"Valentine Day" Antara To Love dan Maske Love
To Love itu
bisa berarti mencintai, mengagumi dengan penuh gairah, menyayangi,
mengasihi, dan sebagainya. Sasarannya bisa orangtua, orang utan, orang
lawan jenis, sesama jenis, atau siapa (orang) dan apa (barang) saja.
Sedangkan make love adalah: (to) have sexual intercourse (with), [1] alias
“berhubungan seksual”, alias “ngeseks”, alias bersetubuh. Pelakunya
bisa orang tua, muda-mudi, orang utan, orang berlain jenis, orang
sejenis, dan lain-lain.
Mari kita jujur, ketika banyak orang membicarakan ‘hari kasih-sayang’, yang mereka maksudkan itu berkaitan dengan to love atau make love?
Jelas, yang bisa disaksikan secara langsung maupun dengan bantuan media berita, kasih-sayang yang mereka maksudkan adalah make love. Bila bukan, mengapa mereka harus buking penginapan, berpesta sampai mabuk, dan lainn sebagainya?
Dalam istilah Islam, istilah untuk bersetubuh adalah jimãk (جماع); sebuah istilah yang berawal dari kata jama’a, yang artinya berkumpul, berhimpun, bergabung, menyatu, dan sebagainya. Darti kata (jama’a) ini mujtama (masyarakat), jama’ah, dan lain-lain.
Dalam Islam, jimak (bersetubuh) hanya boleh dilakukan pria-wanita dalam status suami-istri.
Pria dan wanita menjadi suami dan istri karena mereka menikah secara Islam, alias karena mereka saudara seiman.
Mereka
menikah supaya satu sama lain menjadi pakaian (Al-Qurãn), yaitu saling
menutup dan menghiasi badan, saling menjaga kehormatan, saling
melindungi, saling menghangatkan, dan seterusnya (silakan sebut kegunaan
pakaian, secara harfiah maupun kiasan).
Mereka
juga menikah untuk mengembangkan keturunan, pertama, demi menjaga
keberlangsungan perkembang-biakan manusia. Kedua, agar mereka berdua
mengembangkan dan membesarkan Islam dengan mempunyai banyak keturunan.
Ketiga, walau tak punya keturunan, mereka berdua diharapkan menjadi
pasangan yang kompak yang hidup demi kepentingan Islam. Dengan kata
lain, suami dan istri muslim diharapkan menjadi pilar-pilar kembar yang
tegaknya adalah demi kepentingan Islam semata.
Jadi,
dalam Islam, jimak itu bukan hanya untuk memuaskan nafsu birahi, tapi
lebih dari itu; pemuasan nafsu birahi dijadikan simbol dari gairah
mereka untuk membangun jama’ah, dan kenikmatan birahi merupakan lambang
kenikmatan ketika mereka hidup dalam jama’ah. Dalam persatuan, kesatuan,
dan kekompakan. Dan keturunan yang mereka lahirkan adalam lambang dari
sianmbung dan lestarinya jama’ah.
Dalam
Islam tak ada hari kasih-sayang, yang berlangsung hanya sehari. Islam
hanya mengajarkan hidup kasih-sayang, alias berkasih-sayang sepanjang
hidup.
Hari kasih-sayang adalah sebuah festifal, sebuah pesta hura-hura untuk melegitimasi dan meritualkan kegiatan make love secara mengabaikan aturan dan moral.
Kampanye dan pesta mereka tak ada kaitannya dengan Islam.
Mereka
bebas melakukannya, selama yang mereka lakukan tidak minta pengakuan
umat Islam, tidak mengajak, mengganggu, mengusik, meresahkan,
mengkhawatirkan umat Islam. Dan bila ada umat Islam yang cenderung
mengikuti kampanye mereka, apalagi bekerja sama dalam segala rangkaian
pesta mereka, maka dipersilakan untuk keluar saja jama’ah Islamiyah.
Lebih elok dan ksatria mereka menjadi penentang Islam terang-terangan,
daripada membaur tapi jadi penghancur dari dalam.(Ahmad Haes)
