News Breaking
Live
wb_hadi

Breaking News

Gejolak Pergub Tentang UKW dan Verifikasi Terus di Kecam

Gejolak Pergub Tentang UKW dan Verifikasi Terus di Kecam

                        (Keterang foto: ilustrasi)

 Jambi Times. JAMBI |
Keberhasilan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) dalam menerbitkan Peraturan gubernur(Pergub) terkait kerja sama perusahaan pers dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat membuat sebagian perusahaan pers  turut menentang dan protes karena ada beberapa syarat yang tidak ada di miliki oleh perusahaan pers seperti belum terverifikasi perusahaan pers di Dewan Pers (DP) dan juga tidak adanya wartawan yang belum Uji Kompetensi Wartawan (UKW).

Pada dasarnya syarat untuk terverifikasi administrasi dan  terverifikasi faktual , perusahaan pers  di Dewan Pers (DP) harus  memiliki sertifikat muda, sertifikat madya dan sertifikat utama.

Penentunya agar terverifikasi di Dewan Pers (DP) bahwa Penanggungjawab redaksi di perusahaan pers sudah mengantongi maksimal sertifikat utama. 

Dan redaktur nya memiliki sertifikat madya sedangkan wartawan nya juga harus memiliki sertifikat muda.

Sejumlah organisasi pers konstituennya Dewan Pers  di Sumatera Barat ikut mendukung dengan terbitnya Pergub tersebut.

Mulusnya Peraturan gubernur (Pergub) di Sumatera Barat tidak semulus di provinsi lain.

Misalnya di Provinsi Bangka Belitung (Babel)
pada Desember  2019 lalu mengalami tekanan serius  oleh sejumlah wartawan yang tergabung di organisasi pers non konstituen Dewan Pers. 

Tekanan ini rupanya membuat Pergub tersebut akhirnya dicabut dan tidak diberlakukan seperti Pergub di Sumatera Barat.

Selain mendapat protes keras soal Pergub dan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di Babel dari wartawan yang tergabung di beberapa organisasi seperti Himpunan Pewarta Indonesia (HPI), Persatuan Wartawan Reformasi Indonesia (PWRI), Ikatan Wartawan Online(IWO), Ikatan Media Online (IMO).

Luar biasanya lagi nada protes soal Perbug Nomor 18 tahun 2019  Provinsi Babel ini  disampaikan oleh Joko Setyawanto sekaligus Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Bangka Belitung, organisasi ini adalah konstituennya Dewan Pers yang tidak setuju adanya Pergub tersebut.

Menurut Joko berdasarkan kutipan di Kumparan pada  22 Desember 2919 lalu mengatakan."pergub ini jelas mengangkangi hirarki perundangan diatasnya sehingga secara otomatis batal demi hukum. 

"Sebagai contoh yang paling sederhana, Pasal 1 ayat 15 Pergub ini hanya mendefinisikan media massa atau pers sebatas fungsi sarana atau alat penyebarluasan informasi yang mengerdilkan fungsi utama pers sebagai kontrol sosial," ungkap Joko.

Disamping itu, kata Joko, gubernur melalui Pergubnya sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk mengendalikan ataupun mengebiri kebebasan pers dalam menyediakan informasi yang terverifikasi bagi publik.

"Silahkan saja Pemprov Babel mengisi ruang transaksional dengan media massa dalam fungsinya sebagai lembaga ekonomi, namun dalam perusahaan pers, ada semacam fire wall atau dinding api yang memisahkan informasi advetorial atau iklan dengan produk jurnalistik," kata Joko.

Joko juga mengatakan yang paling terpenting, pergub ini sangat resisten karena berpotensi menjerumuskan ASN untuk melanggar pasal 18 ayat 1 UU No 40 Tahun 1998 tentang pers.

Dari informasi yang diterima redaksi The Jambi Times, Jumat (25/06) pagi tadi dari pekerja pers Bangka Belitung yang enggan disebut namanya menceritakan akibat pengajuan Pergub tersebut, Gubernur sempat kesal dan akhirnya  pejabat  yang mengusulkan Pergub tersebut dimutasi karena ada kegaduhan dan  gejolak dari kalangan wartawan.

Baru-baru ini Pemerintah Provinsi Riau (Pekanbaru) bakal menerbitkan Peraturan gubernur (Pergub) seperti Pergub-nya Sumatera Barat.

Namun akan terbit nya Pergub di Provinsi Riau ini juga  menuai protes keras, khususnya dari Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) Provinsi Riau.

Ketua SPRI-Riau Feri Sibarani  menjelaskan masalah Peraturan gubernur Nomor 19 tahun 2921 Tentang 'Penyebarluasan Informasi Penyelenggaraan Pemerintahan di Lingkungan Pemprov Riau' akan memicu pecah belah di kalangan wartawan,

Khususnya pasal 15 ayat 3 poin b,c dan h, Pergub Nomor 19 Tahun 2021 itu kita nilai dapat melahirkan perpecahan dikalangan perusahaan pers dan wartawan, karena ada unsur materil yang mengatur soal syarat perusahaan Pers dan wartawan yang dijadikan sebagai tolok ukur untuk turut menyebarluaskan informasi",ungkap Feri. Kamis (24/06).

