Apakah HTI Prayogo Pangestu Digembosi Asing? Begini Aspirasi Petani Jambi
The Jambi Times, JAMBI | Rabu (10/6) Ribuan petani dan gerakan mahasiswa petani indonesia (Gema Petani) menggelar aksi solidaritas ke Polres Tebo, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Ribuan petani ini meminta pihak kepolisian membebaskan rekan mereka, Junawal, Dan menangkap pelaku penggusuran rumah dan kebun petani oleh PT RLU /PT.Lestari Asri Jaya, Bisnis usaha Barito Group milik Prayogo Pangestu.
“Iya, Aksi solidaritas petani hari ini berlangsung singkat saja karena kita mempertimbangkan suasana covid-19, dan sedang mengajukan proses penangguhan terhadap Junawal” Ujar Sarwadi, Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI Jambi) saat jumpa pers di Jambi, Kamis (11/6) malam.
Sarwadi menerangkan, Junawal di tangkap pada lebaran ketiga (26/5) saat silaturahmi di rumah orang tuanya yang berada di Simpang Niam, Kec. Tengah ilir, Kab. Tebo, Jambi. Katanya, Ia dituding terlibat aksi menolak penggusuran tanaman petani yang berujung terbakarnya alat berat PT LAJ di lokasi yang selama ini berkonflik dengan perusahaan.
Akibat dari penangkapan itulah ribuan petani resah dan bergejolak, Mereka bertanya, Kenapa malah petani yang ditangkap sementara pelaku penggusuran tanaman masyarakat dibiarkan? Sehingga kemudian ribuan petani yang tergabung di SPI melakukan aksi solidaritas meminta saudara mereka dibebaskan, dan meminta kepada kepolisian agar menangkap pelaku penggusuran yang memicu kemarahan itu supaya tak terkesan diskriminatif dan kriminalisasi.
Junawal yang di tangkap polisi itu, Kata Istazi, Ketua Tim Advokasi Hak Asasi Petani SPI Jambi, Adalah Ketua SPI Kabupaten Tebo. Dirinya mengemban amanah untuk melindungi dan memperjuangkan anggotanya atas tanah berlandas Pancasila dan hak konstitusional yang diatur UUD 1945 sebagai hak asasi ekosob. UU Pokok Agraria No.5 tahun 1960. Yang mana hak-hak asasi konstitusional itu ditindaklanjuti oleh Presiden dalam Perpres No.88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah di sektor kehutanan. Saat Jumpa Pers itu.
PT LAJ sendiri menurutnya sangat faham Junawal adalah pimpinan strategis yang di belakangnya bergantung nasib ribuan keluarga petani. PT LAJ atau perusahaan kongsi PT Barito Pasifik milik Prayogo Pangestu dan Michelin Perancis itu, Menurutnya telah menggilas nilai-nilai kemanusiaan, sosial dan budaya di masyarakat. Karena syarat intimidasi, kriminalisasi, Supaya petani menyerahkan tanah atau ladang-ladang mereka.
“Inilah watak kejahatan kemanusiaan terorganisir korporasi, Maka dari itu kami minta Kementrian LHK segera selesaikan konflik agraria ini, dan minta Kapolres Tebo bertindak adil, Menangkap pelaku penggusuran dan menindak anggotanya yang terlibat intimidasi,” Ujarnya.
Yoggy Sikumbang, Selaku Ketua Gerakan Mahasiswa Petani Indonesia wilayah Jambi dalam kesempatan itu menyampaikan, Ekonomi rakyat saat ini sedang terpuruk dan secara psikologi tertekan hebat, Intinya, Rakyat sedang depresi. Mestinya Kapolres lebih berhati-hati dan mempertimbangkan situasi pandemi covid-19 ini. Bukan sebaliknya, Memancing reaksi emosional ribuan massa dan menimbulkan gejolak petani di berbagai daerah, Hal itu menurutnya yang sangat disayangkan.
Namun, Menurut Polisi setempat, Penangkapan Junawal itu berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B-30 /V/2019/Jambi/Res Tebo/SPKT, tanggal 14 Mei 2019. Tersangka ditangkap dan langsung dibawa ke Polres Tebo guna penyelidikan lebih lanjut.
