Muncul Dajjal, Imam Mahdi Hingga Isa Diturunkan
Ditulis oleh: Zainul Abidin
Al-Masih Ad-Dajjal
BUKAN sedikit hadis yang menceritakan kemunculan Dajjal yang dikaitkan hadirnya sang pendusta, penakluk bumi di Akhir Zaman.
Dan ciri-cirinya pun jelas dengan berupa macam bentuknya. Mahkluk seperti manusia bermata satu dan tidak memiliki keturunan tetapi memiliki kekuatan melebihi superman atau sakti mandra guna.
Mungkin senjata nuklir yang begitu dahsyat dan canggih yang sudah teruji dampaknya bagi kehidupan manusia pada perang dunia 1 dan 2 ini bisa keok dengan mahkluk yang namanya Al-Masih Ad-Dajjal.
Konon ceritanya bahwa Dajjal hidupnya hanya bertahan selama 40 tahun. Dalam 40 tahun itulah kehidupan kita penuh duka derita dan penuh fitnah besar.
Padahal dusta dan fitnah sejak kita lahir hingga lanjut usia bahkan datangnya waktu ujur dan kematian, yang namanya dusta dan fitnah sudah terjadi dan sudah kita rasakan begitu dasyat dan canggih sesuai perkembangan terknologi. Jadi seperti apa lagi hebatnya dusta dan fitnah saat Dajjal muncul.
Mari kita kedepankan akal sehat untuk tetap menolak menerima hal-hal yang tidak masuk akal untuk tidak rutin muncul di benak dan tertanam di otak kita.
Masalah ini juga mengundang per-tenggaran dan saling menghujat gegara ini. Padahal azas manfaatnya juga tidak ada justru kehadiranya merusak kehidupan, jadi untuk apa di percayai.
Seharusnya kita kuatir dan was-was dengan manusia normal dan pintar, cerdas bin licik jika tidak amanah dalam menjalankan hidup ini,
Coba jawab lebih sakti mana manusia bermata dua atau dengan manusia bermata satu?
Jika pikiran kita sehat , tentu jawaban nya adalah manusia bermata dua karena sudah teruji merasakan yang dialami saat ini. Sakit, kecewa, pendusta, tukang fitnah dan lain sebagainya.
Bisa ke bulan , ciptakan nuklir dengan olahan bahan baku dari batu yang namanya uranium, plutonium.
Hasilnya bisa jutaan manusia mati dan milyaran manusia mengalami dampak efek serpihan melalui udara hingga menderita sakit akut.
Dahsyat bukan!, ini akibat pengaruh manusia bermata dua ketimbang bermata satu.
Setelah itu datanglah Imam Mahdi, kalo istilah primbon Jawa disebut Satrio Peningit lalu Allah menurunkan kembali Isa Al Masih ke bumi untuk membunuh Al-Masih Ad-Dajjal.
Begitulah cerita yang selama ini
kita dengar dan membaca dalam pelbagai kitab-kitab karangan manusia atau
juga ceramah dari para ustadz selama ini, apakah itu khurafat atau
keyakinan yang didasarkan pada dalil-dalil yang jelas dan terbukti
secara ilmiah.
Apa iya atau tidak kemunculan Dajjal itu. padahal dalam Alquran tidak ditemukan baik itu secara gamblang ataupun tersirat tentang kemunculan Dajjal. Jika itu datangnya dari hadis kenapa dari surat pertama hingga surat terakhir dalam Alquran tidak ada satu ayat pun yang membahas soal Dajjal.
Kita pun sudah mengetahui bahwa Nabi Muhammad diperintahkan
oleh Allah untuk menyampaikan kebenaran Wahyu kepada umat manusia.Tidak
mungkin Alquran dan Hadis saling bertentangan.
Perlu di-garis-bawahi
dan di cermati bahwa Ahmad bin Abdullah itu adalah seorang Rasul. Dari
sisi lain, beliau itu juga seperti kita sebagai manusia biasa, kapan
waktunya beliau untuk menyampaikan wahyu dan kapan pula beliau
menyampaikan hal-hal cerita atau obrolan seperti kita biasa. Itu yang
harus kita renungi dan kita pahami.
Contoh:
Ada kalanya seorang Ustadz menyampaikan ceramahnya dalam kondisi serius dan bercanda. Namun bagi umatnya atau muhibbin dianggap serius semua dari perkataan dalam ceramah itu sehingga menjadi keyakinan hidup yang hal dianggap bercanda itulah menjadi sesuatu yang benar dan dibenarkan sampai turun-temurun hingga saat ini. Apalagi ceramahnya itu disampaikan kepada pengikutnya lalu disebarkan kesemua orang yang sama sekali tidak ikut hadir dalam majlis tersebut. Dan apa jadinya?
Tulisan di bawah ini saya sajikan secara detail dan khusus diberi warna biru bertanda tulisan dari sumber secara utuh sebagai masukan untuk dijadikan bahan referensi kita bersama. Mohon untuk di teliti kembali agar bisa mendapat kesimpulan yang PASTI.
Tulisan ini disampaikan oleh Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil dengan judul:
Penyebutan Dajjal Dalam Alqur-an
BERANGKAINYA KEMUNCULAN TANDA-TANDA BESAR KIAMAT
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil
Pasal Kedua AL-MASIH AD-DAJJAL
13. Penyebutan Dajjal Dalam al-Qur-an
Para ulama bertanya-tanya tentang hikmah tidak disebutkannya Dajjal secara jelas di dalam al-Qur-an padahal fitnahnya sangat besar. Demikian pula peringatan para Nabi terhadapnya (dalam al-Qur-an), juga perintah agar me-mohon perlindungan dari fitnahnya di dalam shalat. Mereka menjawabnya dengan beberapa jawaban di antaranya:
Sesungguhnya Dajjal diungkapkan dalam kandungan lafazh اَلآيَاتُ (tanda-tanda) yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:
يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا
“… pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Rabb-mu tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu, atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dengan imannya itu…” (Al-An’aam/6: 158)
Tanda-tanda yang dimaksud adalah Dajjal, terbitnya matahari dari barat, dan binatang. Semuanya diungkapkan dalam penafsiran ayat ini.
