Monogami Adalah Sunnah Utama Rasul
THE JAMBI TIMES - Bismillahirrahmanirahim..
Sering masalah poligami dijadikan polemik oleh non-muslim untuk mendeskreditkan
Islam, menurut mereka bahwa poligami yang disandarkan sebagai "Sunnah
Rasul" oleh kebanyakan Muslim tidak baik diterapkan dalam urusan rumah
tangga. Apa yang akan dibahas disini adalah, benarkah Rasulullah Muhammad
Shallallahu 'Alaihi Wasallam lebih mensunnahkan poligami dibandingkan monogami
dalam kehidupan rumah tangga?
Poligami Dalam Bingkai Sejarah Kehidupan Nabi
Bismillahirrahmanirahim..
Sering masalah poligami dijadikan polemik oleh non-muslim untuk mendeskreditkan
Islam, menurut mereka bahwa poligami yang disandarkan sebagai "Sunnah
Rasul" oleh kebanyakan Muslim tidak baik diterapkan dalam urusan rumah tangga.
Apa yang akan dibahas disini adalah, benarkah Rasulullah Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam lebih mensunnahkan poligami dibandingkan monogami dalam
kehidupan rumah tangga?
Poligami
Dalam Bingkai Sejarah Kehidupan Nabi
Berdasarkan
catatan sejarah, Nabi Muhammad SAW selama hidupnya memang memiliki istri 12
orang. Berdasarkan itu, maka sebagian kaum orientalis yang anti Islam
“menuding” Nabi Muhammad SAW itu hiperseks dan budak nafsu syahwat. Padahal,
kalau mau jujur, di balik poligami tersebut ada rahasia yang agung. Sayang,
mereka kaum orientalis yang anti islam enggan menyingkap rahasia agung itu.
Oleh karena itu, tulisan ini sengaja saya buat untuk mengcounter sekaligus
menjawab tuduhan keji para kaum orientaslis kepada Rasulullah SAW. Mudah-mudahan
tulisan ini menambah pengetahuan dan wawacasan kita tentang Indahnya Akhak
Rasulullah sehingga meningkatkan kecintaan kita kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Sebenarnya,
Nabi Muhammad SAW itu “penganut monogami”. Buktinya, ketika poligami (beristri
lebih dari satu) begitu mentradisi dan menjadi kebanggaan di kalangan
masyarakat arab pada waktu itu, Nabi Muhammad SAW hanya punya istri satu saja.
Dialah “Siti Khadijah”, wanita yang telah memberikan enam anak (dua laki dan
empat wanita) selama 25 tahun membina rumah tangga dengan Nabi Muhammad SAW.
Selama hidup bersama Siti Khadijah, Nabi Muhammad SAW tak pernah sekalipun main
perempuan. Malahan, setelah istri tercintanya itu wafat tiga tahun menjelang
“hijrah” (perpindahan) umat muslim dari Mekah ke Madinah, Nabi Muhammad SAW
sempat menduda selama empat tahun.
Menuding
bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai budak seks dan syahwat, merupakan fitnah yang
sangat keji dari kaum orientalis anti Islam lantaran cemburu atas kesuksesan
Nabi Muhammad SAW membangun masyarakat dalam berbagai sektor. Maka, untuk
melampiaskan kecemburuan itu, sebagian orientalis dan tokoh agama tertentu,
sengaja menodai kesucian Nabi Muhammad SAW dengan melontarkan tuduhan-tuduhan
keji tersebut.
Untuk
diketahui, kondisi masyarakat Arab Jahiliyah waktu itu – sebelum kedatangan
Nabi SAW untuk memurnikan Islam kembali (ingat, islam sdh ada sejak zaman
Ibrahim AS, malahan jika level pemahamannya sdh luas, Nabi Adam - Isa
sebenarnya adalah membawa Islam) – sangat memberikan peluang untuk mengumbar nafsu.
Ketika itu, hubungan seks di luar nikah sudah memasyarakat dan menjadi sebuah
tradisi yang wajar. Bahkan, seorang pria yang menikahi puluhan wanita pun,
justru jadi simbol ketinggian status sosial. Sungguh, wanita Arab masa itu tak
punya nilai sama sekali. Seakan kaum hawa diciptakan hanya untuk pemuas syahwat
kaum pria semata.