“Ya, kita telah mengamankan tersangka otak pelaku pembakaran alat milik PT LAJ. Tersangka bernama Junawal, Ketua DPC SPI Tebo. Dia kita tangkap saat berada di rumah orang tuanya di Desa Rantau Api,” kata Riedho, Kasat Reskrim Polres Tebo (9/6).
Riedho menepis penangkapan Junawal tindakan kriminalisasi karena menurutnya dari hasil penyelidikan tersangka memang ikut serta dalam pembakaran alat berat milik PT LAJ, Dan dari hasil penyelidikan itu, katanya, Junawal merupakan orang yang mengumpulkan massa dan membeli bensin yang dibungkus dengan kantong plastik saat pembakaran terjadi.
“Saat dilakukan pemeriksaan, tersangka didampingi langsung oleh pengacara Akurdianto SH dan patner. Saat diperiksa, Tersangka mengaku telah mengumpulkan massa serta membeli bensin yang dibungkus kantong. Jadi tidak ada kriminalisasi pada penangkapan tersangka,” ujarnya.
Siapa yang melaporkan Junawal ke Polres Tebo belum dijelaskan oleh kepolisian. Tapi menurut pengakuan salah satu orang yang bekerja di PT RLU/PT.LAJ, Penangkapan terhadap pelaku pembakaran alat berat murni tindak kriminal dan provokasi. "Penangkapan diluar wewenang pihak perusahaan karena bukan delik aduan" Katanya, Menurut info yang ia ketahui.
Hal itu dibantah oleh Istazi, Tim advokasi SPI saat jumpa pers (11/6) malam, Menurutnya, Pelapor adalah pihak perusahaan dan fakta itu diketahui dalam Bukti Acara Pemeriksaan (BAP) yang sudah mereka lihat atau terima.
Latar Belakang Konflik
Menurut catatan SPI, Di tengah moratorium kehutanan tahun 2010, Pemerintah memberikan izin pada PT LAJ seluas 61.495 Ha di Kab. Tebo, Jambi. Hal ini sesuai akte No.40 tanggal 26 Juli 2007 dengan SK. 141/Menhut-II/2010. PT LAJ merupakan anak usaha PT Royal Lestari Utama (RLU) atau perusahaan kongsi PT Barito Pasific dengan Michelin Perancis untuk Hutan Tanaman Industri (HTI) Karet.
Sejak awal tahun 1990. Para petani sudah berladang dan membangun pemukiman di wilayah kecamatan Serai Serumpun, Sumay, VII Koto dan VII Koto Ilir. Hal ini menurutnya berdasar pemetaan partisipatif yang dilakukan pihaknya yang mana dari situ pula diketahui bahwa luasan lahan yang sudah dikelola petani lebih dari 30 ribu hektar.
Hadirnya PT LAJ di lokasi ini dinilai petaka bukan saja bagi petani tapi juga Suku Anak Dalam (SAD) setempat. Sebab, Berbagai upaya intimidasi baik oleh oknum aparat maupun preman memicu situasi mencekam dan trauma di masyarakat.
Begitu pula upaya penggusuran oleh perusahaaan dengan mulai merobohkan rumah Suku Anak Dalam (SAD) Pimpinan Jalil, dan rumah-rumah yang terletak di Desa Aur Cino yang kini hanya tersisa satu rumah saja. Bahkan, Sejak tahun 2018, Desa Aur Cino tidak lagi menjadi desa karena sudah dicaplok PT LAJ dan menjadi kawasan hutan.
Progres Penyelesaian Konflik
Menurut SPI sejak tahun 2012 konflik petani dengan perusahaan di wilayah ini memuncak. Lantaran penggusuran yang dilakukan perusahaan sudah mendekati pemukiman, sekolahan, masjid, gereja dan Tempat Pemakaman Umum.
Di saat itu pengurus SPI sudah menyampaikan peristiwa demi peristiwa ke Bupati setempat, Namun, Ancaman kriminalisasi yang justru terlontar jika petani tidak mau menerima tali asih atau ganti rugi, Akibatnya, PT LAJ berhasil menggusur sebagian perkebunan petani.
Pada 2013 hingga 2017 petani kerap melakukan protes berkenaan dengan berbagai tindak kekerasan, intimidasi, dan penggusuran atas rumah dan tanaman yang masih terus berlangsung.
