ini ditulis semata -
mata karena kecintaan dan keprihatinan terhadap Bumi Seentak Galah
Serengkuh Dayung.
Ditulis Oleh : Slamet Setya Budi
Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Universitas Muara Bungo
Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Universitas Muara Bungo