Nabi
Muhammad SAW yang ketika itu masih muda belia – sekitar 20 tahun – merasa
khawatir dan prihatin melihat perilaku kaum pria di tengah masyarakatnya.
Beliau mencoba menjauhkan diri dari perilaku yang tidak manusiawi itu.
Akhirnya, Beliau mengasingkan diri ke Gua Hira di Jabal Nur (Gunung Nur).
Beliau merenungi kebejatan moral masyarakatnya. Kemudian Beliau mencoba mencari
kebenaran dan petunjuk dalam kesepian itu.
Padahal, kalau
Nabi Muhammad SAW itu seorang budak nafsu, tentu Beliau akan menghabiskan masa
mudanya dengan menggauli puluhan, bahkan ratusan wanita cantik. Toh, ketika
usianya 20 tahun saja, nama Beliau sudah sangat populer di tengah masyarakat
Arab sehingga diberi gelar Al-Amin (Terpercaya). Kebaikan akhlaknya sudah jadi
buah bibir ditengah masyarakat dan kegantengan rupanya pun tak kalah dengan
pemuda-pemuda sebayanya. Lagi pula, Nabi Muhammad SAW adalah seorang keturunan
“Darah Biru” yang kakek-buyutnya adalah orang terpandang dan disegani di
kalangan masyakarat Arab waktu itu, kakek-buyutnya adalah pemimpin Bani Hasyim
dan salah satu tokoh terpandang yang disegani dan dihormati suku Quraisy.
Selain itu, kakek adalah orang yang dipercaya menjaga Ka’bah.
Tapi, ditengah
gejolak darah mudanya itu, Nabi Muhammad SAW justru jadi penggugat tradisi
poligami pelampias nafsu dan tradisi pelacuran atau seks diluar nikah. Ini
menunjukan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang bersih dari perbudakan
hawa nafsu. Tak pernah ada catatan secuil pun yang mengatakan, Nabi Muhammad
SAW pernah melampiaskan nafsu biologisnya di luar nikah.
Nabi
Muhammad SAW baru menyentuh kulit lembut wanita ketika Beliau menikahi Siti
Khadijah. Pernikahan ini pun bukan atas dorongan nafsu seksual..!!! Bukti
sejarah menunjukan, bahwa Nabi Muhammad SAW menikah pada usia 25 tahun,
sementara Siti Khadijah yang berstatus janda ketika itu berusia 40 tahun. Kalau
saja, Nabi Muhammad SAW adalah budak nafsu, jelas ditengah usianya yang masih
muda itu, justru akan menikahi seorang, bahkan beberapa gadis cantik yang masih
perawan dan energik. Tapi ternyata tidak..!!!
RASULULLAH
SAW SEBENARNYA PENGANUT MONOGAMI..!!!
Patut
dicatat, sejak menikah pada usia 25 tahun sampai ditinggal wafat istrinya pada
usia 50 tahun, Nabi Muhammad SAW cuma punya satu istri saja. Itulah Siti
Khadijah. Padahal, kalau Beliau seorang budak nafsu, jelas ditengah kerentaan
istrinya Siti Khadijah yang telah berumur 65 tahun itu, Beliau akan menikahi
wanita lain agar nafsu biologisnya bisa tersalurkan sepuas-puasnya. Tapi
ternyata tidak…!!!!
Bahkan,
empat tahun sepeninggal Siti Khadijah pun, Nabi Muhammad SAW masih bertahan
sebagai duda. Beliau lebih memusatkan perhatiannya pada pengembangan dakwah
Islam. Tak terlintas sedikitpun untuk cepat-cepat punya istri baru lagi..!!!
Baru ketika
usia Beliau 55 tahun, keinginan atau hasrat untuk menikah lagi muncul. Hasrat
ini dilatarbelakangi karena keadaan umat Islam yang amat sangat menyedihkan dan
memprihatinkan terutama bagi kaum wanita dan anak-anak kecil. Masa itu, kaum
kafir Quraisy dan Yahudi tengah meningkatkan permusuhan dan kebenciannya
terhadap umat Islam, sehingga penindasan-penindasan biadab yang dilancarkan
musuh-musuh Islam tak bisa lagi dibiarkan, kecuali dilawan dengan kekuatan
fisik. Singkat cerita, setelah turunnya wahyu dari Allah SWT, akhirnya
terbukalah perang.
