News Breaking
Live
wb_hadi

Breaking News

Jaringan Bansos Covid-19 Triliunan Rupiah

Jaringan Bansos Covid-19 Triliunan Rupiah



The Jambi Times, JAKARTA | Kebijakan bantuan sosial (Bansos) bagi masyarakat terdampak pandemi Covid-19, sengaja didesain sejak awal 2020 oleh kelompok pencari rente. 

*Sejuta Akal Bulus Ratusan Perusahaan Dadakan Vendor Bansos

Dengan jaringan kekuasaan, mereka mendorong agar program Bansos akibat pandemi Covid-19 menjadi kebijakan nyata, dengan dalih niat sosial. Mulai dari elite di kementerian sosial hingga menteri bahkan petinggi partai diduga ikut menikmati bancakan anggaran bantuan sosial ini. Namun seperti apa jaringan ini? Siapa saja yang terlibat?

*ICW Duga Ada Pihak Internal KPK & Istana Ganggu Upaya Penyidikan Suap Bansos Covid-19*

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) selama ini dianggap sebagai pusat korupsi paket sembako bantuan sosial Covid-19. Sejumlah pihak menduga ada oknum lainnya yang terlibat dan harus diusut tuntas oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Apakah triliunan uang Bansos menjadi bancakan lintas partai?

Program bantuan sosial yang ditujukan untuk masyarakat terdampak Covid 19, diluncurkan berupa paket sembako. Belum sepenuhnya kelar, program yang terdiri dari 14 tahap ini menjadi bancakan sejumlah pejabat negara. Hal ini berawal ketika Kementerian Sosial pada April 2020 lalu, menetapkan mekanisme penunjukan langsung terhadap perusahaan penyedia paket bahan pokok, penyedia goodie bag, hingga jasa penyaluran bantuan untuk penerima manfaat.

Menteri Sosial non-aktif yang menjadi pemeran utama dalam kasus ini, Juliari Peter Batubara, membentuk tim khusus yang beranggotakan bawahannya sendiri. Mereka antara lain Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Pepen Nazaruddin serta dua pejabat pembuat komitmen, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Dari upaya anak buahnya tersebut, jalan Juliari mendapat upeti Rp 10 ribu per paket Bansos terlaksana mulus.

Baca juga : Diduga Massa Bayaran, Ada Bagi-bagi Uang Usai Moeldoko Kudeta Demokrat

Bansos Covid-19 Kemensos di Korupsi (Tempo)

Beberapa perusahaan yang ditunjuk langsung oleh Juliari menjadi rekanan program Bansos adalah PT Anomali Lumbung Artha, PT Famindo Meta Komunika, dan PT Integra Padma Mandiri. Ketiganya memperoleh restu dari Politikus PDI Perjuangan Herman Herry untuk mengelola pengadaan Bansos melalui bendera PT Dwimukti Graha Elektrindo. Herman pun disebut-sebut mendapat kuota bantuan sosial hingga 1 juta paket dalam setiap periode distribusi. Secara total, perusahaan yang terafiliasi dengan Herman memperoleh 7,6 juta paket bantuan sosial senilai Rp 2,1 triliun.

Baca juga : Sudah 92 Rekening FPI Diblokir, Polri Belum Juga Temukan Tindak Pidana

Selain Herman, nama politikus PDI Perjuangan lain yang tersangkut kasus Bansos adalah Ihsan Yunus. Legislator asal Jambi yang sebelumnya duduk menjadi Wakil Ketua Komisi Sosial (Komisi VIII) DPR ini juga disebut-sebut memperoleh kuota Bansos yang angkanya mencapai 4,6 juta paket atau senilai Rp 1,4 triliun. Ihsan yang kini telah dirotasi menjadi anggota Komisi II DPR mengatur kuota miliknya lewat sejumlah perusahaan lewat adik kandung dan tangan kanannya: Muhammad Rakyan Ikram dan Yogas.

Peneliti Senior Komite Pemantau Legislatif (Kopel), Syamsuddin Alimsyah, meyakini keterlibatan kedua politikus PDI Perjuangan tersebut tidak lantas menegasikan bahwa anggota DPR yang lain tidak ikut campur dalam kasus korupsi Bansos. Jika tidak melibatkan pihak lain di luar partai, besar kemungkinan orang-orang yang masih dalam lingkup satu partai turut serta dalam perbuatan tersebut.

Alimsyah menilai hal itu berkaca dari kasus korupsi proyek Pusat Pelatihan dan Olahraga Hambalang di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Miliaran duit panas yang dihasilkan dari korupsi berjamaah tersebut tidak hanya melibatkan kalangan pejabat tinggi di eksekutif, tapi juga mengalir ke sejumlah anggota parlemen dan pengusaha, persis seperti yang terjadi dalam kasus korupsi Bansos.

"Kalau KPK serius, menurut saya dua orang ini (Herman Herry dan Ihsan Yunus) hanya pembuka pintu, yang kemudian akan membuka secara terang benderang siapa sih sebenarnya yang terlibat. Kan enggak bisa kebijakan itu hanya diambil satu dua orang," kata dia kepada Law-Justice, Selasa (16/2/2021) lalu.

Program Bansos dari pemerintah yang disahkan melalui kerja sama rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membuka peluang bagi kalangan legislatif turut andil dalam mendukung program tersebut. Hanya saja, anggota DPR tidak secara langsung terlibat menikmati peluang bisnis yang kebanyakan mekanismenya mengandalkan vendor ini. Terbukti, Herman dan Ihsan mendapat jatah kuota pengelolaan Bansos melalui perpanjangan tangan mereka.

Di luar PDI Perjuangan, Alimsyah berkeyakinan relasi koruptor bisa juga terjalin di fraksi lain, bahkan fraksi yang oposisi dengan pemerintah sekalipun. Sangkaan ini didukung kuat oleh temuan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang menyebut ada oknum DPR di luar PDI Perjuangan yang menunjuk beberapa perusahaan ikut ambil bagian menyalurkan Bansos.

Peneliti Senior KOPEL, Syamsuddin Alimsyah. (Foto: Berandatimur).

Law-Justice mencoba meminta klarifikasi dan konfirmasi kepada delapan anggota Komisi Sosial DPR yang semuanya berasal dari fraksi oposisi ihwal dugaan adanya keterlibatan peran dalam program Bansos. Mayoritas dari mereka mengaku tidak mengetahui adanya kemungkinan tersebut. Sebagian dari mereka menyatakan bahwa anggota komisi tidak banyak mengetahui teknis penyaluran Bansos selain apa yang tersebut dalam rapat komisi bersama pemerintah, semisal soal penetapan anggaran.

"Kita enggak begitu paham, saya enggak punya begitu banyak informasi terkait ini. Agak blank," ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR yang juga Ketua Kelompok Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Bukhori Yusuf, kepada Law-Justice.

Sejumlah anggota di Komisi Hukum (Komisi III) DPR, juga menyatakan hal serupa dengan para anggota di Komisi Sosial.

Sementara itu, beberapa anggota fraksi koalisi pemerintah yang diwawancarai Law-Justice mengungkapkan jawaban yang tak jauh berbeda. John Kenedy Azis, misalnya, mengatakan fasilitas berupa kuota penyaluran bansos yang disediakan Kementerian Sosial tidak pernah sampai kepadanya. Penentuan rekanan Bansos, kata dia, adalah domain Kementerian Sosial sehingga anggota DPR tidak bisa sembarang meminta jatah kuota. Ia mengaku keterlibatan DPR terhadap program Bansos hanya sebatas keikutsertaan dalam rapat di komisi.

"Itu pun formal, tidak ada indikasi yang macam-macam," ujar politikus Partai Golkar ini.

Alimsyah meragukan klaim anggota Komisi VIII tersebut. Menurut dia, sulit dipercaya jika para anggota komisi tidak mengetahui adanya peluang kepentingan antara DPR dan pemerintah. Pasalnya, Kementerian Sosial merupakan mitra sekaligus pihak yang diawasi oleh Komisi VIII. Justru, kata dia, klaim "tidak tahu" yang dilontarkan Komisi VIII patut dicurigai karena fungsi pengawasan DPR semestinya berjalan terhadap program Bansos.

"Kalau di Komisi VIII menyatakan tidak tahu, itu malah pertanyaan besar. Bagaimana mereka mengawasi? Ada masalah tapi kemudian mereka mengatakan kami tidak tahu?" ujar dia.

"Kalau mereka enggak tahu, lalu bagaimana dong fungsi pengawasannya? Apa benar mereka enggak tahu?" imbuhnya.

Ihwal kasus korupsi yang menyeret nama PDIP, Alimsyah menyayangkan sikap Partai Banteng yang tak banyak buka suara. Sebagai partai yang mengusung slogan merakyat dan berkomitmen dalam pemberantasan korupsi, PDIP sepatutnya mengambil tindakan terhadap dua kadernya tersebut. Cara itu, menurut Alimsyah, bisa dengan membentuk Komisi Disiplin Partai untuk menilai dan mengadili pelanggaran hukum yang diperbuat kadernya.