Imam Muslim dan at-Tirmidzi رحمهما الله meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثٌ إِذَا خَـرَجْنَ لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِـيْ إِيْمَانِهَا خَيْرًا: طُلُوْعُ الشَمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَالدَّجَّالُ، وَدَابَّةُ اْلأَرْضِ.
‘Ada tiga hal yang jika keluar, maka tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu atau (belum) berusaha berbuat kebaikan dengan imannya itu: terbitnya matahari dari barat, Dajjal, dan binatang bumi.’”[1]
Sesungguhnya alqur-an menyebutkan turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallamq, dan Nabi ‘Isalah yang akan membunuh Dajjal. Maka menyebutkan Masiihul Huda sudah cukup, sehingga tidak perlu menyebutkan Masihudh Dhalaa-lah. Dan kebiasaan orang Arab adalah merasa cukup dengan menyebut-kan salah satu yang berlawanan tanpa menyebutkan yang lainnya.
Sesungguhnya dia (Dajjal) di sebutkan dalam firman-Nya:
لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada pencipta-an manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.” (Al-Mu’min/40: 57)
Sesungguhnya yang dimaksud dengan manusia di sini adalah Dajjal, ayat ini termasuk pengungkapan semua komponen untuk sebagian darinya.
Abul ‘Aliyah rahimahullah [2] berkata, “Maknanya adalah lebih besar daripada penciptaan Dajjal ketika kaum Yahudi membesar-besarkannya.”[3]
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dan ini -jika memang telah tetap- merupakan sebaik-baiknya jawaban, maka termasuk tanggung jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjelaskannya, wallaahu a’lam.”[4]
Sesungguhnya alqur-an tidak menyebutkan Dajjal secara jelas sebagai pelecehen terhadapnya karena dia telah mengaku sebagai tuhan padahal dia adalah manusia, di mana keadaan sangat bertentangan dengan ke-muliaan Rabb, keagungan, kesempurnaan, dan kesuciaanNya dari segala kekurangan, karena dia sangat hina di sisi Allah dan sangat kecil sehingga tidak pantas untuk disebutkan (di dalam alqur-an). Walaupun demikian, para Nabi memberikan peringatan akan kedatangannya, menjelaskan bahaya fitnahnya, sebagaimana yang telah dijelaskan. Sesungguhnya setiap Nabi telah memberikan peringatan akan (kemunculannya) dan memberikan peringatan terhadap fitnahnya.
Jika ada bantahan (terhadap ungkapan tersebut) dengan pernyataan bahwa alqur-an pun telah menyebutkan Fir’aun padahal dia telah mengaku sebagai tuhan yang disembah, maka jawabannya bahwa masalah Fir’aun telah berlalu dan selesai, hal ini disebutkan sebagai pelajaran bagi manusia. Adapun masalah Dajjal, maka sesungguhnya ia akan terjadi pada akhir zaman. Tidak disebutkannya hal ini dalam alqur-an sebagai cobaan bagi manusia, padahal pengakuannya sebagai tuhan lebih jelas, sehingga tidak perlu diberikan perhatian atas kebathilannya karena Dajjal sangat nampak kekurangannya, jelas keburukannya, dan kerendahannya lebih jelas daripada pengakuan yang diserukannya. Maka Allah tidak mengungkapkannya (di dalam alqur-an), karena Allah Ta’ala mengetahui dari para hamba-Nya yang beriman bahwa hal seperti ini tidak samar bagi mereka, dan tidak menambah mereka kecuali keimanan dan rasa berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana yang dikata-kan oleh si pemuda yang dibunuh oleh Dajjal, “Demi Allah, sungguh aku lebih yakin kepadamu pada hari ini bahwa engkau adalah Dajjal.”[5]
Terkadang sesuatu tidak disebutkan karena telah jelas, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sakit menjelang kematiannya tidak menulis surat bahwa yang akan menggantikannya adalah Abu Bakar Radhiyallahu anhu karena hal itu memang sudah jelas. Hal itu disebabkan kedudukan Abu Bakar yang agung di sisi para Sahabat Radhiyallahu anhuma, karena itulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَأْبَى اللهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ إِلاَّ أَبَا بَكْرٍ.
“Allah dan orang-orang yang beriman enggan, kecuali kepada Abu Bakar.”[6]
Ibnu Hajar rahimahullah mengungkapkan bahwa pertanyaan mengenai tidak adanya penyebutan secara jelas tentang Dajjal di dalam alqur-an senantiasa ada, karena sesungguhnya Allah Ta’ala menyebutkan Ya’-juj dan Ma’-juj di dalam alqur-an, sedangkan fitnah mereka dekat dengan fitnah Dajjal.”[7]
Demikianlah, kami kira jawaban pertama lebih dekat, wallaahu a’lam. Maka Dajjal telah diungkapkan di dalam kandungan beberapa ayat dalam alqur-an, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam-lah yang berkewajiban untuk menjelaskan keumuman ayat tersebut (dan beliau sudah menerangkannya).
14. Binasanya Dajjal
Dajjal akan mati di tangan al-Masih ‘Isa bin Maryam alaihissallam , sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa hadits shahih. Hal itu bahwa Dajjal akan berkelana di seluruh permukaan bumi, kecuali Makkah dan Madinah, pengikutnya sangat banyak, fitnahnya menyeluruh dan tidak ada yang selamat darinya kecuali sedikit saja dari kaum mukminin, di saat itu turunlah Nabi ‘Isa bin Maryam q di atas menara timur di Damaskus, sementara hamba-hamba Allah yang beriman berkumpul di sekelilingnya hingga beliau berjalan bersama mereka menuju Dajjal. Adapun Dajjal sedang menghadap ke Baitul Maqdis ketika Nabi ‘Isa turun, lalu Nabi ‘Isa mendapatinya di pintu Ludd.[8] Ketika Dajjal melihatnya, maka dia akan mencair seperti garam yang larut. Kemudian ‘Isa q berkata, “Sesungguhnya aku memiliki satu pukulan untukmu, engkau tidak akan luput dariku, akhirnya ‘Isa mendapatkannya dan membunuhnya dengan tombak dan para pengikutnya kalah, sehingga orang-orang yang ber-iman mengejar dan membunuh mereka hingga pepohonan dan bebatuan ber-kata, “Wahai muslim! Wahai hamba Allah! Ini seorang Yahudi di belakangku, kemari, bunuh dia!” Kecuali gharqad karena ia adalah pohon orang Yahudi”.[9]
Pada kesempatan ini kami uraikan beberapa hadits yang menjelaskan kebinasaan Dajjal dan para pengikutnya.