Di tengah
peperangan ini, tak sedikit tentara Islam yang gugur sebagai syahid di medan
pertempuran. Dampaknya jelas, banyak istri sahabat Nabi yang menjanda dengan
memikul beban berat karena harus menghidupi anak-anak mereka yang tiada berayah
lagi.
Dalam
keadaan perang, tak mungkin sempat membangun panti asuhan anak-anak yatim.
Apalagi masa itu, lingkungan persaudaraan umat Islam masih kecil sekali. Dan
kondisi ekonomi umat Islam saat itu juga benar-benar sangat memprihatinkan.
Sementara tentara musuh terus memburu tawanan wanita Islam untuk melampiaskan
hawa nafsu mereka.
Kenyataan
pahit itu, mendorong Nabi Muhammad SAW untuk membuka pintu poligami. Para
sahabat Nabi yang dinilai “mampu” dimintanya untuk menikahi janda-janda korban
perang sampai empat. Syaratnya, para sahabat itu harus mampu berbuat adil, baik
terhadap istri-istrinya, maupun anak-anak yatim yang dalam perawatannya. Kalau
tidak bisa berbuat adil, cukup beristri satu saja. Syarat yang dikemukakan Nabi
ini diabadikan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat : (3).
Nabi sebagai
penganjur poligami dalam keadaan darurat waktu itu, juga menikahi para janda
sahabatnya, sehingga para janda itu selamat dari perlakuan semena-mena tentara
musuh Islam. Anak-anak para janda yang berstatus yatim itu pun, terpelihara dan
terjaga dengan baik.
Dari catatan
sejarah, setelah Siti Khadijah Wafat, Nabi Muhammad SAW menikahi 11 wanita,
tiga diantaranya adalah wanita budak atau tawanan perang (Siti Juwariyah, Siti
Shafiyah, dan Maria Al-Qibtiyah), delapan lainnya adalah wanita merdeka yaitu
(Siti Saudah, Siti Aisyah, Siti Hafsah, Siti Zainab Ummul Masakin, Ummi
Salamah, Siti Zainab Putri Umaimah, Ummi Habibah dan Siti Maimunah). Dari
delapan wanita merdeka itu, hanya seorang wanita yang berstatus gadis. Itulah
Siti Aisyah, sedangkan yang lainnya berstatus janda.
Baru setelah
Khadijah meninggal dunia maka Nabi Muhammad mulai melakukan poligami, dimana
para ahli sejarah antara lain Watt dan John L. Esposito (Professor Religion
& Director of Center for International Studies at the College of the holly
cross), mengatakan bahwa sebagian besar perkawinan itu dimaksudkan untuk
memperkuat ikatan politik (sesuai dengan budaya Arab), atau memberikan
penghidupan bagi para janda (saat itu janda lebih susah untuk menikah karena
budaya yang menekankan perkawinan dengan perawan). Pakar Muslim dan non-Muslim
yang obyektif mengakui bahwa perkawinan-perkawinan Nabi Muhammad yang dilakukan
sepeninggal Khadijah memiliki tujuan dengan motif politik dan sosial.
1. Motif
politik politis (seperti
pada Juariyah, Safiyah, Maimunah) dilakukan untuk menguatkan kedudukan Islam
dengan perkawinan antar pemuka suku, plus untuk menyatukan suku-suku Arab yang dulunya
saling bertikai satu sama lain menjadi negara yang solid. Seperti kita ketahui
jaman dulu kerajaan-kerajaan di Indonesia mengadakan perkawinan bangsawan antar
suku baik dari dalam dan luar negeri untuk menguatkan kedudukan dan pengaruh
dan menambah relasi persekutuan.
2. Motif
Sosial dilakukan
dalam rangka merawat anak, rumah tangga (seperti pada Sawda, Maria) pendidikan
(seperti pada Aisyah), penegasan hukum (pada kasus Zainab), mengkader da’iyah
(Safiyah), dan yang terbanyak adalah perlindungan terhadap para janda mukmin
yang ditinggal mati oleh suaminya dalam perang, para janda yang terlantar atau
yang menyerahkan diri pada Nabi, dll.