Mekanisme ini dilakukan untuk menunjukkan tanggungjawab penuh sebuah partai terhadap kader-kadernya yang bermasalah, sekaligus untuk menjaga kepercayaan dan simpati publik terhadap partai politik yang menjadi tempat menampung aspirasi mereka. Di sisi lain, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) semestinya tak berdiam diri saat ada anggota di institusinya yang tersangkut kasus hukum. Alimsyah mengatakan penindakan hukum yang dilakukan KPK terhadap anggota DPR seharusnya diiringi juga dengan penindakan politik di Parlemen.

Misteri Inisial ACH
Koordinator MAKI Boyamin Saiman, menyebut adanya nama anggota DPR lain yang diduga terlibat dalam pusaran korupsi Bansos. Adapun praktik yang dilakukan persis seperti kasus Herman dan Ihsan, yakni penunjukkan perusahaan rekanan untuk menyalurkan Bansos sembako.

Sumber Law-Justice yang mengetahui penunjukan vendor Bansos menyatakan sejumlah perusahaan yang ditunjuk ikut dalam bancakan Bansos adalah PT Salakanagara Putranusa Mandiri atau PT SPM. Pelaksana untuk perusahaan ini adalah seseorang berinisial AHH yang terhubung dengan oknum anggota DPR berinisial ACH. Adapun jatah yang didapatkan PT SPM sebanyak 25 ribu paket. Selain itu, ada lagi PT Aqil Rafian Wanraf atau PT ARW yang beroleh 40 ribu paket, kemudian PT TIRA 35 ribu paket, dan PT Toima Jaya Bersama yang memperoleh 25 ribu paket. Keempat perusahaan ini menggunakan istilah bagi-bagi jatah kuota Bansos dengan nama yang mengelabui publik, yakni Bina Lingkungan.

Mengenai nama ACH yang disebut-sebut menjadi penunjuk rekanan Bansos, sumber Law-Justice di Komisi Sosial DPR mengatakan ada 3 nama yang sesuai dengan inisial tersebut. Penelusuran Law-Justice terhadap 50 anggota DPR yang duduk di Komisi Sosial juga bersesuaian dengan yang disebutkan sumber tersebut. Seperti yang dinyatakan Boyamin, ketiganya bukan dari fraksi yang sama dengan Herman dan Ihsan.

"Saya tidak menduga-duga, tetapi inisial ACH di komisi 8 ada 3 (orang)," kata sumber ini.

Korupsi Berjamaah Paket Sembako
Jaringan yang mengambil untung dari fee paket sembako ini juga diduga mengalir ke beberapa pihak yang berafiliasi dengan partai penguasa. Beberapa pihak mendorong, agar jaringan ini diungkap agar bisa memutus mata rantai jaringan korupsi dana bansos. Beberapa nama yang disebut termasuk Ketua Komisi III Herman Hery.

Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery disebut sebut namanya dalam kasus korupsi bansos yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Seperti diketahui kalau Herman hery dan Juliari berada di partai yang sama di PDIP.

Mensos Juliari Batubara saat memberikan bantuan sosial secara simbolis (Okezone).

Menanggapi hal tersebut, Herman Hery mengatakan kalau saat ini dirinya mengaku tidak pernah dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kasus korupsi bansos yang menyeret namanya.

“Saya sampai sekarang tidak dipanggil KPK,” kata Herman Hery saat dihubungi, Senin (15/02/2021).

Selain itu, nama Herman Hery juga disinggung menjadi salah satu pimpinan perusahaan, dirinya dengan tegas membantah dugaan pada dirinya tersebut. Menurutnya, selama menjadi Anggota DPR sejak 2004, ia menyatakan kalau dirinya tidak pernah duduk menjadi pemimpin perusahaan.

Selain nama Herman Hery, korupsi bansos juga menjerat nama salah satu Politisi PDIP yang juga merupakan Anggota Komisi II DPR yakni Ihsan Yunus. Diketahui saat menjadi Pimpinan Komisi VIII DPR RI nama Ihsan Yunus juga dikaitkan dengan korupsi Bansos.

Setelah namanya terseret dalam dugaan kasus korupsi Bansos, tidak lama nama Ihsan Yunus digeser menjadi Anggota Komisi II DPR RI. Posisinya di Pimpinan Komisi VIII DPR digantikan oleh Diah Pitaloka.

Sampai saat ini, Law Justice sudah coba menghubungi Ihsan Yunus namun belum mendapatkan konfirmasi dari yang bersangkutan terkait dengan kasus korupsi Bansos yang menyeret nama dirinya.

Politisi PDIP Hendrawan Supratikno menyatakan kalau kasus korupsi program bansos yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Batubara harus dikonstruksikan secara hukum. Hal tersebut terkait dengan munculnya istilah `madam` dalam kasus korupsi tersebut.

Mengenai munculnya istilah `madam` dalam kasus ini, Hendrawan mengatakan sebaiknya kasus korupsi bansos tersebut jangan dijadikan hal yang politis. Sebab, kasus yang berada sesuai ranah hukum bila dicampur dengan politik akan menjadikan fitnah.

"Jadi kalau ditambah tambah dengan narasi, spekulasi dan ilusi maka itu akan menjadi untaian fitnah," kata Hendrawan.

Hendrawan yang juga merupakan Anggota Komisi XI DPR RI tersebut juga menilai yang terpenting saat ini semua pihak bisa menahan diri dan bersabar sesuai dengan ketentuan proses hukum yang dilakukan KPK. Jangan sampai memunculkan spekulasi baru yang mendahului proses hukum yang sedang berjalan.

"Kita semua tentu harus bersabar menunggu proses hukum yang sedang ditangani KPK dan ini jangan sampai mendahului proses hukum yang berlaku," tandasnya.

Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan kalau sampai saat ini KPK masih terus bekerja dalam mendalami kasus korupsi Bansos dan tidak akan pandang bulu dalam mengusut kasus suap tersebut. Ia juga menyatakan kalau KPK akan terbuka ke publik dalam menyajikan informasi terkait kasus korupsi Bansos.

"KPK bekerja dengan asas tugas pokok KPK dan semua akan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, kita tidak pernah pandang bulu itu prinsip kami. Nanti pada waktunya akan dibuka di depan persidangan," ujar Firli, Senin (15/02/2021).

Untuk penetapan tersangka baru, Firli menegaskan kalau KPK masih terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi yang diduga mengetahui perkara dalam kasus korupsi bansos.

Sampai saat ini, Firli menyebut kalau KPK masih dalam proses mengumpulkan barang bukti untuk mencari titik terang dalam kasus bansos tersebut. Firli juga mengakui kalau KPK masih mencari tersangka baru dalam kasus dugaan suap pengadaan Bansos.

"Pada saatnya nanti pasti KPK akan menyampaikannya ke publik. Berikan kami waktu untuk bekerja," tegasnya.

Plt Juru Bicara KPK Bagian penindakan M Ali Fikri mengatakan saat ini KPK tidak akan menyampaikan materi penyidikan kepada publik. Meski begitu, KPK akan mengusut kasus perkara korupsi bansos sampai tuntas.

"Terkait materi penyidikan tidak bisa kami sampaikan kepada masyarakat secara detail, nanti pada waktunya akan dibuka di depan persidangan," kata Ali Fikri di Jakarta, Senin (25/01/2021).

Meski begitu, Ia mengatakan kalau KPK sangat terbuka menerima apapun informasi yang berkembang di masyarakat. Ali menegaskan bila KPK juga akan mengonfirmasi informasi tersebut kepada para saksi yang akan dipanggil untuk dimintai keterangan terkait perkara yang bersangkutan.

"Pemanggilan seseorang sebagai saksi dalam penyelesaian perkara tentu karena ada kebutuhan penyidikan," tegasnya.

KPK juga dilaporkan telah memeriksa sejumlah nama pada pekan ini yang berkaitan dengan kasus korupsi Bansos. KPK dijadwalkan memeriksa tiga saksi pada Hari Jumat (19/02/2021), yakni Pengacara Hotma Sitompul, Ketua DPC PDIP Kabupaten Kendal, Akhmat Suyuti dan juga istri Matheus Joko Santoso, Elfrida Gusti Gultom.

Ali Fikri menyebut bila pemanggilan terhadap ketiganya dilakukan untuk melengkapi berkas perkara tersangka pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso (MJS).

"Akhmat Suyuti (Ketua DPC PDIP Kab. Kendal) didalami pengetahuannya terkait dengan adanya pengembalian sejumlah uang oleh saksi yang diduga diterima dari tersangka JPB melalui perantaraan pihak lain sedangkan Hotma diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi data berkas perkara," paparnya.

"Kepada saksi (Istri MJS) akan dilakukan penyitaan berbagai dokumen yang terkait dengan perkara sekaligus dikonfirmasi perihal perolehan harta dari tersangka MJS (Matheus Joko Santoso) di tahun 2020," tambahnya.

Ali menyatakan tidak pemberhentian terkait penanganan bansos untuk wilayah bansos pada Tahun 2020. Proses penyidikan saat ini masih terus dilakukan antara lain dengan melakukan pemanggilan saksi untuk melengkapi pembuktian unsur pasal dalam berkas perkara.

"Jadi, kami tegaskan sama sekali tidak ada penghentian penyidikan untuk penanganan perkara dimaksud," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri.

