Plt Komisioner KPK Johan Budi Curhat Beratnya Tahun 2015
Jakarta -
Rapat di Komisi Hukum (III) DPR tidak pernah mudah
dan sebentar. Semua anggotanya pandai bicara dan cenderung
berpanjang-panjang. Semua merasa apa yang disampaikan adalah hal penting
sehingga tidak mau dipotong. Hujan interupsi sangat sering terjadi.
Tetapi dalam rapat dengar pendapat (RDP) siang hingga malam Kamis (9/4) kemarin dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) rapat di komisi ini berbeda.
Cenderung landai, minus interupsi, bahkan jadi ajang saling mencurahkan pandangan dan perasaan tentang apa yang terjadi selama ini, terutama berkaitan dengan kondisi dunia penegakan hukum di Indonesia.
Salah satu yang banyak mengungkapkan perasaan dan suasana kebatinan KPK
adalah Plt Pimpinan KPK Johan Budi. Dari semua pimpinan KPK yang ada
sekarang, Johan Budi yang merasakan langsung naik turunnya KPK.
Dia bergabung sejak 2006 dan menjadi wajah yang paling disorot media. Dia pun membuka cerita soal suasana kebatinan KPK dengan mengaku bahwa tahun 2015 yang belum berjalan separuhnya saja, merupakan tahun yang berat buat lembaga antirasuah ini.
Usai menetapkan calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan, KPK kemudian harus menyelesaikan banyak persoalan yang muncul akibat penetapan itu.
Johan mengaku, soal Budi Gunawan ini lebih berat dari pada cicak vs buaya jilid I dan II. Karena, salah satu dampak dari soal Budi Gunawan adalah “tumbangnya” dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
"Saya orang lama di KPK, sehingga kalau ditanya bagaimana perasaan KPK, mungkin saya bisa mengungkapkan itu lebih detail. Hiruk pikuk kemarin seperti siklus tiga tahunan KPK. Membuat KPK stagnan," ungkap Johan. Bahkan, karena harus mengurusi soal Budi Gunawan, Johan mengaku KPK benar-benar tidak dapat bekerja.
Program pencegahan atau pun penindakan benar-benar terhenti. Pimpinan KPK dan penyidik hanya disibukkan dengan rapat. "Selama dua bulan, kami lakukan rapat saja. Siapa yang akan dipanggil Bareskrim? Siapa yang akan menjadi tersangka di Bareskrim?" tutur mantan Juru Bicara KPK tersebut.
Mantan Deputi Bidang Pencegahan ini akhirnya melakukan evaluasi untuk mencari tahu akar dari permasalahan yang telah menimpa KPK berulang kali ini. Ia pun menemukan titik permasalahannya, yakni kurang baiknya sistem komunikasi di KPK.
Menurutnya, hal tersebut yang menjadi pemantik memanasnya situasi diantara KPK dan Polri, bahkan juga dengan Komisi Hukum DPR.
"Cara berkomunikasi yang saya lihat menjadi pemicu gesekan. Jadi, komunikasi yang terbangun baik itu di personal di KPK ataupun lembaga di KPK itu perlu diperbaiki," ungkap Johan.
Namun, hal tersebut tidak hanya berlaku di KPK. Johan menilai partner hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan juga perlu untuk memperbaiki cara berkomunikasi satu dengan yang lain, agar hiruk pikuk ini tidak terjadi kembali.
Hasil evaluasi ini yang mendasari dilakukannya kunjungan lima pimpinan KPK ke seluruh lembaga negara, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif.
"Pertama yang dikunjungi adalah Polri, karena memang ada komunikasi yang tidak pas kemarin apakah itu dalam konteks penanganan perkara atau tindakan kewenangan KPK," tuturnya.
Dari Budi Gunawan, beban KPK pun bertambah akibat Sarpin's effect.
Diterimanya praperadilan Budi Gunawan oleh Hakim Sarpin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, membuat sejumlah tersangka KPK seperti Sutan Bathoegana dan Suryadharma Ali turut mengajukan praperadilan.
Johan mengungkapkan, tenaga dan pikiran seluruh pegawai KPK tanpa terkecuali benar-benar terkuras habis untuk mengurusi Sarpin's effect itu.
Kepada pimpinan Komisi Hukum, Johan mengaku itu karena KPK kekurangan penyidik, sarana dan prasarana untuk menaganani seluruh kejadian tersebut.
Kekurangan itu, sebut dia, yang selama ini selalu menjadi hambatan bagi KPK, terutama dalam menangani sejumlah kasus yang hingga kini masih belum jelas juntrungannya.
"Kalau mampir ke KPK, bisa naik ke lantai tujuh dan delapan, itu suasana kayak wartel. Meja kursi gitu, tidak seperti keliatan dari luar yang tertata rapi, karena memang sarana prasarana kami sangat kurang," papar Johan.
Oleh sebab itu, ia sempat meminta kepada Komisi Hukum DPR untuk tetap mendukung KPK, terutama dalam bidang capacity building.
