SBY Kecewa Lagi, Proyek Jembatan Selat Sunda Gagal?
Seolah tidak mau kalah dengan Megawati yang meninggalkan kenangan berupa Jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya dengan Pulau Madura di akhir masa jabatannya, SBY juga berencana memberi kenangan kepada rakyat Indonesia sebelum lengser dari jabatannya. Tetapi apa daya SBY harus mengubur mimpinya dalam-dalam, Jembatan Selat Sunda (JSS) yang digadang-gadang sebagai proyek andalan pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II tidak dapat diresmikan pembangunan groundbreaking atau konstruksi awalnya tahun 2014. Proyek ambisius dengan panjang sekitar 29 Km yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera ini merupakan agenda dan janji politik SBY sebagai kepala negara pada saat kampanye 2009. Dan ditargetkan untuk bisa dilakukan groundbreaking pada tahun 2014 karena pemerintah sudah mengantongi pra design dilengkapi dengan pra feasibility study yang telah dikerjakan oleh PT Bangungraha Sejahtera Mulya sejak tahun 2009.
Masalah utama gagalnya pembangunan megaproyek ini adalah studi kelayakan atau feasibility study (FS) yang tak juga rampung. Belum selesainya studi kelayakan menjadi faktor utama batalnya groundbreaking megaproyek ini tahun depan. Awalnya pemerintah sudah meminta konsorsium PT Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) pimpinan Tommy Winata agar menggandeng konsorsium BUMN pimpinan Dahlan Iskan dalam pengerjaan fesibility study.
Dahlan mengatakan belum rampungnya feasibility study proyek JSS yang diperkirakan membutuhkan investasi lebih dari Rp 100 trilyun itu bukan karena konflik kepentingan dibalik megaproyek ini, tetapi lantaran belum adanya penugasan dari pemerintah kepada konsorsium BUMN. Dalam hal ini pihaknya dalam posisi sebagai pihak yang menunggu. BUMN tidak mengajukan diri atau menawarkan diri. Dalam artian BUMN tidak dalam posisi mencari proyek. Tetapi hanya menunggu penugasan dari pemerintah. Karena penugasan itu belum ada maka konsorsium BUMN belum melakukan pembicaraan dengan PT GBLS.
Tim 7 dalam hal ini pemerintah di bawah Kementrian Koordinasi Bidang Perekonomian telah menetapkan skema pembiayaan studi kelayakan megaproyek JSS ini. Yakni PT GBLS sebagai pihak swasta yang merupakan konsorsium PT Bangungraha Sejahtera Mulya dan BUMD Pemprov Banten-Lampung menggandeng konsorsium BUMN. “FS nya campuran BUMN dan swasta. Hal ini sudah menjadi keputusan Tim 7,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa.
Lalu apa yang menjadi kendala sehingga feasibility study ini tidak bisa berjalan seperti yang ditargetkan ? Menko Perekonomian Hatta Rajasa tidak mau menyebut akar permasalahan kenapa FS ini hingga saat ini belum bisa dirampungkan. Direktur PT GBLS, Winarjono mengatakan, bahwa pihaknya selaku pemrakarsa hanya bisa menunggu arahan dari pemerintah (Tim 7). Dia berharap pemerintah cepat mengambil keputusan siapa yang akan menggarap studi kelayakan JSS ini. Sehingga pembangunan grounbreaking bisa segera dilaksanakan.
Tetapi harapan memang tinggal harapan bagai mimpi di siang bolong. Yang jelas target pembangunan fisik yang sedianya akan dilakukan pada tahun 2014 tidak akan terlaksana. Studi kelayakannya saja belum rampung bagaimana mungkin akan melaksanakan pembangunan fisik.
Banyak tinjauan dari aspek sosial, budaya, psikologis dampak pembangunan Jembatan Selat Sunda ini. Aspek yang sangat mendasar akan terjadinya urbanisasi dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa yang dinilai lebih menjanjikan. Kemudahan akses dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa atau sebaliknya akan membuat persaingan ekonomi bertumbuh di kedua belah pihak. Transportasi darat akan meningkat tajam dengan hilir mudiknya kendaraan umum dan kendaraan pribadi untuk bekerja atau berlibur. Tetapi tak bisa dipungkiri kriminalitaspun akan meningkat dengan banyaknya kantong-kantong pemberhentian seiring dengan pertumbuhan ekonomi skala mikro.
Kembali SBY memang harus menelan kekecewaan. Proyek prestisius yang diperkirakan bisa menjadi kenangan di akhir masa jabatannya pupus sudah. SBY memang berambisi untuk mempunyai kenangan yang bisa membanggakan hatinya. Apalagi di tahun terakhir menjabat banyak sekali kritikan yang ditujukan kepadanya tentang kebijakan pemerintahannya yang gagal dipahami oleh para menterinya. Tetapi di sisi lain budaya saling menunggu dan lambatnya birokrasi masih menjadi momok yang terus mengiringi proyek-proyek di pemerintahan.
Hanya proyek MRT dan monorel yang sudah melakukan groundbreaking setelah terhenti 24 tahun. Tetapi tentu saja itu bukan proyek prestisius karena Indonesia bukan yang pertama membangunnya. Negara-negara lain sudah lama mengoperasikannya. Ah, Pak Beye…. mungkin memang harus seperti ini akhir jabatanmu..
Seperti yang di langsir rimanews(berbagai sumber/KCM/Anna Risnawati)