Ahok Cuma Kelas Glodok? " Tanggapan untuk Rizal Ramli"
Ditulis oleh: Babo EJB
Rizal
Ramli sebagai mantan Menteri dan pengamat ekonomi kawakan, tidak
seharusnya tendesius terhadap Ahok dengan menyebut “ Ahok cuma kelas
Glodok”., sehingga tidak pantas memimpin BUMN sekelas Pertamina. Satu
satunya yang saya tidak suka adalah apabila ada orang menyerang secara
personal, apalagi dikaitkan dengan rasis dan bersifat pembunuhan
karakter. Saya ingin membuka gambar utuh terhadap satire merendahkan
dengan sebutan “ kelas Glodok”.
Ok. Semua tahu
kalau glodok itu identik dengan etnis China. Apa salahnya kelas Glodok.
Rendah? Pastinya tidak. Mereka pedagang ulet yang tidak dapat fasilitas
dari pemerintah. Mereka berdagang di kios yang harganya mahal. Mereka
tidak dapat fasilitas lapak kaki lima di trotoar atau bahu jalan, yang
bayar ala kadarnya. Mereka bayar pajak dan tidak hidup dari subsidi.
Mereka tidak berbisnis rente yang menguras APBN lewat proyek fiktif atau
mark up. Mereka tidak terlibat mafia komoditas yang mengontrol stok dan
harga, yang mengakibatkan ekonomi nasional tidak efisien. Mereka
terbiasa berkompetisi dan mengambil resiko karena itu.
Namun
apakah kehidupan “ kelas Glodok” itu lebih rendah dari kelas pejabat
dan atau ekonom? Tidak. Mereka yang berdagang di GLodok itu punya
standar penghasilan kelas menengah atas. Sebagian besar putra putri
mereka sekolah di Amerika. Tinggal di real estate. Liburan di pusat
wisata kelas dunia. Mereka bukan komunitas kaleng kaleng yang ngeluh
rumahnya digusur. Yang mengeluh pasar sepi pengunjung. Mereka tangguh
dan kreatif mengatasi masalah yang tidak ramah. Mental mereka bukan
mental KW yang doyan nasi bungkus dan uang lendir.
Apakah
kehidupan seperti “kelas glodok “ itu mudah? tidak! Pastinya butuh
kecerdasan luar biasa untuk survival. Tapi pastinya lebih mudah hidup
sebagai Rizal Ramli. Pengamat ekonomi, modal cuma congor dapat uang.
Modal retorika dapat fee. Modal kasak kusuk dapat jabatan Menteri dan
hasilnya hanya cerita tanpa bukti , dan pantas dipecat. Modal gaya
intelek dapat istri artis yang janda. Tentu dengan kemudahan dan
kemelimpahan pujian itu memabuat RR dengan mudah pula merendahkan orang
lain. Tapi pada waktu bersamaan jusru merendahkan dirinya sendiri.
Ahok
itu secara pendidikan, dia mumpuni. Dia insinyur geologi. Mendapatkan
master dibidang Management. Punya pengalaman sebagai pengusaha dan
profesional. Punya pengalaman sebagai politisi dan berkantor di Senayan,
dengan track record bersih. Jadi bupati terbaik. Menurut Sri Mulyani,
semasa kepemimpinan Ahok, terjadi penghematan APBD DKI yang sangat luar
biasa. Dengan modal sekecil-kecilnya ahok mampu membangun dengan
maksimal. Ahok juga berhasil membongkar Dana Siluman di Jakarta sebesar
Rp.12T. Dari hasil audit terbukti dari pendapatan APBD DKI yang
spektakuler.
Bagaimana pendapat Jokowi ?
Pujian diberikan Jokowi karena Ahok dan jajarannya di DKI dinilai cerdas
mencari sumber pendanaan pembangunan di luar APBD. Atau AHok jago
mengelola APBD berdasarkan kinerja. Sebagai contoh konkrit adalah
Simpang Susun Semanggi alias Semanggi Interchange tanpa menggunakan dana
APBD. Semua pembiayaan di luar APBD itu didukung dengan legalitas yang
kuat dan transfarance. Jadi kalau Rizal Ramli bilang Ahok mendapatkan
dana non budgeter itu ilegal, jelas salah total. RR tidak paham aturan
pengelolaan keuangan daerah berdasarkan kinerja.
Kalau
sampai AHok jadi Preskom atau Dirut Pertamina, itu jelas bukanlah
politik balas budi. Itu murni karena alasan kompetensi dan kapabilitas
serta trust. Secara hukum tidak ada yang dilanggar bila Ahok terpilih
jadi boss pertamina. Saya tidak mengerti, mengapa selalu menilai orang
dengan cara merendahkan profesi dan etnis. Apakah kehilangan alasan
rasional untuk menjegal Ahok jadi pejabat BUMN. Kalau memang tidak bisa
cerdas berargumen, sebaiknya diam.