Terkait penggeledahan, dia mengatakan hal itu bagian dari strategi penyidikan dalam upaya pencarian kelengkapan alat bukti sehingga mengenai tempat dan waktu kegiatan termasuk informasi yang dikecualikan menurut undang-undang.

"Penggeledahan maupun pemanggilan seseorang sebagai saksi adalah kebutuhan penyidikan bukan karena ada permintaan maupun desakan pihak lain," ucapnya.

Koodinator MAKI Boyamin Saiman menggugat KPK ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait penanganan perkara dugaan suap pengadaan Bansos Covid-19 yang menjerat eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.

Gugatan tersebut dilayangkan karena KPK telah menelantarkan kasus Bansos ini dengan tidak melakukan seluruh izin penggeledahan, serta tak kunjung melakukan pemanggilan terhadap Anggota Komisi II DPR fraksi PDIP Ihsan Yunus.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman. (Foto: Lokadata).

Boyamin juga telah melaporkan penyidik KPK ke Dewas karena tidak kunjung melakukan pemanggilan terhadap Politisi PDIP tersebut dalam dugaan kasus suap pengadaan bansos.

"Terkait Ihsan Yunus ini selama ini memang belum dipanggil berdasarkan penelusuan yang sudah kami lakukan," kata Boyamin kepada Law-Justice, Kamis (18/02/2021).

Boyamin mengaku heran kenapa sampai saat ini KPK belum melakukan pemanggilan terhadap Ihsan Yunus. Pasalnya, sudah berkali kali orang yang terafiliasi dengan Ihsan Yunus sudah dipanggil oleh KPK.

"Inikan mulai dari keluarganya sampai stafnya kan sudah dipanggil tapi saat nyangkut ke Ihsan Yunus ko ga dipanggil-panggil, makanya saya laporkan ini ke Dewan Pengawas," tandasnya.

Boyamin menilai minimnya penggeledahan yang dilakukan menghambat rampungnya berkas perkara Juliari Batubara dan dua mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemsos Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono selaku tersangka penerima suap. Untuk itu, MAKI mendesak pada KPK untuk segera memanggil Politisi PDIP Ihsan Yunus.

"Bahkan, dalam rekonstruksi yang dilakukan KPK terungkap adanya pemberian uang sebesar Rp1,5 miliar dan dua unit sepeda merk Brompton kepada Ihsan melalui Agustri Yogasmara yang disebut sebagai operator Ihsan Yunus," tandasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mendesak petinggi partai untuk mengambil keputusan tegas apabila ada kadernya yang tersandung kasus korupsi bansos atau pun modus korupsi yang lain. Menurut dia, parpol harus memberikan pendidikan kepada kadernya agar tidak menciderai kepercayaan masyarakat.

"Korupsi dana Bansos, ekspor benih lobster dan kasus-kasus korupsi yang melibatkan kader partai harus menjadi pelajaran bagi partai politik agar ke depan kasus korupsi yang menjerat kader partai tidak terjadi lagi," katanya.

"Pimpinan parpol perlu serius memberikan pendidikan kader tentang bahayanya dampak korupsi. Dampaknya tidak hanya merugikan rakyat tapi juga merugikan partai itu sendiri. Apalagi tingkat kepercayaan publik terhadap institusi partai masih rendah. Maka jika kasus korupsi yang menjerat partai politik terjadi terus menerus, maka akan semakin meningkatkan ketidakpercayaan masyarakat," tambahnya.

Dia juga bilang seharusnya parpol menjadi wadah kaderisasi bebas korupsi sebagai tujuan untuk mencapai tujuan.

"Dalam sistem politik di negeri ini, institusi partai memegang peranan penting dalam pembangunan karena partai menjadi kawah candradimuka untuk mencetak kader-kader bangsa menjadi wakil rakyat dan pemimpin daerah maupun nasional," ungkapnya.

Daftar Penyedia Sembako Bansos Kemensos 2020 Wilayah Jabodetabek

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh Law-Justice terdapat 109 perusahaan yang terafiliasi dengan penyaluran bansos untuk wilayah Jabodetabek pada tahun 2020. Diantaranya, CV. Bahtera Assa, PT. Trans Retail Indonesia, PT Bumi Pangan Digdaya (821 ribu paket), PT Andalan Pesik International (123 ribu paket), PT Pertani (575.236 ribu paket), PT Mandala Hamonangan Sude (758 ribu paket), PT Global Tri Jaya (100 ribu paket), PT Indoguardika Vendos Abadi (620 ribu paket), PT Andalan Gemilang Makmur (200 ribu paket), PT. Tridiaksi, PT. Arvin Anugrah Kharisma, Inkopol RI, PT Anak Bumi Indonesia. Nama perusahaan lainnya;

1. CV. BAHTERA ASSA
2. CV. HASIL BUMI NUSANTARA
3. CV. MOUNT CINO
4. KOPERASI RAKYAT SEJAHTERA
5. PRIMER KOPERASI SEHATI
6. PT PERTANI
7. PT PPI
8. PT. ANDALAN PESIK INTERNASIONAL
9. PT. ANUGERAH BANGUN KENCANA
10. PT. ASRICITRA PRATAMA
11. PT. BERKAH RAHAYU HANDAYANI
12. PT. BISMACINDO PERKASA
13. PT. BUMI PANGAN DIGDAYA
14. PT. DHARMA LANTARA JAYA
15. PT. FOOD STATION
16. PT. GALASARI AGRO NIAGA SEJAHTERA
17. PT. GALASARI GUNUNG SEJAHTERA
18. PT. GIRIMEKAR ABADI JAYA
19. PT. INDO NUFOOD INDONESIA
20. PT. RAVINDO MAKMUR ABADI
21. PT. TAHTA DJAGA INTERNASIONAL
22. PT. TRANS RETAIL INDONESIA
23. PT. TUJUH PUTRA BERSAUDARA
24. PUSKOP YUSTISIA ADIL MAKMUR
25. UD. SUMBER PANGAN NUSANTARA
26. PERUM BULOG
27. PT. RISKAINDO JAYA
28. PT. BERKAH CAHAYA PRATAMA
29. PT. AFIRA INDAH MEGATAMA
30. PT. SPARTAN MITRA SELARAS
31. PT. ANASTA FOXCONINDO
32. CV. NURANI CEMERLANG
33. PT. ANOMALI LUMBUNG ARTHA
34. PT. ELTRAN INDONESIA
35. PT. KARUNIA BERKAH SEJAHTERA
36. PT. LOKANANTA ROYALINDO
37. PT. TRIDIAKSI
38. PT. ARVIN ANUGRAH KHARISMA
39. INKOPPOL RI
40. PT. KRISHNA SELARAS SEJAHTERA
41. PT. RAKSASA BISNIS INDONESIA
42. PT. MIDO INDONESIA
43. PT. PANDAWA SENTRA KOMPUTIKA
44. PT. SUBUR JAYA GEMILANG
45. CV. KARYA MANDIRI CENTRAL
46. PT. MITRA KARUNIA LAKSANA
47. PT. LESTARI JAYANTHA NIRMALA
48. PT. ERA NUSA PRESTASI
49. PT. KIRANA CATUR ARJUNA
50. PT. GUNA NATA DIRGA
51. PT. JUNATAMA FOODIA KREASINDO
52. PT. KONSORSIUM EKONOMI KERAKYATAN
53. PT. LARAS MAKMUR SENTOSA
54. PT. WIRA CIPTA PERKASA
55. PT. DWI INTI PUTRA
56. PT. PUTRA SWARNABHUMI
57. PT. PUTRA BHUMI PHALA MANDIRI
58. PT. ALAM MEKAR JAYA
59. PT. REVAN RADITYA SEJAHTERA
60. PT. MULTI WIRA MANDIRI
61. PT. RESTU SINERGI PRATAMA
62. PT. MAJU GEMILANG MANDIRI
63. PT. REZEKI SELARAS MANDIRI
64. PT. TOTAL ABADI SOLUSINDO
65. PT. BHAKTI INTER NUSA
66. PT. TRIMEDIA IMAJI REKSO ABADI
67. PT. THARA JAYA NIAGA
68. PT. MANDALA HAMONANGAN SUDE
69. PT. GLOBAL TRI JAYA
70. PT. INDOGUARDIKA VENDOS ABADI
71. PT. MESAIL CAHAYA BERKAT
72. PT. INTEGRA PADMA MANDIRI
73. PT. SALAKANAGARA PUTRANUSA MANDIRI
74. PT. AQIL RAFIAN WANRAF
75. PT. TOIMA JAYA BERSAMA
76. PT. NDT INDONESIA
77. PT. BRAHMAN FARM
78. PT. DUTATEKNOLAYAN ABADITAMA
79. PT. INDOTAMA ARYANUSA
80. PT. HOHIAN PUTRA JAYA
81. PT. CIPTA MITRA ARTHA
82. PT. INTI JASA UTAMA
83. PT. GOSYEN SEJAHTERA UTAMA
84. PT. FAMINDO META KOMUNIKA
85. PT. RUBI CONVEX
86. PT. TIGAPILAR AGRO UTAMA
87. PT. KHARISMA PEMASARAN BERSAMA NUSANTARA
88. PT. RAJAWALI PARAMA INDONESIA*
89. PT. ANDALAN GEMILANG MAKMUR
90. PT. SRAYA DINAMIKA MANDIRI
91. PT. TALLU MASEMPO DALLE
92. PT. TARA OPTIMA PRIMAGRO
93. PT. BEKASI METAL INTI MEGAH
94. PT. AKHTAR RAIHAN MORA UTAMA
95. PT. BIG GROUP INDONESIA
96. PT. PELITA INDONESIA DJAYA
97. PT. AZURA CAHAYA ASIA
98. PT. CITRA MUTIARA BANGUN PERSADA
99. PT. TOPINDO RAYA SEJATI
100. PT. YEL KOMUNIAKTIF
101. PT. TRI PERKASA ABADI CEMERLANG
102. PT. KEDIRI SURYA NUSANTARA
103. PT. BINTANG SELATAN MAKMUR
104. PT. ANAK BUMI INDONESIA
105. CV. KARYA IMANUEL UTAMA
106. PT. ABADI RAKSA MANDIRI
107. PT. PITON JAYA SAKTI
108. PT. FIZTBAN BUMI INDONESIA
109. PT. DUTA PERMATA MEDIA

