Optimisme Zero Waste 'LINGKUNGAN'
Penulis: Rusdianto Samawa, Direktur Eksekutif Teluk Saleh Institute (TSI)
____________
Kemaren, di Hotel Merisse Jalan Wahid Hasyim, Kebon Sirih Jakarta Pusat. Ada FGD IMO (International Maritime Organisation). Saya ikut mendengar. Peserta dipastikan tak ada dari lembaga atau personalitas aktivis lingkungan. Ya karena tak ada hubungan.
Namun, saat ngopi santai dilantai bawah Hotel Morisse, berkembang diskusi diantara pengusaha kapal ikan, organisasi pelaut, organisasi buruh migran, bahwa: "selama ini di Kementerian Kelautan dan Perikanan berkembang mazhab baru yakni doktrin lingkungan yang berdampak semua hal usaha disektor Maritim, Kelautan dan Perikanan dilarang. Malah, diganti kampanye lingkungan." Itulah dinamika yang berkembang selama diskusi.
Namun, karena saya orang NTB, jadi teman-teman tertuju kepada saya sendiri. Selain, mencoba meyakinkan bahwa kebijakan berbasis lingkungan atas dasar kajian lembaga-lembaga internasional, ternyata berdampak negatif terhadap usaha-usaha yang ada.
Kemudian, diskusi berlangsung lama. Pada esok harinya, saya dihubungi oleh Gerry yang dulu saya pernah temani dia ke NTB. Ia mengajak ngopi diseputaran Cilandak Town Square mendiskusikan banyak hal terkait lingkungan. Karena Gerry tau, saya sendiri lagi sensi sama doktrin lingkungan disektor Kelautan dan Perikanan yang membuat usaha-usaha itu menjadi hancur lebur karena ujungnya finishing kebijakan hanya bersifat melarang, tidak mengatur sehingga menyababkan nelayan jatuh miskin.
Akhirnya kami berempat ketemu di Citos. Ya, sudah jelas diskusi lingkungan. Namun, mungkin Gerry dkk sudah bosan mendengar ocehan saya soal lingkungan diseputar Kelautan dan Perikanan. Lalu, dia mengambil alih menjadi moderator diskusi dimulai dari Zero Waste.
Teman-teman yang lain, menanyakan kabar Gubernur NTB. saya menjawabnya: "Ya sudah pasti kabar baik dan tambah progresif pergerakan Zero Waste. Artinya Bang Zul sedang memimpin optimisme akan harapan Gemilangnya NTB dimasa depan."
Diskusi tentang NTB sangat panjang lebar diskusi. Secara kebetulan timeline media sosial facebook Bang Zul lewat beranda dengan kalimat dan kata-kata: "ditempat Pembuangan Sampah Kebon Kongok sore ini. Senang sekali melihat keberhasilan teman-teman PLN NTB mengolah sampah menjadi Pellet utk pembangkit listrik mereka di NTB. Dengan 3 mesin sederhana PLN akan butuh 60 ton sampah utk di olah setiap hari menjadi bahan bakar. Pellet RDF ini bisa juga menjadi substitusi kayu utk membakar tembakau petani-petani kita sehingga tak lagi harus menebang pohon. Sampah bisa di kurangi, pohon dan hutan tetap lestari. Luar biasa!. Mesin-mesin pengolah sampah sederhana ini ternyata bisa diproduksi di Science Technopark kita di Banyumulek. Doakan mesin-mesin sederhana pengolah sampah ini bisa masif kami produksi dan di sumbangkan ke desa-desa di NTB ini. Sehingga zero waste bukan hanya mimpi di provinsi kita ini. Senang sekali zero waste dan industrialisasi sdh mulai menampakkan hasil. Alhamdulillah." Itulah postingan Bang Zul dimedia sosial facebooknya.
Saya perlihatkan kepada teman-teman diskusi, mereka sangat apresiasi modal sosial, ide dan gerakan kampanye: "Ingo Roro Kokat." Itu artinya definisi dan makna visi misi NTB Gemilang dalam program Zero Waste merupakan bentuk percepatan pengelolaan dengan melakukan pemilahan, pengomposan yang dikerjasamakan dengan PT PLN Persero. Tentu harapan dan optimisme. Bang Zul sedang memimpin optimisme penataan peradaban dan masa depan masyarakat NTB.