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَخْرُجُ الدَّجَّالُ فِيْ أُمَّتِيْ… (فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ، وَفِيْهِ:) فَيَبْعَثُ اللهُ عِيْسَى بْنَ مَرْيَمَ كَأَنَّهُ عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُوْدٍ، فَيَطْلُبُهُ، فَيُهْلِكُهُ.
‘Dajjal akan muncul pada umatku… (lalu dia menuturkan hadits, dan di dalamnya:) lalu Allah mengutus ‘Isa bin Maryam seakan-akan ia adalah ‘Urwah bin Mas’ud, kemudian dia mencarinya dan membinasakannya.’”[10]
Imam Ahmad dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Majma’ bin Jariyah al-Anshari Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَقْتُلُ ابْنُ مَرْيَمَ الدَّجَّالَ بِبَابِ لُدٍّ.
‘Ibnu Maryam akan membunuh Dajjal di pintu Ludd.”[11]
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari an-Nawwas bin Sam’an Radhiyallahu anhu, sebuah hadits yang panjang tentang Dajjal… dan di dalamnya terdapat kisah turunnya Nabi ‘Isa dan terbunuhnya Dajjal, dan di dalamnya ada sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Orang kafir yang mencium aroma nafasnya akan mati, dan aroma nafas-nya dapat tercium sejauh pandangannya. Lalu dia mencarinya, sehingga men-dapatkannya di pintu Ludd, kemudian dia membunuhnya.”[12]
Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhuma, bahwa-sanya dia berkata, “Dajjal akan muncul pada saat agama sudah tidak diperhati-kan dan ilmu (agama) sudah ditinggalkan…” (lalu beliau menuturkan hadits, dan di dalamnya ada ungkapan:) “Kemudian Nabi ‘Isa bin Maryam turun, lalu beliau berseru pada waktu sahur, dia berkata, ‘Wahai manusia, apa yang menghalangi kalian untuk keluar menghadapi si pendusta lagi buruk ini?’ Mereka berkata, ‘Ini seorang laki-laki dari bangsa jin.’ Akhirnya mereka semua pergi. Tiba-tiba mereka berjumpa dengan Nabi ‘Isa bin Maryam عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ,, kemudian iqamah shalat dikumandangkan. Dikatakan kepadanya, ‘Majulah untuk meng-imami kami, wahai Ruuhullaah!’ Beliau berkata, ‘Hendaknya imam kalian yang maju, dan menjadi imam bagi kalian,’ kemudian seusai melakukan shalat Shubuh, mereka semua keluar menemuinya (Dajjal).’ Beliau (Rasul) bersabda, ‘Ketika si pendusta melihatnya (Nabi ‘Isa), maka dia akan mencair bagaikan garam yang mencair di dalam air. Selanjutnya dia berjalan menujunya, lalu membunuhnya hingga pepohonan dan bebatuan berkata, ‘Wahai Ruuhullaah, ini orang Yahudi,” maka dia tidak meninggalkan seorang pun yang mengikuti-nya (Dajjal) melainkan dia membunuhnya.”[13]
Dengan terbunuhnya Dajjal -semoga Allah melaknatnya- oleh Nabi ‘Isa, maka berakhirlah fitnah yang besar, dan Allah menyelamatkan orang-orang yang beriman dari kejelekannya dan kejelekan para pengikutnya melalui tangan Ruuhullaah dan Kalimatullaah, ‘Isa bin Maryam عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ, dan para pengikutnya yang beriman, hanya milik Allah-lah segala puji dan karunia.
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
Tulisan di atas adalah sebagai rujukan penulis untuk melihat dalil kemunculan Dajjal khususnya dalam surat Al An' aam ayat 158 seperti yang dikutip diatas.
Mari kita perhatikan surat secara utuh di bawah ini yang mana tanda-tanda yang di maksud itu adalah Dajjal.
hal yandhurûna illâ an ta'tiyahumul-malâ'ikatu au ya'tiya rabbuka au ya'tiya ba‘dlu âyâti rabbik, yauma ya'tî ba‘dlu âyâti rabbika lâ yanfa‘u nafsan îmânuhâ lam takun âmanat ming qablu au kasabat fî îmânihâ khairâ, qulintadhirû innâ muntadhirûn
Terjemahan Kemenag:
"Yang mereka nanti-nantikan hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka, kedatangan Tuhanmu, atau sebagian tanda-tanda dari Tuhanmu. Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidak bermanfaat lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dalam masa imannya itu. Katakanlah, “Tunggulah! Sesungguhnya Kami pun menunggu.”
Saya mencoba untuk menterjemahkan berdasarkan alternatif lain dengan metode quran bil quran atau metode penafsiran Alquran dengan menggunakan ayat-ayat Alquran lainnya untuk menjelaskan makna suatu ayat. Metode ini disebut juga dengan Tafsir bil Ma'tsur atau Tafsir Riwayah yang disusun oleh Muhamamad Isa.
Perhatikan!
“Adakah yang mereka tunggu, atas pilihan aduk-aduk-an NUR-Dzulumat Menurut Sunnah Syayathin itu, kecuali Malaikat yang akan mendimensikannya, atau pembimbing anda (Muhammad) akan mengujudkan pembuktian Alquran Menurut Sunnah Rasul anda, atau bagian pembuktian pembuktian dari ajaran Menurut Sunnah Rasul akan menjelmakan satu kenyataan ?
