Retno Marsudi: Menlu RI Perempuan Pertama
The Jambi Times - Jakarta - "Sosok yang pekerja keras, tegas, profesional, dan menjadi Menteri Luar Negeri perempuan pertama dalam sejarah kita," kata Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, ketika memperkenalkan sosok Retno Lestari Priansari Marsudi, Minggu (26/10).Karier yang dibangun Retno di dunia
diplomasi berbuah manis. Padahal di awal kariernya, ia mengalami banyak
kesulitan. Mobil yang ia parkir misalnya, sempat disiram susu. Di lain
waktu, mobilnya bahkan remuk. Itu terjadi tahun 1991 ketika ia
ditugaskan Departemen Luar Negeri ke Canberra sebagai staf penerangan.
Saat itu Canberra merupakan pos keras bagi diplomat Indonesia karena
adanya insiden Santa Cruz di Dili, Timor Timur, yang ikut menyebabkan
tewasnya aktivis hak asasi manusia yang berbasis di Australia.
Para diplomat RI di Canberra, termasuk Retno, menghadapi
berbagai ancaman karena ketegangan yang tinggi antara Indonesia dan
Australia. Retno sampai meminta anaknya untuk tak masuk sekolah selama
satu minggu. Dia juga dikawal 24 jam oleh polisi setempat. Itu masa yang
amat sulit bagi Retno.
Kini, Minggu (26/10), Retno berdiri di antara jajaran para
menteri Jokowi. Dia menjadi menteri luar negeri wanita pertama di
Indonesia. Duta Besar RI untuk Belanda itu kembali ke tanah air, siap
mengemban tugas baru.
Retno adalah alumni jurusan Hubungan Internasional Universitas
Gadjah Mada angkatan 1981. Karier Retno di Kementerian Luar Negeri
berawal dari rekrutmen langsung yang dilakukan oleh Deplu di akhir masa
kuliahnya.
Sebelum menjadi Dubes RI untuk Belanda, Retno pernah menjadi
dubes di beberapa negara lain seperti Australia dan Norwegia. Retno juga
pernah bergabung sebagai staf di Biro Analisa dan Evaluasi untuk
kerjasama ASEAN pada 1986.
Tahun 2004, Retno bergabung dalam Tim Pencari Fakta pembunuhan
aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib. Retnolah yang melakukan
diplomasi dengan Belanda. Munir tewas dalam penerbangan Garuda Indonesia
menuju Amsterdam saat hendak melanjutkan studi masternya di Universitas
Utrecht, Belanda.
Belanda bukan tempat asing bagi Retno. Sebelum menjadi dubes di
negeri kincir angin, ia juga menempuh pendidikan pascasarjananya di
Haagsche School, Den Haag, Belanda.
Perempuan kelahiran Semarang, 27 November 1962, itu punya tugas
berat dalam menjaga citra Indonesia di mata dunia. Terlebih sepanjang
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia amat aktif di kancah
internasional, menghadiri banyak forum dan konvensi global.
Posisi Indonesia kian penting setelah dianggap sukses memimpin
ASEAN pada 2011. Indonesia dinilai berhasil mengelola perdamaian di
kawasan, salah satunya dengan memediasi konflik antarnegara Asia
Tenggara terkait sengketa perbatasan.
Retno juga akan menghadapi banyak tantangan dalam menjaga
hubungan luar negeri Indonesia dengan negara lain. Salah satunya
membenahi hubungan bilateral RI dengan Australia yang sempat tegang di
akhir pemerintahan SBY terkait penyadapan telepon intelijen Australia
terhadap sejumlah pejabat Indonesia, dan imigran ilegal.
Perdana Menteri Australia Tony Abbott dalam pertemuannya dengan
Presiden Joko Widodo berharap hubungan negaranya dengan Indonesia
kembali mesra.
Kedutaan Besar Australia kepada CNN Indonesia, Jumat (24/10),
mengatakan Abbott berharap bertemu kembali dengan Jokowi untuk
membicarakan peningkatan kerjasama kedua negara, termasuk di bidang
politik, ekonomi, keamanan, dan pembangunan hubungan antarwarga.
“Pemerintah Australia ingin sekali bekerjasama dengan
pemerintahan baru Indonesia di bawah Presiden Widodo untuk melanjutkan
kemitraan yang kuat dan komprehensif di antara kedua negara," ujar juru
bicara Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Sanchi Davis.
Kini, politik luar negeri Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi akan dibentuk di tangan Retno.(agk/eno/cnn/ft:mertonewstv)