BPK Belum Tuntaskan Audit
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diminta oleh KPK untuk menghitung kerugian negara dan juga potensi raibnya uang dari praktik bantuan bansos ini belum merampungkan hitungannya. Menurut Anggota BPK Achsanul Qosasi, lembaganya terlambat menyelesaikan audit karena masalah kinerja akibat pandemi Covid-19.

"Mestinya sudah selesai, ini meleset dari deadline karena banyak KL yang WFH dan BPK belum berani ambil Keputusan khawatir salah assessment," ungkapnya saat dihubungi Law-Justice, Jumat (19/2/2021)

Dia juga mengatakan belum bisa memberikan kesimpulan dari hasil audit tersebut karena menyangkut beberapa nama dan lembaga. "Soalnya ini menyangkut kredibilitas orang sehingga kita harus hati-hati," tambah Achsanul.

Achsanul enggan membeberakan hasil awal dari audit dana bansos yang bergulir di tahun 2020. Sebab menurut dia, pemeriksaan dan audit masih berjalan. "Saya enggak boleh sampaikan, pemeriksaan belum selesai," tutupnya.

*Sejuta Akal Bulus Perusahaan Dadakan Vendor Bansos*

Jakarta, law-justice.co - KPK terus melakukan pengembangan dengan melakukan pemeriksaan terhadap 109 perusahaan yang mendapatkan jatah pengadaan bantuan sosial Covid-19. 

*ICW Duga Ada Pihak Internal KPK & Istana Ganggu Upaya Penyidikan Suap Bansos Covid-19*

Dari pengembangan itu, Law-Justice.co menelusuri ada beberapa perusahaan dadakan yang muncul untuk meraup jatah pengadaan bansos. Bahkan ada juga pemilik yang memiliki lebih dari satu perusahaan mendapatkan jatah bansos. Lantas bagaimana nasib penelusuran KPK terkait "Madam" dan berapa jatah setoran perusahaan peserta pengadaan kepada pejabat di Kemensos dan oknum kader parpol?

*Masyarakat Sangat Yakin Korupsi Bansos Bukan Cuma Permainan Juliari, tapi Ada King Maker dan Madam yang Bersembunyi*

Sebanyak 109 perusahaan diduga menjadi rekanan dalam penyaluran program bantuan sosial (Bansos) berupa sembako yang digagas oleh Kementerian Sosial (Kemensos). Dari informasi yang dihimpun, setidaknya Kemensos menyediakan anggaran Rp6,7 triliun sebagai nilai kontrak terhadap semua vendor yang penyalurannya terbagi dalam 12 tahap.

Adapun rekanan Bansos ini terdiri dari Perusahaan Umum (Perum), Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), Usaha Dagang (UD), hingga koperasi. Total paket yang dikerjakan para perusahaan mencapai 23.708.248 paket.

Salah satu perusahaan yang terlibat dalam rekanan ini adalah PT Salakanagara Putranusa Mandiri (SPM). Sumber Law-Justice yang mengetahui penunjukkan rekanan Bansos ini mengungkapkan PT SPM memperoleh kuota 25.000 paket dengan pelaksana bernama Abdul Hakim Haniefa. Abdul Hakim Haniefa yang juga bertindak sebagai Direktur PT SPM, kata sumber ini, memiliki akses dengan anggota DPR berinisial ACH.

Baca juga : Jokowi Tunjukkan Sikap Tak Mau Tuntaskan Kasus Tewasnya 6 Laskar FPI
Beberapa waktu lalu, nama ACH mencuat sebagai pemberi rekomendasi beberapa perusahaan yang mendapat jatah kuota pengadaan Bansos. Artinya, PT SPM merupakan perusahaan yang direkomendasikan langsung oleh ACH kepada Kemensos. Pihak lain yang ikut membantu ACH dalam proyek ini adalah PN, seorang pejabat eselon I di Kementerian Sosial.

Berdasarkan data perseroan di Direktorat Jenderal Administrasi dan Hukum Kementerian Hukum dan HAM, PT SPM berlokasi di lantai 4 Gedung Menara 165, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan. Data tersebut juga menunjukkan Muhammad Rummy Arafat bertindak sebagai komisaris perusahaan. Di laman Linkedin, Rummy merupakan direktur PT Wira Cipta Perkasa (WCP), perusahaan yang juga menjadi rekanan Bansos Kemensos.

Baca juga : Langgar Prokes, Lokasi KLB Demokrat Sibolangit Ditutup Satgas Covid-19

Law-Justice mencoba menyambangi tempat tersebut pada Kamis, 25 Februari 2021. Pantauan di lokasi, PT SPM tidak memiliki kantor perusahaan di lantai 4 gedung tersebut. Salah seorang marketing Menara 165, Ana, mengatakan PT SPM hanya menggunakan sarana virtual office di lantai tersebut.

Lokasi kantor virtual PT Salakanagara Putranusa Mandiri. (Foto: Law-Justice.co/Alfin Pulungan)

Ia menuturkan, PT SPM menyewa kantor virtual sejak 2018. Namun, akta notaris yang tertera dalam data Dirjen AHU Kementerian Hukum dan HAM, PT SPM baru berdiri pada 1 Juli 2020. Ana mengaku tidak mengetahui bidang usaha yang dijalankan PT SPM. Aktivitas pertemuan pihaknya dengan Abdul Hakim Haniefa pun terbilang jarang.
Melalui sambungan telepon kepada Law-Justice, Abdul Hakim Haniefa mengaku perusahaannya hanya menerima satu paket Bansos yang disalurkan pada bulan Juli 2020, tepat berdirinya PT SPM. Sementara, informasi yang diperoleh dari sumber Law-Justice mengungkapkan PT SPM memperoleh kuota paket jauh lebih dari itu, yakni 25.000. Haniefa mengelak saat disebut ihwal kuota yang diterima perusahaannya.

"Saya ikut cuma sekali, kalau ditanya kenapa cuma dapat sekali, memang cuma sekali, jadi saya juga enggak tau gimana jawabannya," ujarnya.

Haniefa juga menampik jika dirinya disebut memiliki koneksi dengan anggota DPR RI berinisial ACH yang memberikan rekomendasi rekanan bansos kepada Kemensos. "Enggak ada, bohong itu. Hubungannya apa dibuktikan saja," kata dia.

Sementara itu, Direktur PT WCP, Muhammad Rummy Arafat, mengatakan perusahaannya menerima kuota paket Bansos sebanyak 100.000 paket. Perusahaannya yang bergerak di bidang jasa minyak dan gas ini mendapat jatah penyaluran Bansos pada tahap 3 yang dijalankan pada Juni 2020. Rummy juga mengatakan PT WCP tidak terlibat dalam kasus penyuapan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara yang diduga menerima fee Rp10 ribu per paket Bansos dari sejumlah perusahaan penyedia Bansos.

"Kita sih full aja terima, enggak ada (pemotongan)," katanya.

Ihwal akses yang dimiliki Haniefa kepada ACH, Rummy mengaku tidak mengetahui hubungan tersebut sehingga memungkinkan terjadinya penunjukkan langsung oleh Kemensos. Ia bertindak sebagai komisaris di PT SPM karena memiliki hubungan saudara dengan Haniefa. Meski begitu, ia tidak mengetahui manajemen penyaluran Bansos yang dijalankan PT SPM.

Puan Bungkam
Law-Justice.co berusaha mendapatkan keterangan soal istilah "Madam" dalam konteks perbincangan antara tersangka suap bansos yang sudah ditangkap KPK. KPK menelusuri dan berusaha mendapatkan keterangan dari Ketua DPR Puan Maharani yang juga petinggi partai PDI Perjuangan.

Informasi yang diperoleh dari sumber Law-Justice menyebutkan sejumlah perusahaan milik Hapsoro Sukmonohadi, suami Ketua DPR RI Puan Maharani diduga menjadi dalang di balik rekanan Bansos yang ditunjuk oleh Menteri Sosial Juliari Batubara.