Hingga kemudian tahun 2018 digelar pertemuan dengan Menteri LHK atas usulan TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) dan perhutanan sosial (PS) atas aduan SPI yang berlanjut dengan pertemuan untuk presentasi usulan Dewan Pengurus Pusat SPI pada Dirjen PKTHA KLHK di Jakarta, Kemudian SPI mengirimkan data tahap 1 TORA kepada Dirjen tersebut.
Namun pada Januari 2019 petani masih mengalami intimidasi dan penggusuran sehingga pada Maret 2019 dilakukan pertemuan antara SPI dan Manajer PT LAJ, Widiarsono, untuk mencari langkah penyelesaian. Pertemuan berlanjut dengan Sekjen KLHK dalam rangka percepatan 31 lokasi yang sudah diajukan diantaranya konflik antara SPI dengan PT LAJ.
Celakanya, Pada Mei 2019, PT LAJ masih berusaha menggusur kebun petani. Lima buah buldoser waktu itu berhasil dihentikan oleh masyarakat tapi kemudian buldoser bergerak menuju RT.07 yang akhirnya memancing amuk massa hingga alat berat itu terbakar.
Pada pertemuan bulan Juni 2019 di Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, SPI dan PT LAJ sepakat, agar masing-masing menahan diri, Lalu berlanjut dengan pertemuan di kantor DPP SPI dengan Direktorat PKTHA KLHK di Jakarta pada bulan September.
Di bulan September itu pula DPP SPI menerima surat dari KLHK untuk melengkapi dokumen usulan penyelesaian konflik agraria dan TORA, yang mana dilanjutkan pada bulan Mei 2020 pertemuan antara SPI Tebo diwakili oleh Junawal dengan Pemkab Tebo di Tebo. Namun, Pada 26 Mei 2020, Junawal justru di tangkap.
Akhmad Bestari, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Dalam kesempatan diskusi online yang digelar (9/6) yang mengangkat tema konflik tenurial di Jambi menyatakan, Bahwa daratan di Provinsi Jambi (42 persen) adalah kawasan hutan. Sementara pertumbuhan penduduk terus meningkat hal ini menurutnya menjadi satu faktor konflik tenurial terjadi.
Menanggapi kasus SPI dengan PT LAJ, Menurut Bestari, Memang sudah ada kesepakatan agar masing-masing pihak menahan diri. “Waktu itu kesepakatannya ada semacam status quo gitu, Jadi masing-masing pihak tidak saling ganggu, begitu,” Ujarnya, Saat menanggapi pertanyaan dari media ini yang ikut dalam diskusi.
Ketika ditanya apakah ada terobosan yang akan dilakukan pemerintah untuk memecah konflik tenurial yang sudah berlangsung lama di Jambi? Bestari menjawab singkat, Justru di Jambi bisa dikatakan salah satu daerah yang cukup lengkap intrumennya sembari memapar sudah ada pokja (Kelompok kerja) untuk perhutanan sosial, dan sejumlah capaian-capaian sekalipun ia menggarisbawahi soal pembiayaan.
Skema Asing?
PT. Royal Lestari Utama (RLU) dibentuk sebagai perusahaan bersama yang mengoperasikan tiga izin konsesi yaitu PT. Wanamukti Wisesa (WW) dan PT. LAJ dengan total luas 70.000 ha di Kab. Tebo Jambi, Kemudian PT. Multi Kusuma Cemerlang (MKC) seluas 18.000 ha di daerah Kalimantan Timur.
Laporan hasil Investigasi KKI Warsi dan WWF tahun 2015 menyebutkan. LAJ adalah perusahaan swasta nasional yang didirikan tahun 2007 berdasarkan akte No. 40 tanggal 26 Juli 2007. Izin ini kemudian menjadi masalah karena dilapangan petani sudah mengusai tanah, bermukim dan bertani terlebih dulu sejak tahun 1990-an. Kondisi ini di perumit karena terdapat tumpang tindih izin dengan pertambangan IUP PT. Kelola Tebo Energi dan IUP PT. Sumber Mineral Raya 1.
Sumber lain menyebutkan, Dalam menjalankan operasional PT. RLU dibiayai oleh pinjaman Internasional melalui Tropical Landscape Finance Facility (TLFF) dengan syarat memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan sosial kesejahteraan masyarakat setempat.