Gejolak terbit nya Pergub ini juga di rasakan di Provinsi Kepulauan riau(Kepri) meskipun masih dalam tahap rencana, sejumlah organisasi pers mengajukan protes  ke Gubernur dan audensi ke DPRD Tanjung Pinang.

Di Provinsi Jambi juga akan merencanakan menerbitkan Peraturan gubernur seperti Pergub di Sumatera Barat. Namun belum terlaksana hingga saat ini.

Apakah berlaku Pergub jika beberapa  syarat nya cacat hukum versi LSP Pers Indonesia

Lembaga Sertifikasi Pekerja (LSP) Pers Indonesia beberapa bulan yang lalu telah resmi melakukan pelatihan  Asesor Kompetensi Sertifikasi khusus wartawan.


LSP Pers Indonesia ini telah berlisensi resmi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) sesuai amanat Undang-Undang  Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 18 ayat (4) dan ayat (5);

Ayat (4) berbunyi; 

"untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi  maka dibentuk badan nasional sertifikasi profesi yang independen "


Ayat (5) berbunyi:

"Pembentukan badan nasional sertifikasi profesi yang independen sebagimana yang dimaksud ayat (4) diatur dalam peraturan pemerintah'

Bahwa  LSP Pers Indonesia sudah sesuai perundang-undangan  dan juga  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia  (PP-RI) Nomor: 10 Tahun 2018 Tentang BNSP.

Pasal 1 PP Nomor 10 tahun 2018 ini, pada pasal 1 ayat (3) berbunyi;

"Lembaga Sertifikasi Profesi yang selanjutnya disingkat LSP adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan kegiatan sertifikasi profesi yang telah memenuhi syarat dan telah memperoleh lisensi dari BNSP"

Sedangkan Pasal (4)berbunyi:

"Lisensi adalah bentuk pengakuan BNSP kepada LSP untuk dapat  melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja atas nama BNSP"

Jadi sangat lah jelas bahwa LSP Pers Indonesia dalam melakukan pekerjaannya meng-atas nama-kan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

BNSP adalah lembaga independen yang bertanggung jawab kepada Presiden.

Menurut Ketua LSP Pers Indonesia Heintje G. Mandagie, "serfikat wartawan yang dikeluarkan Dewan Pers dan LSP versi Dewan Pers  adalah sertifikat abal-abal  dan tidak sesuai Undang-Undang".

Karena dalam UU Pers tidak ada satu ayat pun Dewan Pers untuk diperintahkan melaksanakan  sertifikasi wartawan ataupun verifikasi perusahaan pers".

Pasca ter-publikasi-nya LSP Pers Indonesia melaksanakan Pelatihan Asesor Kompetensi wartawan. 

Dalam beberapa hari pasca usai pelaksanaan pelatihan Asesor LSP Pers Indonesia, Dewan Pers (DP) akhirnya mendatangi kantor BNSP untuk melakukan harmonisasi.

Dalam keterangan dari pihak BNSP juga berharap Dewan Pers harus melakukan harmonisasi kepada BNSP.

Namun dilihat dulu penyesuaian skemanya bagaimana, kata Henny dikantor LSP Pers Indonesia beberapa waktu lalu.

Wilson Lalengke Ketua PPWRI juga turut mengapresiasi dengan hadirnya LSP Pers Indonesia sehingga tidak ada lagi uka-uka ilegal yang dilakukan Dewan Pers.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 61 yang membahas sertifikasi  ayat (3)berbunyi;

"Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai  pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi "

Pasal (4) ketentuan mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),(2) dan(3)diatur lebih lanjut dengan peraturam.pemerintah.

Pertanyaanya adalah, kenapa PEMERINTAH terus berupa melakukan Pergub yang isinya sudah jelas melanggar cacat hukum dan bertentangan Undang -Undang  tentang pers, apalagi perusahaan pers memiliki badan hukum sesuai perundang-undangan.

Dolfi Rompas seorang advokat yang pernah mengugat Dewan Pers juga mengatakan bahwa derajat wartawan lebih tinggi dari Dewan Pers sehingga Dewan Pers tidak berhak untuk mengatur wartawan.

Namun  wewenang Dewan Pers hanya untuk mendata sesuai UU Pers bukan untuk mengelar UKW atau memverifikasi perusahaan pers.

Ada pepatah yang mengatakan 'lain  ladang lain belalang' 'lain lubuk lain ikannya'

Dewan pers memiliki pandang tersendiri mengenai Undang-Undang tentang pers.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers  adalah undang-undang 'lex specialis' namun kenyataanya masih saja  ada perdebatan  antara UU Pers dan KUHP juga  UU ITE yang belum terselesaikan. (***)











































Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.