Satu giliran sejarah dimana bagian dari pembuktian pembuktian Menurut Sunnah Rasul pembimbing anda akan berujud nyata dimana imannya yang aduk-adukan NUR-Dzulumat Menurut Sunnah Syayathin itu tidak akan menolong setiap diri, seperti halnya iman atau yang berusaha dengan iman yang demikian sebelumnya, tidak pernah membikin hidup menjadi ihsan sebenarnya. Tegaskan: “Silahkan kalian menunggu dengan pilihan aduk-adukan NUR-Dzulumat Menurut Sunnah Syayathin dan sayapun, atas pilihan Alquran Menurut Sunnah Rasul ini, adalah yang menunggu satu kehidupan agung”.
Kesimpulan terjemahan diatas:
Aduk-adukan sama seperti mencapur yang baik dan yang buruk, nur adalah penerang konkritnya Alquran dan Dzulumat di-istilah-kan kegelapan jauh dari Alquran, Menurut Sunnah Setan lawan nya adalah Menurut Sunnah Rasul (bahasa umumnya: as-sunnah atau al-hadist)
Perhatikan bahwa untuk mengunakan terjemahan maka gunakanlah dengan susunan bahasa lengkap dan sempurna, dimana ada obyek, subyek, predikat dan keterangan maka hal ini untuk memudahkan kita mengerti maksud dan tujuan yang dimaksud.
Subjek adalah pelaku atau pokok pembicaraan, predikat
adalah tindakan atau keadaan, objek adalah sesuatu yang dikenai
tindakan, dan keterangan memberikan informasi tambahan.
Dan penulis mengambil kesimpulan bahwa dua terjemahan atau penafsiran diatas tidak satupun ditemukan atau menjelaskan kemunculan atau kedatangan Dajjal pada Akhir Zaman seperti apa yang di ulas oleh Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil dilink almanhaj.or.id diatas yang saya beri tanda tulisan warna biru dan merah tersebut.
Sepertinya ada petikan yang dipaksakan bahwa tanda-tanda yang di maksud itu adalah Dajjal. Ingat! secara kaidah bahasa sepertinya tidak bisa di-pertanggung-jawab-kan bahwa makna tanda-tanda itu di tuju ke Dajjal.
Yang saya kritisi disini adalah lafazh اَلآيَاتُ (tanda-tanda) lafadz inilah yang diterjemahkan sebagai Dajjal. Padahal ayat itu bukanlah menceritakan Dajjal , coba perhatikan:
Berikut adalah penjelasan lebih detail:
Ayat (آية): Kata tunggal yang berarti tanda, mukjizat, atau bagian dari kitab suci.
Aayati (آياتي): Bentuk jamak dari ayat, yang berarti tanda-tanda atau ayat-ayat.
Konotasi keagamaan: Dalam Alquran, "ayat" sering merujuk pada ayat-ayat Alquran, yang merupakan tanda-tanda kebesaran Allah.
Konteks kepemilikan: Jika ditambahkan kata ganti kepemilikan "Ku" (ي), maka "aayati" (آياتي) berarti "tanda-tandaKu" atau "ayat-ayatKu".
Makna Aayati banyak pengertianya selain diartikan tanda-tanda juga dapat bermakna, ayat, bagian, point, butir, makalah, risalah dan lain sebagainya. tergantung tulisan yang disampaikanya dalam hal ini Al-Kitab.Tetapi saya meng-im.ple.men.tas.si-kan yang mendekati makna Aayati adalah "risalah-risalahKu".
"Bahwa Allah memberikan Risalah kepada Muhammad berupa ayat-ayat suci itu adalah Wahyu bukan yang lain dan Muhammad lah yang membawa risalah-risalahKu itu berupa Al-Kitab yaitu Alquran".
Baik, saya sudah men-defenisi-kan bahwa makna Aayati itu tidak sedangkal yang disampaikan. Jika sudah salah menterjemahkan maka akan berpengaruh besar dan akan terjadi lepas konteks dari arti yang sebenarnya.
Bagaimana dengan Al-Masih karena Dajjal pun mendapat nama lengkap menjadi Al-Masih Ad-Dajjal.
Apa itu Al-Masih, apakah gelar atau julukan sesorang. Saya sudah menulis tentang Al-Amin apakah itu gelar atau julukan, klik disini Anda bisa membacanya.
Bahwa Al Masih yang disandang oleh Dajjal itu adalah julukan bukan gelar, jika ANDA
masih bersikeras menyakini kemunculan Dajjal diakhir zaman itu nyata
dan benar adanya. Tidak jadi masalah juga dan tidak ada paksaan dalam hal
itu. Ini adalah hak asasi saudara.
Dalam bahasa Arab, "Al-Masih" (المسيح) secara umum berarti "yang diurapi" atau "yang diusap". Gelar/julukan ini sering dikaitkan dengan Nabi Isa (Yesus) dalam tradisi Abrahamik, termasuk Islam, dan juga bisa merujuk pada Dajjal (antichrist) di Akhir Zaman.
Berikut adalah beberapa penjelasan lebih detail:
Nabi Isa:
Dalam
konteks Nabi Isa, Al-Masih berarti "yang diurapi" atau "yang
diberkati", merujuk pada mukjizat-mukjizat yang diberikan Allah
kepadanya, seperti menyembuhkan orang sakit dengan usapan tangannya. Ada
juga pendapat bahwa Al-Masih berarti "yang jujur" atau "yang benar",
karena Isa adalah seorang nabi yang jujur dan membawa kebenaran.
Dajjal:
Dalam
konteks Dajjal, Al-Masih merujuk pada seorang pembohong besar atau
penipu yang akan muncul di Akhir Zaman. Dajjal juga dikenal sebagai
Al-Masih yang menyesatkan karena ia akan mengaku sebagai Tuhan dan
menyesatkan banyak orang.
Secara bahasa:
Kata
"Al-Masih" berasal dari kata "masaha" (مسح) yang berarti "mengusap",
"menghapus", atau "mengembara". Dalam konteks Nabi Isa, kata ini bisa
berarti "yang diusap" (karena ia menyembuhkan orang sakit dengan usapan
tangannya) atau "yang mengembara" (karena ia sering bepergian dan tidak
memiliki tempat tinggal tetap).
Dalam konteks Dajjal, kata ini bisa berarti "yang menutupi" atau "yang menyesatkan" karena ia menutupi kebenaran dengan kebohongan dan tipu daya.