Ketua DPR RI Puan Maharani (Kabardaerah)

Law-Justice telah melayangkan permintaan klarifikasi sekaligus konfirmasi kepada Puan Maharani. Namun, surat elektronik mengenai permohonan jawaban yang diserahkan melalui anggota staf Puan pada Rabu, 24 Februari 2020, belum memperoleh balasan. Awalnya surat tersebut akan diserahkan langsung pada hari Law-Justice mengirimkannya kepada anggota staf Puan, Giyanto. Ia pun memastikan surat akan diterima Puan pada hari itu juga. "Siap diteruskan," katanya.

Namun, hingga berita ini diterbitkan, Puan tak memberikan jawaban. Saat dikonfirmasi kembali, Giyanto hanya menjawab, "Masih di dapil om," seraya memberikan titik peta lokasi.

Otak-atik Saksi Korupsi Bansos
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memeriksa beberapa perusahaan vendor penyalur bansos Covid-19. Salah satunya adalah dugaan keterlibatan perusahaan BUMN PT Pertani. Plt juru bicara KPK bagian penindakan M. Ali Fikri enggan memberikan pernyataan lebih lanjut mengenai pemeriksaan terhadap PT Pertani dalam kasus korupsi bansos yang telah menjerat Menteri Sosial nonaktif Juliari Batubara.

Ali mengatakan kalau saat ini KPK masih terus bekerja untuk menelusuri beberapa vendor perusahaan yang terlibat dalam kasus korupsi bansos. Dia juga mengatakan kalau lembaga antirasuah tersebut sudah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa perusahaan yang menjadi vendor dalam korupsi kasus bansos.

"Terkait materi penyidikan tidak bisa kami sampaikan kepada masyarakat secara detail, nanti pada waktunya akan dibuka di depan persidangan," kata Ali saat dihubungi.

Baru baru ini salah satu perusahaan vendor yang diperiksa oleh KPK terkait kasus tersebut adalah PT Cipta Mitra Artha. Beberapa waktu lalu, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap Direktur PT Cipta Mitra Artha, Vloro Maxi Sulaksono.

Vloro diperiksa sebagai saksi perihal kasus dugaan suap pengadaan bansos untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek tahun 2020. Pemeriksaan tersebut untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Matheus Joko Santoso (MJS).

Anggota DPR Ihsan Yunus diperiksa KPK terkait kasus korupsi bansos (Foto:Ghivary Apriman/Law-Justice.co)

"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka MJS," kata Ali Fikri melalui pesan singkat.

KPK belum memberikan keterangan penyidikan yang didalami terkait pemeriksaan terhadap Vloro Sulaksono. Terkait peran PT Cipta Mitra Artha dalam proyek bansos Covid-19, Law-Justice menerima informasi bahwa perusahaan tersebut mendapatkan kuota sebanyak 1,25 juta paket. Sedangkan untuk nilai kontrak yang diperoleh oleh PT Cipta Mitra Artha untuk kuota bansos mencapai kisaran Rp 337,5 miliar.

Selain itu, tim penyidik KPK juga telah melakukan penggeledahan Kantor PT Indoguardika Vendos Abadi dan CV Bahtera Assa untuk melengkapi data kasus korupsi bansos. PT Indoguardika berlokasi di Lantai 21 Tower Alamanda, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, sementara CV Bahtera Assa beralamat di Jalan Boulevard Raya, Grand Galaxy, Kota Bekasi, Jawa Barat.

PT Indoguardika Vendos Abadi disinyalir terafiliasi dengan orang kepercayaan Ihsan Yunus, yakni Agustri Yogasmara alias Yogas. Penyidik KPK juga sempat mengagendakan pemeriksaan terhadap saksi dari pihak perusahaan tersebut, yakni Adin Jaelani.

Sedangkan untuk Yogas sudah berkali-kali diperiksa oleh KPK terkait pendalaman kasus tersebut. Ia juga sudah menyerahkan dua sepeda merk Brompton pemberian salah satu tersangka kasus bansos kepada KPK.

Tim penyidik KPK juga telah menggeledah rumah politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ihsan Yunus pada hari Rabu (24/02/2021) di kawasan Pulo Gadung, Jakarta Timur.Meski sudah dilakukan penggeledahan, tim penyidik KPK tidak bisa menemukan satu dokumen apapun yang berkaitan dengan perkara dugaan korupsi bansos tersebut.

"Penggeledahan tersebut telah selesai dilakukan namun sejauh ini tidak ditemukan dokumen atau barang yang berkaitan dengan perkara ini," kata Ali.

Sebelumnya, penyidik KPK juga sudah menggeledah rumah orang tua Ihsan yang berada di Jalan Raya Hankam, Nomor 72, Cipayung, Jakarta Timur.

KPK melakukan penggeledahan kediaman anggota DPR Ihsan Yunus di kawasan Jakarta Timur (Foto:Ghivary Apriman/Law-Justice.co)

Penyidik KPK juga sudah memanggil Ihsan Yunus untuk diperiksa, namun yang bersangkutan mangkir beberapa waktu lalu. Sehingga KPK melakukan penjadwalan ulang untuk memanggil Ihsan Yunus pada hari Kamis (25/02/2021). Sayangnya, pemanggilan terhadap Ihsan Yunus terhalang proses administrasi karena yang bersangkutan telah digeser dari Komisi VIII DPR RI ke Komisi II DPR.

Ali menegaskan bahwa pemeriksaan Ihsan Yunus tetap diperlukan untuk lebih jauh menelusuri peran mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.

"M R Ihsan Yunus dikonfirmasi antara lain terkait dengan pengetahuannya mengenai pelaksanaan pengadaan bansos di Kemensos TA 2020 dan dikonfirmasi pengetahuannya mengenai adanya dugaan pembagian jatah paket bansos," kata Ali.

KPK juga tengah menelisik adanya keterlibatan sejumlah pihak di daerah. Baru-baru ini, yang diperiksa adalah Ketua Komisi DPRD Kabupaten Kendal, Munawir.

"Munawir didalami pengetahuannya terkait adanya dugaan aliran sejumlah uang yang diberikan oleh tersangka JPB (Juliari P. Batubara) ke beberapa pihak di daerah," kata Ali Fikri, Jumat (26/02/2021).

Sementara itu, Kementerian Sosial melalui biro humasnya tidak banyak memberikan jawaban. Permohonan resmi melalui surat kepada Kementerian Sosial hanya dijawab dengan melempar tanggung jawab keterangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Sebagai mitra kerja, Kementerian Sosial dan Komisi VIII DPR RI menjalin kemitraan konstruktif, sejalan dengan tugas-tugas dewan dalam fungsi pengawasan, legislasi dan anggaran," jelas surat yang dikirimkan Kementerian Sosial kepada Law-Justice.co

Selanjutnya, untuk pada tahun 2021, Kemensos melanjutkan 3 bantuan tunai untuk masyarakat terdampak pandemi Covid-19. Adapun bantuan tersebut dapat diperinci Program Keluarga Harapan (PKH) anggaran yang ditetapkan Rp28,7 triliun dengan target 10 juta KPM.

Penyalurannya dilakukan setiap 3 bulan sekali dalam 4 tahap (Januari, April, Juli dan Oktober) melalui melalui Bank HIMBARA (BNI, BRI, Mandiri dan BTN). Pada bulan Januari, disalurkan sebesar Rp7,17 triliun.

Sedangkan program Program Sembako/BPNT memiliki anggaran Rp45,12 triliun dengan target 18,8 juta KPM. Penyalurannya dilakukan setiap bulan, selama 6 bulan (Januari – Desember) melalui Bank HIMBARA (BNI, BRI, Mandiri dan BTN) dan agen yang ditunjuk. Per kepala mendapatkan Rp200.000/bulan/KPM. Total anggaran yang sudah disalurkan pada bulan Januari sebesar Rp3,76 triliun.

Lantas untuk program Bantuan Sosial Tunai (BST) memiliki anggaran Rp12 triliun dengan target 10 juta KPM dengan penyaluran dilakukan setiap bulan, selama 4 bulan (Januari – April). Program itu sendiri disalurkan melalui Bank HIMBARA (BNI, BRI, Mandiri dan BTN) dan agen yang ditunjuk dengan nominal Rp300.000/bulan/KPM.
Pada bulan Januari, BST disalurkan mencapai Rp3 triliun.

KPK Harus Transparan
Penanganan perkara korupsi bansos di KPK mendapat keraguan dari beberapa pihak. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, ada oknum-oknum di dalam tubuh KPK yang sengaja bergerilya untuk menghambat proses penyidikan kasus tersebut. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bahkan sampai mengajukan pra peradilan ke PN Jakarta Selatan karena berlarut-larutnya proses pemeriksaan terhadap beberapa saksi yang diduga kuat terlibat dalam bancakan dana bansos ini.

Terkait hal tersebut, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan mengatakan, kasus korupsi bansos merupakan momentum bagi KPK untuk kembali menunjukkan taringnya. Kepercayaan publik yang menurun terhadap era kepemimpinan Firli Bahuri, mendapat momentum dengan adanya kasus korupsi yang melibatkan partai penguasa.

“Indeks persepsi korupsi kita anjlok, kepercayaan publik pada KPK turun. Ini momentum tepat untuk mengusut tuntas kasus korupsi bansos agar KPK kembali mendapat kepercayaan publik,” kata Misbah kepada Law-Justice.