Jadi
berdasarkan kajian sejarah dan historical kehidupan rumah tangga Nabi, dapat
disimpulkan bahwa Nabi Muhammad lebih menekankan monogami dibandingkan
poligami, mengapa demikian? Dapat ditinjau dari kehidupan rumah tangga beliau
dengan Khadijah dimana Nabi Muhammad tetap setia bersama Khadijah sampai
Khadijah wafat, berarti Nabi Muhammad lebih mensunnahkan monogami dibandingkan
poligami. Baru setelah itu Nabi Muhammad melakukan poligami dengan
alasan-alasan politik dan sosial, sekaligus penyebaran Dakwah, dan sama sekali
tidak ada sekedar unsur nafsu dari pernikahan Nabi Muhammad tersebut. Alasannya
jika Nabi Muhammad menikah hanya karena unsur duniawi, tentu Nabi Muhammad
sudah poligami sebelum kematian Khadijah, nyatanya Nabi Muhammad tidak
melakukan poligami. Apa yang mendasari hal tersebut? Ada beberapa hal
kemungkinan.
Pertama,
poligami yang dilakukan Nabi Muhammad lebih menjurus pada penyebaran dakwah.
Nabi Muhammad tidak melakukan poligami sewaktu Khadijah masih hidup karena
jelas Khadijah adalah orang yang terpandang dan memiliki status tinggi di suku
Arab dan Khadijah sering pula mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok
daerah di tanah Arab. Jadi, dengan status Khadijah sebagai orang terpandang,
tentu Nabi Muhammad tidak memiliki kesulitan dalam penyebaran dakwah sewaktu
Khadijah masih hidup. Baru setelah Khadijah meninggal maka untuk menguatkan
dominan dalam menyebarkan Islam, Nabi Muhammad mulai berpoligami mulai dari
perempuan yang berbeda suku sampai perempuan yang rendah statusnya dimata
masyarakat. Dimana sebelumnya telah diterangkan, yaitu demi kepentingan Dakwah.
Kedua,
kembali lagi bahwa memang Nabi Muhammad sewaktu Khadijah masih hidup tidak
memerlukan apa yang namanya poligami, Nabi Muhammad telah sangat bahagia dengan
isteri tercinta beliau yang pertama dimana dakwah tetap dapat berjalan dengan
baik selama 10 tahun.
Jadi, jika
merunut sejarah kehidupan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, sangat
salah jika berpendapat bahwa poligami merupakan sunnah Rasul sedangkan monogami
bukan merupakan sunnah, justru monogami adalah sunnah yang lebih diutamakan
dibandingkan poligami. Dapat dilihat Nabi Muhammad mencontohkan kesetiaan
dengan satu isteri dimana kehidupannya saat itu telah cukup bahagia, sedangkan
kebolehan poligami lebih didasari karena adanya motif sosial dan politis,
kepentingan penyebaran dakwah sampai bentuk pemberian bantuan dan perlindungan.
Poligami
Dalam Bingkai Ayat Suci
Poligami
adalah aturan tertentu dalam rumah tangga yang dapat dilakukan jika ada sebab
tertentu, dan tidak seharusnya dilakukan jika hanya keinginan semata dari oknum
tertentu. Allah berfirman mengenai kebolehan poligami.
"Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil[265], maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang
kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya." (QS. An-Nisaa' 4:3)
Perhatikan,
Al-Qur'an merupakan kitab yang paling pertama membatasi poligami, dimana
sebelumnya poligami dapat dilakukan tidak terbatas, tapi dengan turunnya ayat
Al-Qur'an surah An-Nisaa diatas, maka diwajibkan bagi umat sesudah turun ayat
tersebut hanya boleh menikahi empat wanita saja. Jika praktek poligami
merupakan sunnah penting dan utama dalam rumah tangga, tentu agak janggal bahwa
Allah membatasi "sunnah" tersebut, tapi masuk akal bahwa kebolehan
poligami hanya merupakan keringanan karena dalam waktu dan sebab tertentu
poligami merupakan sebuah solusi.
Kemudian
Allah berfirman yang artinya: "Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja," disini Allah menegaskan
bahwa seorang yang tidak dapat berlaku adil, diwajibkan memiliki satu isteri
saja. Allah mencintai rumah tangga yang tenteram dan sakinah, dimana dalam
keluarga tersebut saling menyayangi satu sama lain dan jauh dari berbagai
pertikaian yang dapat merusak ikatan keluarga.
