Mengapa Menolak Ahok di BUMN?
Emrus Sihombing Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner
Memang
keberadaan Ahok acapkali menimbulkan pro dan kontra di ruang publik.
Ketika ia jadi gubernur, ucapanya pun memunculkan respon yang
beragam. Bahkan berujung di meja sidang pengadilan yang "mengirimnya"
ke lembaga pemasyarakatan negeri ini.
Kali
ini, ia pun digadang-gadang untuk duduk di posisi puncak di salah satu
BUMN yang selama ini diduga banyak masalah mulai dari manajeman yang
tidak transparan, adanya koruptor yang "bersarang", hingga kemungkinan
adanya praktek "kongkalikong" di BUMN tersebut.
Melihat
rekam jejak seperti kejujuran, transparansi pengelolaan. keberanian,
anti kemapanan, pendobrak kekakuan birokrasi, dan kerja keras yang luar
biasa dimiliki oleh seorang Ahok, menurut hemat saya, ia sangat pantas
di posisi dirut di salah satu BUMN yang selama ini sangat bermasalah.
Tugas utamanya "membongkar" kemapanan yang sangat merugikan negara
selama ini. Menurut saya, sebaiknya Ahok diposisikan sebagai Dirut
Pertamina.
Namun, wacana kemungkinan Ahok di
posisi puncak di BUMN yang bermasalah tersebut tampaknya tidak berjalan
mulus. Ada saja pro dan kontra yang mewarnainya.
Lihat
saja ruang publik kita pekan ini, resistensi terhadap Ahok mulai
bermunculan dengan berbagai argumentasi yang yang dibangun secara logik.
Tujuannya bisa saja agar jangan sampai Ahok memimpin BUMN yang melilit
setumpuk masalah yang sudah menjadi "a-budaya" di BUMN yang bersangkutan
selama ini. Praktek penyimpangan seolah sudah "pemakluman".
Terlepas
dari pro terhadap sosok Ahok kemungkinan memimpin BUMN bermasalah
tersebut, hal yang sangat menarik didiskusikan perlu "mengenal" siapa
saja kemungkinan mereka yang kontra tersebut dari sudut lontaran
komunikasi yang "ditembakkan" ke ruang publik. .
Dari
aspek tindakan komunikasi yang dilakukan oleh orang yang menolak Ahok,
secara hipotesis mereka setidaknya berada pada empat kategori, sebagai
berikut:
Pertama, orang yang murni
berkeinginan agar Ahok tidak masuk menjadi pimpinan di BUMN karena
mereka tidak setuju dengan karakter Ahok selama ini yang acapkali memang
tampak kurang humanis.
Kedua, orang yang
boleh jadi mengganggu kepentingannya selama ini dan yang akan datang
bila mana Ahok benar-benar duduk sebagai pemimpin di BUMN tarkait.
Ketiga,
orang yang bisa jadi ada aktor tertentu di belakangnya yang merasa
terusik atas kemapanan selama ini yang terkait dengan berbagai
kepentingannya.
Keempat, orang mencoba
"menanam saham" manakala benar-benar Ahok menjadi pimpinan BUMN
tertentu. Bila mana Ahok "membongkar" berbagai masalah yang bisa jadi
terkait dengan orang yang bersangkutan, maka serta merta menyebutnya
sebagai tindakan balas dendam karena pernah menolak Ahok akan duduk
sebagai petinggi di BUMN tersebut.
Untuk
mengkonfirmasi empat atau lebih kategori tersebut, haya waktulah yang
mengujinya bilamana Ahok benar-benar sudah ditempatkan di BUMN dengan
posisi sangat strategis.