Karena itu, lanjut dia, KPK perlu transparan dalam proses penyidikan kasus ini. Bukan hanya menjelaskan peran yang dimainkan oleh mantan Mensos Juliari Batubara, namun juga menjelaskan siapa-siapa aktor lainnya yang diduga terlibat.

Data soal isi sembako bansos (Repro/SPRI)

“KPK perlu didorong untuk lebih transparan. Ada informasi secara reguler yang disampaikan terkait penelusuran peran dari pihak-pihak lain, karena mantan Mensos tidak mungkin main sendiri,” ujar dia.

Salah satu modus korupsi bansos ini adalah mekanisme penunjukan langsung terhadap vendor-vendor penyalur bansos. Seknas FITRA menilai, mekanisme penunjukan langsung memang rentan untuk terjadi praktik korupsi karena pasti akan ada konflik kepentingan. Misbah mendesak KPK untuk lebih aktif menelusuri pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan vendor-vendor yang bermasalah.

“Hal itu sebetulnya mudah sekali dilakukan. Perusahaan vendor pasti punya rekam jejak afiliasi dengan pihak-pihak tertentu,” ucap Misbah.

“Memang ini akan berat bagi KPK karena tersangka utamanya dari PDIP, pasti akan ada perlawanan politik. Menarik kita lihat, apakah KPK masih memiliki power. Seharusnya tetap bisa independen dan tidak takut pada kekuatan politik,” tutup Misbah.

*ICW Duga Ada Pihak Internal KPK & Istana Ganggu Upaya Penyidikan Suap Bansos Covid-19*

 Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga ada pihak-pihak internal dari KPK, yang mencoba mengganggu upaya penyidikan kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek yang melibatkan eks Mensos Juliari Batubara.

*Masyarakat Sangat Yakin Korupsi Bansos Bukan Cuma Permainan Juliari, tapi Ada King Maker dan Madam yang Bersembunyi*

Oleh karena itu, ICW meminta Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengawasi penanganan kasus tersebut.

*Parpol yang Terlibat Mega Korupsi Masal Wajib Dicabut Hak Politiknya , Bahkan Dibubarkan*

“ICW meminta kepada Dewan Pengawas untuk mengawasi secara ketat penanganan perkara ini. Jangan sampai ada upaya-upaya sistematis atau intervensi dari internal KPK yang berusaha menggagalkan kerja tim penyidik,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan yang diterima, Senin (15/2).

ICW mengingatkan internal KPK, termasuk pimpinan dan pejabat lainnya untuk tidak menghambat proses dengan cara melokalisasi kasus suap ini berhenti pada Juliari saja.

“ICW mengingatkan agar jangan sampai ada oknum-oknum di internal KPK, entah itu pimpinan, deputi, atau pun direktur, yang berupaya ingin melokalisasi penanganan perkara dugaan korupsi pengadaan paket sembako di Kementerian Sosial berhenti hanya pada mantan Menteri Sosial Juliari Batubara,” kata Kurnia.
 
ICW mencurigai hal tersebut karena KPK terkesan enggan memanggil sejumlah pihak yang diduga mengetahui sengkarut kasus ini.

Termasuk mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi PDIP Ihsan Yunus.

Tim penyidik sempat menjadwalkan memeriksa Ihsan Yunus pada Rabu (27/1).

Namun, pemeriksaan itu urung dilakukan lantaran Ihsan yang kini duduk di Komisi II DPR mengklaim belum menerima surat panggilan dari penyidik.

Hingga kini, tim penyidik belum menjadwalkan kembali pemeriksaan terhadap Ihsan Yunus.

“Sampai saat ini KPK terlihat enggan untuk memanggil beberapa orang yang diduga memiliki pengetahuan terkait pengadaan bansos. Terutama oknum-oknum politisi yang selama ini santer diberitakan media,” katanya.

Padahal, terdapat sejumlah hal yang sudah sepatutnya didalami dan dikembangkan tim penyidik terkait kasus ini.
 
Salah satunya mengenai alasan Kemensos memberikan proyek pengadaan jutaan paket sembako pada korporasi-korporasi tertentu.

Kurnia menjelaskan, berdasarkan regulasi LKPP, penunjukan langsung dalam keadaan darurat dapat dibenarkan jika korporasi tersebut pernah terlibat dalam pengadaan pemerintah dengan produk barang atau jasa yang sama.

Namun, kata dia, berdasarkan pengamatan ICW, ada beberapa korporasi yang baru berdiri kemudian langsung mendapatkan proyek sembako dari Kemensos.

“Bukankah itu sebuah kejanggalan yang mesti ditelusuri lebih lanjut? Apakah ada unsur nepotisme karena mereka memiliki kedekatan tertentu dengan Juliari,” kata dia. (FJR)

*Indeks Korupsi Anjlok Terendah - Terburuk Sejak NKRI Merdeka !!! , 5 Hal Ini Wajib Dilakukan Indonesia*

DEMOCRAZY.ID - Transparency International Indonesia (TII) merilis skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2020 sebesar 37, mengalami penurunan dari 2019 yang tercatat 40.

*JELANG 7 TAHUN REZIM JOKOWI, INDONESIA MAKIN KORUP: Lebih korup daripada Etiopia & Timor Leste*

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra menyebut ada lima hal yang harus dilakukan untuk memulihkan kembali indeks presepsi korupsi Indonesia.

*Masyarakat Sangat Yakin Korupsi Bansos Bukan Cuma Permainan Juliari, tapi Ada King Maker dan Madam yang Bersembunyi*
 
"Yang pertama adalah memperteguh political will, kemauan politik. benar-benar kemauan politik yang sungguh-sungguh," ujar Azra dalam diskusi bertajuk Meningkatkan Skor Indeks Presepsi Korupsi Indonesia secara daring, Kamis (11/2/2021).

Sebab, menurut Azra, political will di Indonesia kebanyakan hanya basa-basi dan gimmick belaka. 
 
Dicontohkannya saat dirinya hadir di Istana terkait revisi UU KPK. 

Padahal kata dia saat itu Presiden Joko Widodo bakal mempertimbangkan untuk mengeluarkan Perppu terkait UU KPK, namun hal itu tidak terjadi hingga saat ini.

Pakar Hukum Anggap Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2020 Jeblok

"Jadi menurut saya political will itu yg harus dibangkitkan, karena di berbagai penelitian dan survei pemberantasan korupsi kunci yg paling pertama political will, ketegasan, konsistensi dari pemimpin puncak," jelasnya.

Hal yang kedua,reformasi politik.

"Karena apa karena kenapa tidak ada political will, karena terjadinya konspirasi politik di situ persengkongkolan politik," jelas Azra.

Menurut Azra, hasil dari persekongkolan politik sangat berdampak kepada semua pihak terutama rakyat. 

Misalnya, mengesahkan undang-undang, perubahan undang-undang KPK, undang-undang minerba, UU Cipta Kerja yang tanpa melibatkan masyarakat sipil.

"Jadi oleh karena itu kita tahu semua ya kan, budaya politik itulah kemudian menciptakan misalnya money politics, yang merajalela di berbagai tingkatan. pemilu, Pilkada, pilpres itu semua itu melibatkan seperti itu ada itu money politics nya," kata Azra.

Hal ketiga,memulihkan KPK dan lembaga-lembaga penegak hukum lain seperti kejaksaan, kepolisian serta peradilan. 

Keempat, memulihkan kembali regulasi undang-undang antikorupsi.

"Kelima,ini mungkin agak jangka pendek bisa jangka panjang, yaitu membangun budaya antikorupsi di lingkungan pemerintahan, lingkungan birokrasi, maupun lingkungan masyarakat lebih luas. Misalnya membuat transaksi ataupun hubungan-hubungan yang harus melibatkan uang tidak lagi melalui pembayaran secara cash, tapi melalui transaksi elektronik atau transaksi digital ya," pungkasnya. [Democrazy/sdnw]
*Masyarakat Sangat Yakin Korupsi Bansos Bukan Cuma Permainan Juliari, tapi Ada King Maker dan Madam yang Bersembunyi*

Kasus korupsi bantuan sosial (bansos) diduga kuat bukan hanya melibatkan seorang mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, melainkan ada aktor lain yang lebih besar.

*Parpol yang Terlibat Mega Korupsi Masal Wajib Dicabut Hak Politiknya , Bahkan Dibubarkan*

Hal itu diyakini mantan aktivis Humanika, Andrianto yang mendukung hukum mati bagi koruptor bansos seperti disuarakan Gerakan Indonesia Beres (GIB) baru-baru ini.

*JELANG 7 TAHUN REZIM JOKOWI, INDONESIA MAKIN KORUP: Lebih korup daripada Etiopia & Timor Leste*

“Enggak mungkin hanya seorang Juliari Batubara semata. Pasti banyak pihak yang menikmati dana korupsi bansos ini, bukan hanya DPR, di luar DPR-nya juga,” ujar Andrianto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis malam (11/2). 

Andrianto pun mendukung upaya KPK untuk memberantas koruptor bansos sampai ke akar-akarnya.