Jadi, meskipun "Al-Masih" adalah gelar/julukan yang sama, maknanya bisa berbeda tergantung pada konteksnya, apakah merujuk pada Nabi Isa atau Dajjal.
Berdasarkan referensi yang saya kutip di laman suaramuhammadiyah.id dengan tema tanya jawab mengenai "Makna Al-Masih(Dajjal Isa As) ini akan saya jabarkan secara utuh juga agar tidak ada miskomunikasi karena titiknya adalah sebagai referensi dalam tulisan ini:
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Saya
ingin bertanya apa makna al-Masih yang beberapa kali disebut dalam
al-Qur`an yang ditujukan untuk Nabi Isa a.s. dan apa makna al-Masih yang
ditujukan untuk Dajjal seperti yang tercantum dalam doa yang diajarkan
Rasulullah saw dalam shalat pada tahiyat akhir sebelum salam, yang
kalimat terakhir seperti ini: wa min fitnatil-masihid-dajjal (dan fitnah
dajjal al-masih)? Demikian pertanyaan dari saya, terima kasih.
Ritaudin , Amuntai – Kalimantan Selatan (Disidangkan pada Jumat, 17 Zulhijah 1441 H / 7 Agustus 2020 M)
Jawaban:
Wa ‘alaikumus salam. wr. wb.
Terima
kasih atas pertanyaan saudara yang diajukan kepada Divisi Fatwa Majelis
Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sebelum menjawab, perlu
diinformasikan terlebih dahulu bahwa persoalan yang hampir sama pernah
dibahas dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 7 halaman 169 mengenai arti
al-Masih dan pada rubrik Fatwa Agama Majalah Suara Muhammadiyah No. 7,
2009 mengenai keyakinan Muhammadiyah tentang al-Mahdi. Di bawah ini akan
dijelaskan makna kata al-Masih, baik kata al-Masih yang dikaitkan pada
Dajjal dan kata al-Masih yang dikaitkan pada Isa a.s..
Makna al-Masih
Al-Masih
secara bahasa berasal dari kata masaha yamsahu mashan yang artinya
mengusap, menghapus atau pergi. Kata al-Masih juga memiliki ragam makna
jika dikaitkan dengan kalimat lainnya (al-Munjid fi Lughati wa al-A‘lam,
758, al-Munawir, 1332, Lisan al-‘Arab, 4197). Kata al-Masih berasal
dari bahasa Ibrani, artinya adalah berkah, yakni keberkahan yang
diberikan kepada para nabi atau orang yang meniadakan kedzaliman dan
memberikan petunjuk untuk manusia (Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir,
II/250-251).
Dinukil dari Rasyid Rida, kata al-Masih menggunakan
huruf (sin) adalah kata serapan dari bahasa Ibrani yaitu kata al-Masyih
menggunakan huruf (syin) mengandung makna gelar raja, menurut tradisi
mereka bahwa orang yang mempunyai kekuasaan atau kerajaan kepalanya
diusap dengan minyak suci dalam suatu upacara pelantikan. Oleh karenanya
mereka menyebut kerajaan dengan sebutan اْلمَسْحُ (al-Mashu) dan
menyebut raja dengan sebutanالْمَسِيْحُ (al-Masih) (lihat Tanya Jawab
Agama Jilid 7 dalam 169).
Makna al-Masih Isa dan al-Masih Dajjal
Makna
al-Masih dapat berubah sesuai konteksnya, seperti pada kata Isa dan
Dajjal yang berbeda. Kata al-Masih dikaitkan dengan kata Isa الْمَسِيحُ
عِيسَى artinya orang yang benar, demikian menurut Abu Haisam. Menurut
Ibnu Sidah kata tersebut disandarkan kepada Isa karena kejujurannya,
atau orang yang selalu berjalan di bumi tidak menetap, mengusap dengan
tangannya kepada orang yang buta matanya dan berpenyakit kusta menjadi
sembuh atas izin Allah (Lisan al-Arab, 4197). Seperti disebutkan dalam
sebuah syair,
إِذَا المَسِيْحُ يَقْتُلُ اْلمَسِيْحَ Ketika Nabi Isa membunuh Dajjal
Isa
dikatakan al-Masih artinya seorang raja, makna ini dalam pengertian
ruhaniah bukan secara fisik. (Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir,
II/250-251). Di kalangan ahlul kitab sudah mengenal akan datang al-Masih
dari kalangan mereka dan berkeyakinan bahwa al-Masih akan mengembalikan
kekuasaan di bumi ini yang telah hilang. Oleh sebab itu, setelah lahir
Nabi Isa yang diberi gelar al-Masih mereka beriman dan berkeyakinan
bahwa orang inilah yang diberitakan oleh para nabi sebelumnya. Isa
dijuluki al-Masih karena Allah swt mengangkatnya ke langit dan
menyerupakan wajah seseorang dengan wajahnya, hal ini untuk
menyelamatkan Isa dari orang-orang kafir (al-Misbah al-Munir fi Tahzib
Tafsir Ibnu Kasir, 172).
Adapun kata al-Masih dikaitkan dengan
ad-Dajjal الْمَسِيحِ الدَّجَّالِartinya sifat yang buruk, buta mata
demikian menurut Abu Ubaidah (Lisan al-Arab, 4196). Kata Dajjal itu
sendiri memiliki arti menarik, menyerat, pendusta, pemalsu atau seorang
yang buta matanya. وَالدَّجَّالُ هُوَ اْلمَسِيْحُ اْلكَذَّابُ, Dajjal
adalah al-Masih yang pendusta (Lisan al-Arab, 1329). Jika dua kata
digabung al-Masih ad-Dajjal berarti seorang pendusta atau pembohong.
Sehingga suatu saat akan ada orang yang mengaku al-Masih seperti
al-Masih Isa tetapi berperilaku buruk seperti Dajjal.
Dalil al-Masih Dajjal dan al-Masih Isa
Kata
Dajjal sendiri ditemukan pada 4056 hadis, sedangkan kata Dajjal yang
diiringi kata fitnah atau fitnati Dajjal sebanyak 341 hadis dan kata
Dajjal yang diiringi kata al-Masih atau fitnati masihi Dajjal sebanyak
330 hadis. Di antara beberapa hadis yang menjelaskan makna tersebut
adalah,
عَائِشَةَ رضى الله عنها قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَسْتَعِيذُ فِى صَلاَتِهِ مِنْ فِتْنَةِ
الدَّجَّالِ [رواه البخاري].