Adil adalah
syarat mutlak poligami, jika seseorang tidak dapat berlaku adil dan tahu bahwa
dia memang tidak sanggup melakukan hal tersebut, tapi melaksanakan poligami
sehingga akhirnya rumah tangganya berantakan, ada perang dingin antara para
isterinya, tidak adanya ketenteraman dan rumah tangganya jadi seakan seperti
neraka, apakah itu masih dapat dikatakan bentuk sunnah? Apalagi jika isteri
pertama memang pada awalnya sudah tidak meridhai, tapi tetap dilakukan sehingga
membuat sakit hati isteri pertama tersebut, bukankah itu sudah merupakan
perbuatan aniaya dalam rumah tangga? Padahal dalam surah An-Nisaa diatas Allah
menyuruh untuk tidak mendekat terhadap perbuatan aniaya.
Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya dalam sejarah Nabi Muhammad, beliau berpoligami untuk
kepentingan sosial dan politis yang mengarah kebaikan, maka sunnah poligami
juga dapat dicapai jika poligami tersebut dilakukan karena sebab tertentu yang
mengarah kebaikan, bukan semata-mata hanya karena keinginan nafsu semata.
Melakukan poligami setelah sekian lama setia bersama isterinya, sedangkan
isteri kedua tersebut sama sekali tidak memiliki masalah ekonomi atau sosial,
poligami terjadi hanya karena nafsu semata, ironisnya malah dilandasi sebagai
sunnah, ujung-ujungnya rumah tangga berantakan karena tidak memahami konsep
keadilan hukum dan ajaran. Sudah tentu bukan sunnah yang dimaksudkan Nabi
Muhammad.
Jadi
kesimpulannya, Nabi Muhammad lebih mensunnahkan monogami dibandingkan poligami,
dimana monogami lebih mengarah kepada kehidupan tenteram keluarga dan jauh
terhindar dari perbuatan aniaya. Sedangkan poligami, amalan sunnahnya hanya
bisa dicapai setelah melewati berbagai syarat dan tahap dan harus dalam kondisi
dan sebab tertentu, khususnya rana perlindungan ekonomi dan sosial. Andaipun
diluar dua ketentuan tersebut poligami masih bisa dilakukan asalkan dengan persetujuan
isteri pertama, yang bisa jadi karena kondisinya isteri pertama tersebut tidak
dapat mengaruniai keturunan kepada sang suami. Bukan karena ingin poligami,
langsung poligami saja tanpa memikirkan konsekuensi dari perbuatan tersebut,
apakah mengarah kesunnah atau malah justru menambah dosa. Apalagi syarat
mutlaknya adalah berlaku adil, terus terang saja dizaman sekarang ini sungguh
mustahil menemui seseorang yang dapat berlaku adil dalam masalah ini.
"Barangsiapa
yang mempunyai dua isteri, kemudian lebih mencintai kepada salah satu di antara
keduanya maka ia datang pada hari kiamat sedangkan tubuhnya miring
sebelah." (HR. Al-Khamsah)
Orang-orang
Kristen dan Orientalis sering menjadikan tema poligami ini seakan merupakan
ajaran dan ketentuan utama dalam Islam. Yang demikian ini tidak benar alias
penyesatan, karena dalam praktek pada umumnya seorang Muslim itu lebih bijak
menikah dengan satu isteri yang menjadi penentram dan penghibur hatinya,
pendidik dalam rumah tangganya dan tempat untuk menumpahkan isi hatinya. Dengan
demikian terciptalah suasana tenang, mawaddah dan warahmah, yang merupakan
sendi-sendi kehidupan suami isteri menurut pandangan Al-Qur'an.
So, bagi
yang telah menikah, pesan kami setialah kepada isteri anda, jangan menduakan
cintanya, sayangilah keluarga anda dan hiduplah tenteram jauh dari pertikaian,
karena itu merupakan sunnah Rasul yang sesungguhnya. Nabi Muhammad pernah
bersabda: "Menikah adalah sunnahku, siapa yang membenci sunnahku bukan
umatku", jangan sampai salah menginterpresentasikan makna menikah menjadi
poligami. Menikah disini yah dasarnya berumah tangga, dengan memiliki rumah
tangga, dimana memiliki tanggung jawab dalam menafkahi keluarga, mendidik
anak-anak menjadi cerdas dalam ilmu agama, menciptakan keluarga yang saleh dan
saleha, menjaga kerukunan jauh dari hal yang dimurkai Allah, tentu merupakan
amalan yang sungguh luar biasa disisi Allah dan bentuk sunnah Rasul yang
sebenarnya.