Ia meyakini, korupsi bansos juga bukan hanya melibatkan satu institusi ataupun satu partai, melainkan melibatkan banyak institusi dan partai lainnya.

“Yang baru terungkap ini kan ada dua komisi, Komisi VIII dan Komisi III si HH (Herman Herry) dan IY (Ihsan Yunus) itu. Artinya enggak melibatkan satu komisi saja. Dugaan saya ada ‘king maker’ yang support korupsi bansos,” pungkasnya.

*JELANG 7 TAHUN REZIM JOKOWI, INDONESIA MAKIN KORUP: Lebih korup daripada Etiopia & Timor Leste*

Jakarta, 9 Februari 2021

Dalam laporan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2020 yang baru diluncurkan Transparency International (TI), posisi Indonesia anjlok 17 peringkat, menjadi 102 dari urutan 85 pada tahun sebelumnya. Dengan skor IPK 37, 

*Parpol yang Terlibat Mega Korupsi Masal Wajib Dicabut Hak Politiknya , Bahkan Dibubarkan*

Indonesia berada pada posisi yang sama dengan Gambia dan di bawah Etiopia yang bertengger di peringkat 94. Jauh tertinggal dari rerata IPK Asia Pasifik dan 180 negara yang disurvei, masing-masing dengan skor 45 dan 43.  

*Kasus Korupsi Bansos Trilliunan , MAKI Yakin Juliari Menutupi Sesuatu Di Kandang Banteng*

Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia berada di posisi 5, di bawah Timor Leste, negara yang lahir dari rahim ibu pertiwi. Skor IPK Timor Leste meningkat 2 poin, dari 38 ke 40. Sementara Indonesia mengalami penurunan 3 poin, dari 40 ke 37. Penurunan langsung 3 poin dalam waktu satu tahun merupakan kinerja terburuk Indonesia dalam IPK selama dua dekade terakhir, dan menjadi tertinggi ketiga secara global, menyusul Comoros dan Suriname, masing-masing turun 4 dan 6 poin. 

IPK merupakan indeks agregat untuk mengukur tingkat persepsi korupsi sektor publik, berdasarkan penilaian para pakar dan survei eksekutif bisnis, dengan rentang skor antara 0 dan 100. Skor 0 berarti sangat korup, sementara 100 berarti sangat bersih dari korupsi (lihat https://www.transparency.org/en/cpi/2020/index/nzl). 

Anjloknya IPK Indonesia di era pemerintahan Jokowi menunjukkan penyuapan, dan pencurian dana publik oleh pejabat negara dan politikus makin merajalela. 

Global Corruption Barometer (GCB) Asia 2020 yang dirilis TI akhir tahun lalu mengungkap bahwa Indonesia menjadi juara ketiga suap (bribery) di kawasan Asia, dengan India dan Kamboja berada di urutan pertama dan kedua. Yang lebih tragis, Indonesia menduduki posisi puncak dalam korupsi seks (sextortion) – memanfaatkan kekuasaan dan jabatan untuk kepentingan seks. 

Temuan GCB Asia 2020 konsisten dengan hasil survei TI 2020 yang mengonfirmasi makin buruknya IPK Indonesia, khusunya dalam setahun terakhir di masa pandemi Covid-19. 

Alih alih menjaga dan mengawal bantuan penanganan dampak pandemi Covid bagi rakyat, pemerintah dan DPR justru membuka jalan korupsi besar besaran melalui UU No.2 Tahun 2020 tentang penanganan pandemi Covid-19. Dengan UU ini, pemerintah memiliki kewenangan nyaris absolut untuk mengatur kebijakan keuangan negara selama masa pandemi, dengan mengabaikan fungsi penganggaran dan pengawasan DPR.

UU tersebut juga memberikan kekebalan hukum kepada aparat pemerintah. Sehingga, tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana jika terjadi penyelewengan yang merugikan negara. 

Di saat rakyat makin menderita akibat salah urus negara dan dampak negatif Covid-19, para koruptor berpesta pora menjarah uang negara. Sebut saja korupsi Bansos oleh eks Mensos Juliari Batubara, yang juga menjabat sebagai Wakil Bendahara Umum PDIP. 

Berdasarkan temuan BPKP, nilai bahan pokok per paket bansos hanya Rp.140-150 ribu, di luar biaya distribusi dan “goodie bag”, sebesar Rp.30 ribu, yang juga dipotong. Artinya, lebih dari 40% nilai Bansos Sembako Jabodetabek, dengan total anggaran Rp. 6,8 triliun, disunat Juliari, bekerjasama dengan sejumlah pejabat Kemensos, elit PDIP dan lingkaran utama kekuasaan. 

Sekitar dua minggu sebelumnya, pada akhir November 2020, eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dari Gerindra terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK atas gratifikasi izin ekspor benih lobster, dibantu kader partai banteng. Dan sepanjang tahun 2020, KPK telah melakukan OTT terhadap sejumlah kepala daerah seperti Bupati Banggai Laut dan Walikota Cimahi. Keduanya kader PDIP. 
 
Sebelum Covid, menjelang Pilpres 2019, korupsi politik juga merebak dengan kerugian negara yang fantastis. Dalam kasus mega skandal Jiwasraya dan Asabri, misalnya, negara dirugikan tidak kurang dari Rp. 38 triliun. Skandal korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia merdeka. Jauh lebih besar daripada kasus BLBI, skandal Bank Century, proyek e-KTP, dll. 

Memang terjadi lonjakan kasus korupsi selama beberapa tahun terakhir. Dari data rekap tindak pidana korupsi di KPK, terungkap hampir 600 kasus antara 2015 dan 2019, lebih dari dua kali lipat dibandingkan 250 kasus korupsi selama lima tahun sebelumnya (lihat https://www.kpk.go.id/id/statistik/penindakan/tpk-berdasarkan-jenis-perkara).  

IPK yang merosot tajam juga menggambarkan absennya kemauan politik negara dalam pemberantasan korupsi. KPK, yang menjadi “harapan” publik untuk memerangi korupsi, telah dikebiri rezim Jokowi melalui serangkaian rekayasa politik, mulai dari kriminalisasi pimpinannya pada tahun 2015 hingga revisi UU KPK yang memberangus kewenangan lembaga anti-rasuah ini.  

Selain itu, kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan, pada April 2017, hingga kini menjadi misteri. Rezim Jokowi enggan mengusut tuntas dan membuka otak di balik penyerangan sadis ini. Hanya pelaku lapangan, diduga pemeran pengganti, yang dihukum ringan.

Lebih jauh, korupsi politik yang meluas dan makin buas manandakan suburnya oligarki di era Jokowi. Dengan aset nyaris tanpa batas yang mereka kuasai (di mana kekayaan empat orang super kaya setara kekayaan 100 juta rakyat biasa), para oligark mendikte pilihan sistem dan kebijakan negara.  

Para oligark tidak saja bertindak sebagai pemodal (sponsor) politik, namun sebagian  menjadi pemain utama dengan memiliki parpol dan terjun dalam kontestasi elektoral. Sebagai sponsor politik, uang para oligark mengalir dengan bebas ke partai politik, dan pemilu/pilkada. Sehingga, politik transaksional dan transaksi politik makin marak dalam keseharian politik Indonesia. 

Ketika berkuasa, parpol dan politikus “dituntut” untuk mengembalikan modal politik dengan menyalahgunakan kekuasaan (korupsi) demi eksistensi partai, keuntungan pribadi, dan balas jasa kepada para oligark sebagai sponsor. 

Tidak heran, tiap kali KPK melakukan penangkapan, selalu ada “perwakilan” parpol, terutama parpol koalisi pemerintah, yang terlibat atau menjadi otak perampokan uang rakyat. Dan hampir setiap korupsi politik (grand corruption) memiliki keterkaitan dengan episenter kekuasaan. 

Seturut dengan itu, kecurangan politik elektoral di pusat dan daerah, terutama politik uang, makin merajela.  

Coba bandingkan! Pada pemilu 2009, sekitar 11% pemilih terpapar politik uang, kemudian naik tiga kali lipat mencapai sepertiga pemilih, pada pemilu 2014 dan 2019 (lihat Muhtadi 2018, Aspinall & Berencshot 2019, Mietzner 2019). Hal ini mengantarkan Indonesia menjadi negara nomor 3 dengan tingkat politik uang paling tinggi. Menyusul Uganda dan Benin, dua negara di kawasan Afrika. 

*Dibutuhkan Upaya Radikal*

Dengan realitas korupsi politik yang makin buas, dibutuhkan terobosan radikal. Melampaui rumus “Korupsi = Monopoli + Diskresi – Akuntablitas”, hasil formulasi Robert Klitgaard (1988).

Selain pembenahan teknis teknokratis di hilir, seperti manajemen keuangan publik yang transparan dan akuntabel; reformasi dan peningkatan kapasitas birokrasi; pembatasan monopoli dan diskresi para pejabat, dll; harus ada kemauan politik untuk mengatasi akar persoalan di sektor hulu perpolitikan. 

Tanpa pembenahan sumber masalah di hulu, semua solusi teknis tidak efektif, ibarat menggarami lautan. Karena faktanya, sejak reformasi bergulir, termasuk pembentukan KPK pada 2002, korupsi tidak berkurang tapi meluas di semua lini pemerintahan dan sektor pembangunan. 