Dari Aisyah r.a. (diriwayatkan), aku
mendengar Rasulallah saw memohon perlindungan dalam shalatnya dari
fitnah Dajjal [H.R. al-Bukhari].
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَشَهَّدَ
أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ يَقُولُ اللَّهُمَّ
إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ
الدَّجَّالِ [رواه مسلم].
Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan)
ia berkata, Rasulullah saw bersabda: Apabila salah seorang dari kalian
tasyahud maka mohon perlindunganlah kepada Allah dari empat hal, ia
berdoa: Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka jahanam,
siksa kubur, fitnah hidup dan mati dan dari keburukan fitnah al-Masih
ad-Dajjal [H.R. Muslim].
عَنْ أَبِى بَكْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يَدْخُلُ
الْمَدِينَةَ رُعْبُ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ، لَهَا يَوْمَئِذٍ سَبْعَةُ
أَبْوَابٍ، عَلَى كُلِّ بَابٍ مَلَكَانِ [رواه البخاري].
Dari Abu
Bakrah r.a. (diriwayatkan) dari Nabi saw bersabda: Kejahatan al-Masih
ad-Dajjal tidak dapat masuk kota Madinah, pada waktu itu ada tujuh pintu
masing-masing dijaga oleh dua malaikat [H.R. al-Bukhari].
Dari
ketiga hadis tersebut dan beberapa hadis yang semakna menunjukkan bahwa
kata al-Masih yang dikaitakan dengan kata Dajjal mengandung makna
negatif (pendusta, huru hara akhir zaman atau keburukan lainnya dari
fitnah Dajjal). Oleh karenanya umat Islam dianjurkan berdoa memohon
perlindungan diri kepada Allah swt dari bahaya Dajjal dan peristiwa
buruk di akhir zaman.
Adapun kata al-Masih yang dikaitkan pada
Isa disebut dalam al-Qur’an sebanyak delapan kali, yakni pada surah
Ali-Imran (3) ayat 45, an-Nisa (4) ayat 157, 171-172, al-Maidah (5) ayat
17, 72, 75 dan at-Taubah (9) ayat 30. Sedangkan kata al-Masih Isa yang
disebut dalam hadis Nabi saw ada sekitar 36 hadis. Di antara beberapa
dalil yang menjelaskan sebutan al-Masih untuk Isa adalah,
إِذْ
قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ
مِنْهُ اسْمُهُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَجِيهًا فِي الدُّنْيَا
وَالْآَخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ [آل عمران (3): 45].
Ingatlah
ketika para Malaikat berkata: Wahai Maryam sesungguhnya Allah
menyampaikan kabar gembira kepadamu tentang sebuah kalimat (firman)
dari-Nya (yaitu seorang putra) namanya al-Masih Isa putra Maryam,
seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang
didekatkan kepada Allah [Q.S. Ali ‘Imran (3): 45).
وَقَوْلِهِمْ
إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللهِ وَمَا
قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ
اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا
اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا. بَلْ رَفَعَهُ اللهُ
إِلَيْهِ وَكَانَ اللهُ عَزِيزًا حَكِيمًا [النسآء (4): 157-158].
(Kami
hukum juga) karena ucapan mereka sesungguhnya kami telah membunuh
al-Masih Isa putra Maryam utusan Allah, padahal mereka tidak membunuhnya
dan tidak pula menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang
yang diserupakan dengan Isa. Sesungguhnya mereka yang berselisih
pendapat tentang (pembunuhan) Isa selalu dalam keragu-raguan tentang
yang dibunuh itu. Mereka benar-benar tidak tahu (siapa sebenarnya yang
dibunuh itu) melainkan mengikuti persangkaan belaka jadi mereka tidak
yakin telah membunuhnya. Tetapi Allah telah mengangkat Isa ke
hadirat-Nya, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana [Q.S. an-Nisa (4):
157-158].
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ أَنْ
يَنْزِلَ حَكَماً قِسْطاً وَإِمَاماً عَدْلاً فَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ
وَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ وَتَكُونَ الدَّعْوَةُ وَاحِدَةً. فَأَقْرِئُوهُ
أَوْ أَقْرِئْهُ السَّلاَمَ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ
وَسَلَّمَ وَأُحَدِّثُهُ فَيُصَدِّقُنِى فَلَمَّا حَضَرَتْهُ الْوَفَاةُ
قَالَ أَقْرِئُوهُ مِنِّى السَّلاَمَ. [رواه أحمد].
Dari Abu
Hurairah (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah saw bersabda: Hampir saja
Isa putra Maryam turun sebagai seorang hakim dan imam yang adil, ia
akan membunuh babi dan menghancurkan salib, dan hanya akan ada satu
dakwah (Islam), maka hendaknya kalian sampaikan kepadanya, atau
sampaikanlah salam dari Rasulullah saw. Aku menceritakannya dan ia
membenarkanku, ketika datang masa ajalnya Abu Hurairah berkata:
Sampaikanlah salam dariku kepadanya [H.R. Ahmad].
Berdasarkan
uraian di atas dapat dipahami bahwa kata al-Masih memiliki makna yang
berbeda ketika disandarkan kepada kalimat lainnya. Jadi, kata al-Masih
yang disandarkan kepada Isa atau al-Masih Isa mengandung makna positif
yakni jujur, nama gelar dan penghormatan seperti sultan, raja, raden,
kanjeng atau lainnya. Sedangkan kata al-Masih yang disandarkan kepada
Dajjal atau al-Masih ad-Dajjal mengandung makna negatif yakni pendusta
dan bahaya huru hara akhir zaman.
Demikian jawaban ini, semoga dapat dipahami dan mencerahkan.