Poligami
Solusi Untuk Polusi
Tulisan ini
sama sekali tidak ada maksud untuk tidak memperbolehkan poligami apalagi
anti-poligami. Meskipun intinya monogami lebih baik dari poligami, tapi justru
salah juga bagi yang melarang poligami bahkan mengharamkannya sebagaimana yang
terjadi dalam kekristenan. Padahal dalam kitab suci manapun belum ditemukan
adanya ajaran yang mengharamkan poligami, yakinlah tidak ada ajaran dalam kitab
samawi manapun yang melarang poligami. Para Nabi dahulu melakukan poligami,
tidak ada yang mempersoalkannya dalam masyarakat berstatus apapun, keluarga
mereka juga tidak mempersoalkan, bahkan Allah sendiri tidak
mempermasalahkannya, jadi umat buatan siapakah Kristen itu sehingga
mempermasalahkan apa yang tidak dipermasalahkan Allah dan Nabi sendiri? Seperti
yang dikatakan sebelumnya bahwa poligami dapat menjadi solusi dalam kondisi
tertentu, contohnya demi menolong dan memberikan perlindungan terhadap kaum
wanita sebagaimana motif Nabi Muhammad dalam berpoligami. Dan juga Poligami
tentu lebih baik dari pada freesex dan perilaku seks yang menyimpang.
Contohnya
seperti apa yang suarakan oleh Martin Luther, sang refarmatori Gereja dan bapak
evengelist. Dalam bukunya “Der Beichrat” (The Confessional Advice) Martin
Luther mengijinkan Pangeran Landgrave Philipp von Hesse melakukan poligami. Ini
lebih baik daripada Pangeran itu meneruskan kebiasaan kumpul kebo dan sex
bebasnya. Juga beberapa tahun sebelumnya, Martin Luther dalam suratnya kepada
Kanselerir Saxon Gregor Brueck mengatakan poligami itu bahkan tidak
bertentangan dengan Alkitab.
“Ego sane
fateor, me non posse prohibere, si quis plures velit uxores ducere, nec
repugnat sacris literis.”“I could not forbid a person to marry several wives,
for it does not contradict Scripture.”“Aku tak bisa melarang pria yang menikahi
beberapa istri karena hal ini tidak bertentangan dengan Alkitab”- Martin Luther
- (Referensi:http://en.wikipedia.org/wiki/Polygamy#Christianity)
Ditambah
jika didasari presentase jumlah penduduk didunia. Di AS misalnya, terdapat 7,8
juta wanita lebih banyak daripada laki-laki. Jika semua laki-laki di AS
menikah, maka tetap akan ada 7,8 juta wanita yang tidak akan mendapatkan suami.
Dan anda sendiri tahu bahwa tidak semua laki-laki bisa menikah. Sebagian mereka
mengalami persoalan lemah syahwat yang disebabkan oleh beragam alasan. Dan
dalam data yang dimiliki oleh departemen kependudukan di AS, terdapat 25 juta
laki-laki yang melakukan sodomi atau dalam istilah disebut sebagai gay. Dengan
demikian, bertambah 25 juta wanita lagi yang tidak akan mendapatkan suami.
Belum lagi mereka yang ditahan dalam penjara AS, sebanyak 98% adalah laki-laki.
So, sangat wajar jika tingkat kriminalitas begitu tinggi di AS, apalagi
mengenai masalah pemerkosaan dan pelacuran karena minimnya perlindungan
terhadap wanita. Silahkan cari data, raja-raja dari polusi prostitusi dan
pelecehan seksual semuanya didominasi negara mayoritas Kristen.
Dan dalam
hal ini, dapat diyakinkan bahwa poligami dapat menjadi solusi yang amat baik.
Meskipun tidak menutup penegasan bahwa monogami lebih baik dari poligami, tapi
tentu poligami lebih baik dari perilaku freesex, kumpul kebo, dan sebagainya.
Serta akan mengurangi populasi wanita yang hanya akan menjadi korban ataupun
pelaku kriminalitas di negara tersebut. Intinya, yang beranggapan poligami
merupakan sunnah sedangkan monogami tidak dianggap sunnah dan dinomor duakan,
adalah salah. Begitu juga yang berpendapat bahwa poligami adalah haram, juga
salah. Sebaik-baiknya langkah adalah yang ditengah-tengah.(**)