Dus, dibutuhkan sanksi berat seperti pembekuan atau pembubaran parpol, dengan kriteria terukur dan obyektif, dalam hal: kader parpol terjerat korupsi, uang korupsi mengalir ke parpol, parpol atau kader parpol terlibat politik uang, parpol atau kader parpol menerima uang dari para sponsor dalam jumlah tidak wajar atau melebihi ketentuan.    

Pada saat yang sama, pembiayaan parpol dari kas negara perlu dinaikkan dari yang berlaku saat ini (hanya Rp. 1.000 per suara untuk DPR dan Rp. 1.500 per suara untuk DPRD), sehingga operasional parpol tetap terjaga. Penyesuaian bantuan APBN/APBD untuk parpol dalam batas rasional tidak saja membantu menekan ketergantungan parpol pada dukungan pendanaan oligark. Tapi sekaligus mencegah parpol mengeksploitasi sumber daya negara dengan dalih desakan biaya hidup partai.   

Untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan & sumber daya negara saat pilpres, harus dipastikan capres/cawapres petahan menjalani cuti selama masa kampanye. Ketentuan ini juga menciptakan “level playing field” bagi semua kontestan pilpres. Saat ini, hanya calon petahana di pilkada yang diwajibkan menjalani cuti di luar tanggungan negara.    

Selanjutnya, sanksi diskualifikasi harus dijatuhkan kepada kontestan elektoral, baik calon eksekutif maupun legislatif di pusat dan daerah, jika terbukti menebar politik uang atau menjadi tersangka tindak pidana korupsi.  

Masih panjang daftar masalah dan langkah-langkah radikal yang dibutuhkan, seperti penguatan literasi politik warga dan agamawan, kebebasan dan imparsialitas pers, independensi KPK, sanksi sosial terhadap para koruptor, dlsb. 

Tapi saya akhiri tulisan ini dengan mengingatkan bahwa semua upaya tersebut sangat tergantung pada kemauan dan keberanian politik presiden sebagai sebagai episenter kuasaan, sekaligus “chief of staff”, dalam perang melawan korupsi dan oligarki – dua sisi dari sekeping mata uang. 

Tidak masuk akal mengharapkan kejahatan korupsi akan surut manakala sang “chief of staff” lahir dari rahim oligarki, dan kekuasaan politiknya bertumpu pada kekuatan modal para oligark.  Memerangi korupsi dan oligarki berarti memerangi dirinya sendiri. Harakiri politik!
*Parpol yang Terlibat Mega Korupsi Masal Dicabut Hak Politiknya , Bahkan Dibubarkan*

Kamis, 28 Januari 2021 17:16 WIB

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto mempertanyakan wacana pelarangan mantan anggota HTI mengikuti pemilu, dari pilkada (pemilihan kepala daerah), pileg (pemilihan legislatif), hingga pilpres (pemilihan presiden).

*Kasus Korupsi Bansos Trilliunan , MAKI Yakin Juliari Menutupi Sesuatu Di Kandang Banteng*

Dia mengakui memang berdasarkan putusan Menkumham tahun 2017, status BHP (Badan Hukum Perkumpulan) HTI memang telah dicabut.

*Anggota DPR : Isu Siswi Nonmuslim Berjilbab Dimanfaatkan Rezim Penguasa untuk Alihkan Mega Scandal Korupsi Bansos Trilliunan !!!*

Namun, menurutnya tidak ada fakta jika wacana larangan itu dibuat atas dasar asumsi kesalahan yang telah dibuat HTI.

"Bila ketentuan itu (larangan eks HTI ikut Pemilu) dibuat berdasar atas kesalahan yang dibuat oleh HTI, coba tunjukkan kesalahan apa yang telah dibuat oleh HTI sedemikian sehingga harus dibuat ketentuan seperti itu?," kata Ismail saat dihubungi Tribunnews, Kamis (28/1/2021).

Ismail menegaskan, HTI tak pernah melakukan pemberontakan, separatisme ataupun terlibat dalam kasus kriminalitas lain misalnya korupsi.

Sementara, dia mengatakan ada partai politik yang banyak kadernya terlibat korupsi justru dibiarkan saja.

Menurutnya, hal semacam itulah yang seharusnya hak politiknya dicabut bahkan dibubarkan.

"Pernahkah HTI berontak, melakukan separatisme, terlibat  dalam kriminalitas atau korupsi? Tidak sama sekali," ujarnya.

"Sementara di depan mata jelas-jelas sekali ada partai yang banyak kadernya terlibat korupsi malah dibiarkan saja? Mestinya partai semacam inilah yang harus dicabut hak politiknya, bahkan bila perlu dibubarkan," imbuhnya.

Diketahui, draf RUU Pemilu terbaru mencantumkan eks HTI dilarang mengikuti semua kegiatan Pemilu, baik Pilkada, Pileg, maupun Pilpres. 

Dalam draf itu, tepatnya pada Bab I Peserta Pemilu pada Pasal 182 ayat (2) dijelaskan terkait aturan dan syarat calon peserta untuk mengikuti Pemilu atau mencalonkan diri dalam pemilu. 

Kemudian pada huruf jj pasal tersebut dijelaskan bahwa eks anggota HTI dilarang mengikuti pencalonan diri dalam pemilu. 

"jj. bukan bekas anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)," begitu tertulis dalam draf itu.
 
https://m.tribunnews.com/nasional/2021/01/28/eks-jubir-hti-mestinya-parpol-yang-terlibat-korupsi-dicabut-hak-politiknya-bahkan-dibubarkan

*Christ Wamea : Ingat Bencana Ingat FPI , Ingat Curi Bansos dan Korupsi Ingat PDIP - PKI Perjuangan*

Selama ini FPI Identik dengan Relawan yang selalu Siaga ditempat Bencana meskipun tidak ada peliputan dari Media Media TV Kafir Indonesia

*Majalah Tempo Dengan Berani memberitakan bahwa JATAH untuk MADAM tidak DIPOTONG.Jadi Madam dapat bersih dari uang maling Bansos dana Covid untuk rakyat miskin...?*

Enam Tahun Terakhir Setiap Mega Kasus Korupsi selalu Identik dengan Kader PDIP - PKI Perjuangan dan yang paling Biadab adalah Maling Dana Bansos 😡😡😡😡😡

*Kasus Korupsi Bansos Trilliunan , MAKI Yakin Juliari Menutupi Sesuatu Di Kandang Banteng*

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai Juliari Peter Batubara (JPB) tengah menutupi sesuatu. Hal tersebut menyusul sikap tersangka suap bantuan sosial (bansos) Covid-19 itu yang tidak kooperatif saat menjalani pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

*Anggota DPR : Isu Siswi Nonmuslim Berjilbab Dimanfaatkan Rezim Penguasa untuk Alihkan Mega Scandal Korupsi Bansos Trilliunan !!!*

“Pasti ada yang ditutupi. Namun saya yakin KPK mampu menelusuri bukti-bukti keterlibatan pihak lain,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Jakarta, Ahad (24/1).

*97% Sosok Madam Di Mega Kasus Bansos Sudah Terdeteksi*

Dia mengatakan, KPK tentu bakal dapat menangkap pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Boyamin berpendapat, lembaga antirasuah itu dapat menelusuri pola pengadaan bansos Covid-19.
 
“Karena ini terkait beberapa perusahaan yang tentunya melibatkan transaksi berbagai pihak,” katanya.

Dia mendesak KPK untuk menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap Juliari. Dia mengatakan, hal tersebut guna menelusuri aliran dana sehingga mampu mengungkap semua pihak yang terlibat dalam perkara tersebut.

Lebih lanjut, dia menilai, KPK juga perlu mengancam Juliari dengan dengan dakwaan hukuman mati menyusul sikapnya yang tidak kooperatif tersebut. Ancaman hukuman mati bagi pelaku korupsi anggaran pandemi Covid-19 sebelumnya sempat disinggung Ketua KPK Firli Bahuri.

“Betul, terapkan pasal 2 ayat 2 ancaman hukuman mati,” kata Boyamin lagi.

Adapun pasal yang dimaksud adalah Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001. Pasal menyebutkan bahwa “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.”

Sebelumnya, Deputi Penindakan KPK Karyoto mengungkapkan Juliari masih bungkam terkait kasus yang menjeratnya itu. Dia mengatakan, hal itu menyebabkan KPK jarang memeriksa mantan menteri sosial (mensos) tersebut.
 
Dia mengatakan, akan menjadi pekerjaan yang sia-sia jika pemeriksaan terhadap JPB dilakukan hingga memakan waktu panjang namun tidak memiliki hasil. Dia melanjutkan, KPK lebih baik memeriksa saksi-saksi lain guna mendapati konstruksi perkara tersangka.

“Sekarang, kalau ada seorang yang mempunyai informasi dia tidak mampu membuka sama sekali kan kita cari. Biarin saja mereka nggak mau ngaku, tapi kita cari pendukung yang ke arah sana, gitu loh,” katanya.

Seperti diketahui, Juliari disebut-sebut menerima suap Rp 17 miliar dari “fee” pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek. Suap tersebut diterima politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu melalui dua tahap.

Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.(ljj)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.