Wallahu a‘lam bish-shawab
Isal Al Masih:
Dan penulis mendefenisikan Al-Masih itu memiliki makna "Diangkat" dalam bahasa Alquran nya adalah masihu, masiiha. Coba sandingkan dengan surat An-Nisa ayat 158 dan surat lainya dibawah ini:
bal rafa‘ahullâhu ilaîh, wa kânallâhu ‘azîzan ḫakîmâ
"Akan tetapi, Allah telah mengangkatnya (Isa) ke hadirat-Nya. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana".
Surat Ali Imran ayat 55 yang berbunyi:
idz qâlallâhu yâ ‘îsâ innî mutawaffîka wa râfi‘uka ilayya wa muthahhiruka minalladzîna kafarû wa jâ‘ilulladzînattaba‘ûka fauqalladzîna kafarû ilâ yaumil-qiyâmah, tsumma ilayya marji‘ukum fa aḫkumu bainakum fîmâ kuntum fîhi takhtalifûn
(Ingatlah) ketika Allah berfirman, “Wahai Isa, sesungguhnya Aku mengambilmu, mengangkatmu kepada-Ku, menyucikanmu dari orang-orang yang kufur, dan menjadikan orang-orang yang mengikutimu lebih unggul daripada orang-orang yang kufur hingga hari Kiamat. Kemudian, kepada-Kulah kamu kembali, lalu Aku beri keputusan tentang apa yang selalu kamu perselisihkan.
Tafsir dan Pendapat Ulama:
Para ulama memiliki beberapa pendapat mengenai makna pengangkatan Nabi Isa:
1.Pengangkatan secara fisik: Sebagian ulama berpendapat bahwa Nabi Isa diangkat secara fisik, ruh dan jasad, ke langit.
2.Pengangkatan ruh:Sebagian ulama lain berpendapat bahwa yang diangkat adalah ruh Nabi Isa, sedangkan jasadnya tetap di bumi.
Maksud 'diangkat'
menurut pribadi pendapat penulis adalah diangkat derajat dirinya Isa putra Maryam
setelah mendapat Al-Kitab yang penuh dengan Ilmu, dengan adanya Al-Kitab
(injil) ini Isa putra Maryam derajat pengetahuanya di-naik-kan secara
otomatis.
Sama
seperti manusia lain nya jika dirinya mendapat ilmu, PASTI derajatnya naik
dan ditinggikan status pribadinya berdasarkan ilmu yang di dapat tadi,
baik itu melalui pendidikan sekolah, universitas atau lembaga lain nya
dari sang guru, dosen dan asesor.
Dalam
masalah ini, pembaca mohon untuk berkomitmen dulu dan tegas dalam
bersikap untuk mengambil keputusan seperti ayat-ayat di bawah ini bahwa
Isa putra Maryam itu adalah manusia bukan dewa ataupun malaikat, sekali
lagi Isa putra Maryam itu adalah manusia sama seperti nabi-nabi lain nya
termasuk seperti kita ini.
(QS) 2:87 – Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada `Isa putra Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul-Qudus.
(QS) 2:136 – Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka.
(QS) 3:46 – Dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh.
(QS) 3:48 – Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al Kitab, Hikmah, Taurat dan Injil.
(QS) 5:17 – Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putra Maryam.”
Jika Nabi Isa manusia sama dengan Nabi lain nya, tidak ada yang abadi jika menjadi manusia, semua akan mengalami yang namanya kematian, Jika Nabi Isa masih hidup hingga sekarang maka bagaimana dengan surat Ali Imran ayatt 55 dalam Alquran bahwa Allah memberikan kabar kematian kepada Nabi Isa.
wa mâ ja‘alnâ libasyarim ming qablikal-khuld, a fâ im mitta fa humul-khâlidûn
"Kami tidak menjadikan keabadian bagi seorang manusia pun sebelum engkau (Nabi Muhammad). Maka, jika engkau wafat, apakah mereka akan kekal?
Nabi Isa dimatikan Allah:
Iż
qālallāhu yā 'īsā innī mutawaffīka wa rāfi'uka ilayya wa muṭahhiruka
minallażīna kafarụ wa jā'ilullażīnattaba'ụka fauqallażīna kafarū ilā
yaumil-qiyāmah, ṡumma ilayya marji'ukum fa aḥkumu bainakum fīmā kuntum
fīhi takhtalifụn
(Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan diantaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya".
Kembali di review lagi Surah Ali 'Imran ayat 55 (3:55) dalam Alquran berbunyi:
"Sesungguhnya Allah berfirman: 'Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan mewafatkanmu dan mengangkatmu kepada-Ku, serta membersihkanmu dari orang-orang yang kafir dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antara kamu tentang hal-hal yang selalu kamu perselisihkan'
Dalam ayat di atas ada tulisan mutawaffīka. Apa artinya mutawaffika?
Namun, ayat ini menggunakan istilah "mutawaffika",
yang secara harfiah berarti "mengambil secara utuh". Istilah ini memang
bisa digunakan sebagai eufemisme untuk kematian, namun makna aslinya
bukanlah kematian. Itu menurut beberapa pendapat lain. Jika kita rujuk
ke teks aslinya maka tidak bisa di pungkiri bahwa mutawaffīka itu maknanya diwafatkan. akhir ajal bahasa santun nya adalah "mengambil-mu"
Ini perlu dipertegas kembali berdasarkan sumber dari www.rumahfiqih.com ini jelas pengertian mutawaffîka sesuai dengan sumber diatas dengan tabel bawah ini:
Terjemahan dari Prof. Quraish Shihab :
(Ingatlah)
ketika Allah berfirman: "Wahai 1sa, sesungguhnya Aku akan mewafatkan
engkau dan mengangkatmu kepada-Ku serta membersihkanmu dari orang-orang
yang kafir dan menjadikan orang-orang yang mengikutimu di atas
orang-orang yang kafir sampai pada Hari Kiamat. Kemudian hanya kepada
Akulah pengembalian kamu, lalu Aku memutuskan di antara kamu tentang
hal-hal yang kamu berselisih padanya. "
Terjemahan dari Prof. HAMKA :
(lngatlah)
tatkala Allah berkata, "Wahai, Isa! Sesungguhnya, Aku akan rnewafatkan
engkau dan mengangkat engkau kepada-Ku dan membersihkan engkau dari
orang-orang yang kafir, dan akan menjadikan orang-orang yang rnengikut
engkau lebih atas dari orang-orang yang kafir itu sampai Hari Kiamat.
