Aksi Damai, Massa Berharap 19 Terdakwa Dibebaskan Hakim
The Jambi Times, BATANG HARI | Sebelum terbitnya izin lokasi PT REKI di Provinsi jambi, Petani SPI Jambi semenjak 2007 telah melakukan pemulihan terhadap kerusakan hutan yang oleh PT Asialog dan inhutani sebagai tempat berladang untuk menopang ekonomi keluarga. Berbagai jenis tanaman kini sebagai telah berproduksi dan perkampungan telah terbangun tertata dengan baik.
Semenjak 2010 saat PT REKi mendapat izin Menhut MS Kaban seluas 98.555 hektare hutan,di provinsi Jambi 46.385 Ha terletak dikabupaten Batang Hari dan Sarolangun dan sisanya terletak di Sumatera Selatan.
Konflik Agraria kian akut dan meningkat, Pencaplokan sumber agraria oleh Kongsi Nasional dan Internasional sebuah Konsorsium ini didanai oleh NABU, KFW , bank Jerman dan DKK tak mampu menyokong Manajemen PT REKI untuk menyelesaikan berbagai konflik dengan berbagai kelompok dan organisasi sosial. hingga berdampak pada Pelanggaran HAM serius yang disistematisasi dengan cara kriminalisasi, Pengusuran, bahkan tindak kekerasan fisik serta pembakaran rumah petani.
Dalam persidangan saksi PT REKI menyebut 17.000 hektar lahan petani berada di areal konsesi PT REKI dan ketiika PT REKI mendapatkan konsesi di Jambi pada tahun 2010 seluas 10.000 ha lahan.
Dari awal konsesi PT REKI bermasalah hingga lebih dari 35% areal konsesinya tidak dikuasai oleh PT REKI namun merupakan perladangan Petani. Sebuah pusaran konflik besar yang terus meningkat.
Dari persoalan agraria yang masih berlangsung kini konflik akibat kehadiran PT REKI telah meluas pada konflik tata batas antara Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi.
Wilayah Pangkalan ranjau yang merupakan bagian dari wilayah Desa Tanjung Lebar Muaro Jambi dihuni oleh 800 KK sebagian besar dari mereka memiliki dokumen kependudukan Muaro jambi.
“ Warga Pangkalan Ranjau Desa tanjung Lebar Kab Muaro Jambi masih berkonflik dengan PT REKI.
Jelas Pangkalan Ranjau dan Tanjung Lebar adalah wilayah dan penduduknya secara administrasi mereka warga Muaro Jambi bukan warga Batang Hari, sampai saat ini belum ada Permendagri yang menyatakan tata batas kedua kabupaten disana, petani yang saat ini jadi terdakwah mereka berada di wilayah Desa Tanjung Lebar Muaro Jambi, jadi secara prosedur proses penangkapan mereka salah, untuk itu kami meminta Majlis Hakim yang mulia membebaskan mereka” jelas Sarwadi Ketua DPW SPI Jambi, Senin (09/03/2020)di Pengadilan Negeri Batang Hari.
Pemerintah Pusat telah berusaha menjalankan dan memajukan amanah UUPA no 5 Tahun 1960. Untuk menuntaskan konflik agraria disektor kehutanan yang mengalami kebuntuan Presiden Ir Joko Widodo memberikan jalan keluar dengan mengeluarkan Perpres No 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan hutan di sektor Kehutanan dan mempertegasnya dgn mengeluarkan Perpres N0 86 tahun 2018 Tentang Reforma Agraria.
Namun akibat ketidakfahaman terhadap mekansime penyelsaian konflik kehutanan ini Tim Karhutla bersama Polres Batang Hari pada 22 September 2019 tanpa menunjukkan surat penangkapan telah menangkap 19 orang petani Sungai Jerat Desa Tanjung Lebar dengan tuduhan Karhutl.
Sementara pada saat penangkapan mereka sedang berada di warung, di rumah dan dalam perjalanan saerta tidak sedang melakukan pembakaran lahan maupun perambahan.