"Ini yang didapatkan selama saya ditunjuk jadi Plt, meskipun Perppunya belum disetujui oleh DPR," imbuhnya, yang kemudian disambut oleh tawa anggota dan pimpinan Komisi Hukum DPR ini. Seperti kepada cnnindoensia (hel/Christie Stafanie)
Tetapi dalam rapat dengar pendapat (RDP) siang hingga malam Kamis (9/4) kemarin dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) rapat di komisi ini berbeda.
Cenderung landai, minus interupsi, bahkan jadi ajang saling mencurahkan pandangan dan perasaan tentang apa yang terjadi selama ini, terutama berkaitan dengan kondisi dunia penegakan hukum di Indonesia.
|
Dia bergabung sejak 2006 dan menjadi wajah yang paling disorot media. Dia pun membuka cerita soal suasana kebatinan KPK dengan mengaku bahwa tahun 2015 yang belum berjalan separuhnya saja, merupakan tahun yang berat buat lembaga antirasuah ini.
Usai menetapkan calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan, KPK kemudian harus menyelesaikan banyak persoalan yang muncul akibat penetapan itu.
Johan mengaku, soal Budi Gunawan ini lebih berat dari pada cicak vs buaya jilid I dan II. Karena, salah satu dampak dari soal Budi Gunawan adalah “tumbangnya” dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
"Saya orang lama di KPK, sehingga kalau ditanya bagaimana perasaan KPK, mungkin saya bisa mengungkapkan itu lebih detail. Hiruk pikuk kemarin seperti siklus tiga tahunan KPK. Membuat KPK stagnan," ungkap Johan. Bahkan, karena harus mengurusi soal Budi Gunawan, Johan mengaku KPK benar-benar tidak dapat bekerja.
Program pencegahan atau pun penindakan benar-benar terhenti. Pimpinan KPK dan penyidik hanya disibukkan dengan rapat. "Selama dua bulan, kami lakukan rapat saja. Siapa yang akan dipanggil Bareskrim? Siapa yang akan menjadi tersangka di Bareskrim?" tutur mantan Juru Bicara KPK tersebut.
Mantan Deputi Bidang Pencegahan ini akhirnya melakukan evaluasi untuk mencari tahu akar dari permasalahan yang telah menimpa KPK berulang kali ini. Ia pun menemukan titik permasalahannya, yakni kurang baiknya sistem komunikasi di KPK.
Menurutnya, hal tersebut yang menjadi pemantik memanasnya situasi diantara KPK dan Polri, bahkan juga dengan Komisi Hukum DPR.
"Cara berkomunikasi yang saya lihat menjadi pemicu gesekan. Jadi, komunikasi yang terbangun baik itu di personal di KPK ataupun lembaga di KPK itu perlu diperbaiki," ungkap Johan.
Cara berkomunikasi yang saya lihat menjadi pemicu gesekan.Plt Komisioner KPK Johan Budi |
Namun, hal tersebut tidak hanya berlaku di KPK. Johan menilai partner hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan juga perlu untuk memperbaiki cara berkomunikasi satu dengan yang lain, agar hiruk pikuk ini tidak terjadi kembali.
Hasil evaluasi ini yang mendasari dilakukannya kunjungan lima pimpinan KPK ke seluruh lembaga negara, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif.
"Pertama yang dikunjungi adalah Polri, karena memang ada komunikasi yang tidak pas kemarin apakah itu dalam konteks penanganan perkara atau tindakan kewenangan KPK," tuturnya.
Dari Budi Gunawan, beban KPK pun bertambah akibat Sarpin's effect.
Diterimanya praperadilan Budi Gunawan oleh Hakim Sarpin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, membuat sejumlah tersangka KPK seperti Sutan Bathoegana dan Suryadharma Ali turut mengajukan praperadilan.
Johan mengungkapkan, tenaga dan pikiran seluruh pegawai KPK tanpa terkecuali benar-benar terkuras habis untuk mengurusi Sarpin's effect itu.
Kepada pimpinan Komisi Hukum, Johan mengaku itu karena KPK kekurangan penyidik, sarana dan prasarana untuk menaganani seluruh kejadian tersebut.
Kekurangan itu, sebut dia, yang selama ini selalu menjadi hambatan bagi KPK, terutama dalam menangani sejumlah kasus yang hingga kini masih belum jelas juntrungannya.
"Kalau mampir ke KPK, bisa naik ke lantai tujuh dan delapan, itu suasana kayak wartel. Meja kursi gitu, tidak seperti keliatan dari luar yang tertata rapi, karena memang sarana prasarana kami sangat kurang," papar Johan.
Oleh sebab itu, ia sempat meminta kepada Komisi Hukum DPR untuk tetap mendukung KPK, terutama dalam bidang capacity building.
"Ini yang didapatkan selama saya ditunjuk jadi Plt, meskipun Perppunya belum disetujui oleh DPR," imbuhnya, yang kemudian disambut oleh tawa anggota dan pimpinan Komisi Hukum DPR ini. Seperti kepada cnnindoensia (hel/Christie Stafanie)