TLFF merupakan sebuah kemitraan antara UN Environment, World Agroforestry Centre (ICRAF), ADM Capital, dan BNP Paribas. Bertujuan membawa pembiayaan jangka panjang untuk mendorong proyek pertumbuhan hijau dan meningkatkan mata pencaharian pedesaan di Indonesia.
Terkait dengan itu, PT. RLU mendapat pendanaan senilai US$ 95 juta dari TLFF pada awal tahun 2018. Pinjaman internasional ini diluncurkan melalui obligasi pembiayaan HTI karet alam berkelanjutan dengan termin pembiayaan hingga 2034.
Bagaimana kemudian PT RLU/PT.LAJ sebagai operator di lapangan menjawab persoalan ini, untuk siapa dan apa saja uang tersebut, dan kenapa tindak kekerasan atau intimidasi terhadap ribuan petani terus terjadi, tentu kita tunggu dengan seksama.
Bisnis Karbon?
Pada bulan Mei 2018, PT. LAJ bekerjasama dengan Balai TNBT, Perjanjian kerjasama ini dilakukan dalam jangka waktu tiga tahun meliputi: perlindungan kawasan; pelestarian flora dan fauna; pemulihan ekosistem; dan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat akan dilakukan pada 4 Desa yakni Desa Suo-Suo, Semambu, Muaro Sekalo, dan di Desa Pemayungan.
Kerjasama ini disebut Wildlife Conservation Area (WCA) yang masuk kedalam rencana penetapan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) sebagai penyangga TNBT dengan luas total 54.800 ha. Lokasi WCA berbatasan dengan TNBT dan diapit dua blok konsesi, Proyek Restorasi Ekosistem PT. Alam Bukit Tigapuluh (PT ABT).
Kompas, Pada 11 Mei 2019 mencatat. WCA merupakan proyek jangka panjang LAJ kerjasama dengan World Wild Fund (WWF) Indonesia, Yang efektif dikembangkan sejak 2018 dengan mendapat dukungan pendanaan dari Michelin Group yang nilainya tidak tanggung-tanggung yaitu lima juta euro.
Patut diduga, Selain memanfaatkan isu lingkungan untuk mendapatkan pinjaman Internasional, Perusahaan ini juga mengakses hibah-hibah untuk penjualan karbon demi melengkapi instrumen karet alam berkelanjutan.
Misalnya, RLU telah memperoleh konvensi subsidi 250 ribu euro untuk mempersiapkan proyek karet alam berkelanjutan dari pemerintah Perancis melalui Agence FranƧaise de DƩveloppement (AFD) atau Badan Perancis Bagi Pembangunan.
Sikap dan Harapan Petani
Memperhatikan dinamika yang terus berkembang, Sarwadi, Ketua SPI Jambi menduga, PT LAJ sepertinya ada keengganan untuk menyelesaikan konflik sesuai dengan mekanisme dan ketentuan. Menyikapi itu dan beberapa informasi diatas pihaknya meminta ke pemerintah dan kepolisian agar bertindak cepat untuk mencegah terjadinya aksi intimidasi, kekerasan, baik secara psikis maupun fisik yang dilakukan oleh perusahaan.
Junawal Ketua SPI Tebo itu, Kata Sarwadi, Sedang membantu pemerintah melaksanakan amanah Perpres No.88 tahun 2017 yaitu melakukan pendataan subyek dan obyek guna melengkapi data yang diminta oleh KLHK sesuai surat No. s.205/PKTHA/PNK/DTN.I/9/2019.
“Kami sedang membantu pemerintah melakukan percepatan penyelesaian konflik agraria antara anggota SPI Tebo dengan PT LAJ. Penangkapan terhadap Junawal atas laporan perusahaan menciderai proses yang selama ini telah terbangun,” ujarnya.
Oleh karena itu, Pihaknya mendesak PT RLU/PT LAJ bertanggungjawab untuk mengganti seluruh kebun dan aset petani yang sudah dirusak.
Untuk Kementrian LHK dia berharap, Hendaknya segera menyelesaikan konflik agraria di sektor kehutanan ini dan mencabut izin perusahaan pada wilayah yang sudah dikelola ribuan petani. Selanjutnya pada semua pihak ia meminta agar menghargai proses-proses yang sedang berjalan dengan menghindari tindakan-tindakan represif kepada petani.(w)