“Sejalan dengan pandangan Saksi Ahli JPU dan Saksi Ahli terdakwa maka Instrumen Hukum untuk Penyelesaian Konflik disektor kehutanan itu sudah ada, mestinya PT REKI dan Penegak Hukum Penjaga konstitusi berpedoman pada Perpres No 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan hutan di sektor Kehutanan, Perladangan Petani dan perkampungan dengan fasum dan fasos tersedia cukup sebagai pertimbangan dasar Penegak Hukum untuk justru tidak gegabah dalam bertindak, sehingga tidak merampas hak hak kemanusiaan para petani” sebut Azhari lagi.
Pada 22 September 2019 sejumlah warga Sungai Jerat RT 10 Desa Tanjung Lebar Kecakatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi di tangkap oleh tim Gabungan Polres Batang Hari dan Tim Karhutla, 19 orang petani di tangkap tanpa surat penangkapan.
Pada fakta persidangan, berdasarkan kesaksian yang di ajukan oleh JPU, keterangan para terdakwa dan keterangan saksi lainya, mereka di tangkap oleh Polres Batang Hari ditempat yang jaraknya 2 sampai 7 kilo dari TKP Kebakaran lahan.
“Resolusi 73/165 tentang Hak Asasi Petani oleh PBB sebagai Instrumen HAM jelas menyatakan bahwa Petani dan Pemuda-Pemudi yang bekerja di Pedesaan harus dilindungi dari kekerasan dan tindakan semena-mena aparat, ini hak paling asasi agar petani bisa memberi makan keluarga dan dunia, sungguh sangat memalukan jika aktor pelanggar HAM itu dilakukan oleh Perusahaan berkedok melestarikan hutan tapi justru langgeng merampas tanah rakyat sekaligus mengkrimnalisasinya, untuk itu kami Gema Petani Jambi meminta Majlis Hakim dengan lantang menolak intervensi Korporasi, Kami meminta Majlis Hakim Membebaskan terdakwah demi Keadilan dan Konstitusi” ungkap Yoggy E Sikumbang Ketua umum Gema Petani (Gerakan Mahasiswa Petani Indonesia) Jambi.
Untuk itu kepada Majelis Hakim yang menangani kasus ditangkapnya Petani Sungai Jerat Desa Tanjung Lebar Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi kami sampaikan ;
Sebagaimana disampaikan oleh Saksi PT REKI bahwa 17.000 ha lahan sudah dikuasai petani.
Saksi PT Reki Mengakui bahwa seluas 10.000 ha lahan petani sudah ada sebelum izin PT Reki di terima pada tahun 2010.
Para terdakwa ditangkap tidak sedang membakar lahan, namun ditangkap diwarung, di rumah dan diperjalanan dengan paksaan.
Mereka para terdakwa berada di wilayah Desa Tanjung Lebar Kab Muaro Jambi Bukan Batang Hari.
Untuk menyelesaikan Persoalan Konflik di sektor Kehutanan Presiden RI telah mengeluarkan Perpres No 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan hutan .
600 ha lahan di areal PT REKI telah terbakar dan PT Reki tidak mampu memadamkan api.
Untuk itu kami segenap massa aksi solidaritas kemanusiaan,Rakyat , Petani , Mahasiswa, Tim Advokasi Hak Asasi Petani, menyatakan sikap atas semua proses hukum dan fakta persidangan
Kami mendukung Hakim Yang Mulia Demi Menjaga Marwah Peradilan Negeri Muara Bulian untuk memutus sesuai fakta persidangan demi melindungi Hak Asasi Petani dan HAM.
Bahwa demi keadilan atas nama Ketuhanan YME berdasar fakta persidangan dan kesaksian yang di ajukan pihak JPU, Keterangan Para Saksi fakta, Saksi Ahli, dan Saksi lainya serta Keterangan Terdakwa agar memutuskan Semua terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan.***