Maka, kepada Akulah tempat kamu kembali rnaka akan Aku putuskan nanti di
antara kamu dan hal apa-apa yang telah kamu perselisihkan padanya itu."
Al-A'raf ayat 25 dalam Alquran berbunyi:
"Qāla fīhā taḥyawna wa fīhā tamūtūna wa minhā tukhrajūn(a).
"(Allah) berfirman, 'Di sana kamu hidup, di sana kamu mati, dan dari sana (pula) kamu akan dibangkitkan.'
Imam Mahdi
Tokoh
ini dalam ceritanya juga akan datang untuk melawan Al-Masih Ad-Dajjal.
Dalam eskatologi Islam yang diyakini akan muncul di Akhir Zaman untuk
membersihkan dunia dari kejahatan dan ketidakadilan, benar begitu!
Penulis dalam hal ini tidak luput dari pelbagai sumber dan referensi kuat dan shahih mengenail Ad-Dajjal, Isa Al Masih dan Iman Mahdi yang akan kita bahas kali ini sebagai sesi terakhir dalam tema "Muncul Dajjal, Imam Mahdi Hingga Isa Diturunkan". Terakhir kita bahas Imam Mahdi.
Dari sumber lain yang mengatakan dalam tulisan nya berjudul: Apakah imam Mahdi dan Dajjal hanya cerita karangan ? Mengapa saya tidak menemukannya di Alquran dan Al kitab?.
Agus Joko : "Kalau kita perhatikan lebih dalam, kisah-kisah Mahdi ini berasal dari wilayah Iraq, Uzbekistan dan Iran. Zaman dulu wilayah itu lebih dikenal dengan wilayah Persia. Kerajaan yang kental dengan Zoroaster. Ada juga kisah serupa dalam Zoroaster terkait akhir zaman (eskatologi) di mana tokoh 'Mahdi'-nya bernama Saoshyant.
Saoshyant adalah tokoh penyelamat eskatologis dalam Zoroastrianisme yang akan muncul pada akhir zaman untuk mengalahkan kejahatan, membangkitkan orang mati, dan membawa dunia ke dalam era baru kebenaran dan keadilan. Musuh utamanya adalah Angra Mainyu, dan kedatangannya terkait dengan akhir siklus dunia yang sekarang.
Jadi apakah Dajjal dan Mahdi adalah kisah karangan?
Bagi yang beriman pada Alquran, maka kisah terdahulu yang tak dibenarkan oleh Alquran, dan kisah penting terkait keselamatan manusia tapi tak ada di dalam Alquran, maka artinya kisah itu hasil inovasi/karangan manusia. Sangat mungkin kisah ini menjadi bahan gorengan politik, sinkretisme agama sebelah serta jadi pemberi harapan palsu bagi masyarakat kelas bawah yang menanti-nantikan keajaiban".
Imam Mahdi dapat diartikan secara bebas bermakna "Pemimpin yang diberi petunjuk". Dalam bahasa Arab, kata Imam berarti "pemimpin", sedangkan Mahdi berarti "orang yang mendapat petunjuk".
Al-Quran tidak secara eksplisit menyebutkan nama "Imam Mahdi". Namun, beberapa ayat dan penafsiran hadis dikaitkan dengan kedatangan Imam Mahdi sebagai sosok pemimpin Akhir Zaman yang akan menegakkan keadilan.
Lagi dan lagi, sosok Imam Mahdi dalam Alquran juga sepertinya dipaksakan, ayat yang menekankan Imam Mahdi sama seperti Al-Masih Ad-Dajjal. Sesuai dengan surat An-Nisa ayat 59.
Ayat ini berbicara tentang ketaatan kepada Allah, Rasul, dan Ulil Amri (pemimpin). Sebagian ulama menafsirkan bahwa Ulil Amri yang dimaksud dalam ayat ini adalah Imam Mahdi. Ada sekitar tiga surat yang dikaitkan kepada Imam Mahdi namun tidak begitu menyolok seperti Surat An-Nisa ayat 59 di atas. Surat lain nya tersebut adalah surat Al-Anbiya (21): 105, Al-Qashash (28): 5,An-Nur (24): 55.
Secara bahasa, Ulil Amri berarti "pemilik urusan" atau "orang yang berwenang". Dalam konteks Alquran, Ulil Amri merujuk pada pemimpin atau penguasa yang bertanggung jawab atas urusan umat, baik dalam aspek pemerintahan, keagamaan, maupun sosial.
Ulil Amri adalah seseorang atau sekelompok orang yang mengurus kepentingan umat.Ulil Amri berasal dari kata "ulu" yang berarti kerajaan, urusan, dan perkara. Kata ulil amri artinya pemerintah, pemimpin, dan sebagainya.Dalam konteks Pewahyuan, Nabi Adam hingga Nabi Muhammad secara khusus juga bisa dikatakan sebagai Ulil Amri.
Jadi pengertian istilah Ulil Amri itu adalah sama dengan Imam Mahdi karena memiliki arti yang mirip sama berdasarkan kaidah fungsi dan tujuanya namun penulis tidak sepakat Imam Mahdi yang di maksud itu sebagian ulama mengatakan 'pemimpin yang akan datang muncul di akhir zaman yang akan melawan ketidak adilan'.
Menurut saya:" Imam Mahdi sebenarnya sudah hadir ditengah masyarakat pada waktu lalu,sekarang dan masa yang akan datang atau setiap waktu. Sama dengan Ulil Amri".
Imam Mahdi : Pemimpin yang diberi petunjuk sedangkan Ulil Amri: Pemimpin yang bertangung jawab atas urusan umat.
Istilah ini jika kita kembalikan ke konteks Al-Kitab adalah memiliki arti:
"Penerima Amanah yang harus dijalankan atau disampikan berupa wahyu (Alquran,injil, Taurad, Jabur) dan hadis kepada semua umat manusia di BUMI".Rahmatan lil alamin.
Penulis telah menyusun tulisan ini berdasarkan informasi beberapa sumber dan referensi yang jelas.Selamat membaca.
Sekian dan terima kasih.