Ternyata, optimisme program Zero Waste Bang Zul ini sangat fantastis. Apalagi pengelolaan itu melibatkan pemilahan sampah dalam rumah tangga yang didukung fasilitas pewadahan berupa tong sampah yang memadai. Masyarakat pun bisa membuat sendiri. Yang terpenting pemerintah memberi instruksi.
Dalam diskusi pun berkembang saran terhadap pemerintah Provinsi NTB sebagai bagian dari kampanye skala besar yang disiapkan berbagai Tong sampah dalam rumah cukup dibagi untuk 2 jenis sampah yaitu sampah organik (basah) dan sampah anorganik (kering). Sampah yang telah terpilah menjadi sampah basah dan kering selanjutnya dilakukan pengelolaan yaitu pengomposan dan pengumpulan sampah layak jual.
Artinya, pengomposan bisa dikerjasamakan dengan PT PLN Persero dimasa panjang. Apalagi, program Zero Waste itu akan ikut menyedia mesin pengolah sampah yang difasilitasi nanti untuk masyarakat.
Kalau mesin pengolah sampah tersebut diproduksi masal, maka paling tidak masyarakat bisa mebguasai teknik untuk mengolah sampah organik yang berupa sampah sisa makanan, sisa potongan sayur dan buah atau sampah dapur dan sampah dari sapuan halaman rumah. Jika sampah organik rumah tangga dikelola secara mandiri (on site) dengan cara dikomposkan maka sampah anorganik harus dikelola dengan bantuan pihak ketiga (off site) yakni PT PLN Persero.
Gerry menambahkan bahwa: pihak ketiga seperti PT PLN Persero sangat bagus mendukung dan kerjasama pengelolaan sampah yang terpusat. Kedepan bisa bekerjasama dengan para pelaku usaha daur ulang informal antara lain pemulung, tukang loak, pengrajin produk daur ulang khusus untuk sampah plastik kemasan berlapis aluminium foil.
Fakta satu tahun yang lalu, harus diantisipasi oleh pemerintah. Saya amati dari Kecamatan Maronge hingga Kecamatan Tarano, perbatasan Sumbawa – Dompu. Daerah ini belum ada Tempat Pembuangan Sampah secara tetap. Sebenarnya, perlu diantisipasi kedepan karena volume sampah meningkat tajam.
Ini pentingnya dari kebijakan Zero Waste, pemerintah harus mendorong pengadaan tanah puluhan hektar sebagai tempat pembuangan sampah tetap oleh pemerintah dan difasilitasi mesin pengolah sampah.
Pengamatan itu akan bisa terkelola dengan baik, apabila optimisme pemerintah tadi. segera memberi warning akan bahaya tidak terkelolanya sampah dengan menggalakkan pembuatan Tong Sampah. Faktanya dilapangan, beberapa sungai yang berada diwilayah Desa Bonto, Desa Labuhan Jambu, Desa Boal, Desa Plampang hingga sungai Desa Maronge maupun Desa Simu, sampah tidak terkendali dengan baik.
Karena itu, program Zero Waste Bang Zul ini sebuah harapan dan optimisme yang harus dipimpin untuk mencapai tujuan sehingga sudah bisa dimulai dari produksi sehingga dapat menguranggi sampah. Konsep Zero Waste kerjasama PT PLN Persero ini salah satunya menerapkan prinsip 3 R (Reduce, Reuse, Recycle). Hebat.
Maka, mestinya pemerintah Kabupaten/Kota di Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok bisa mengambil momentum untuk bekerjasama secara baik dengan pihak swasta, PT PLN Persero, pemerintah Provinsi NTB, agar kedua pulau ini segera terbebas dari sampah (Zero Waste).
Pandangan orang-orang diluar NTB, bahwa Zero Waste diterapkan berdasarkan beberapa pengalaman negara-negara maju yang mendorong perancangan ulang daur sumberdaya, dari sistem linier pengelolaan sampah menuju siklus tertutup, sehingga semua produk digunakan kembali. Sehingga meminimalisir tidak ada sampah yang dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan teknologi termal lainnya (gasifikasi, pirolisis). Ini sebuah langkah: "Bang Zul Memimpin Optimisme Zero Waste bisa berjalan baik."
Pelajaran penting yang harus disuguhkan pemerintah Provinsi NTB adalah ketepatan proses pengelolaan sampah yang dijadikan sumberdaya produktif. Misi bebas sampah harus menjadi tujuan etis, ekonomis, efisien, dan visioner, untuk memandu optimisme masyarakat dalam mengubah gaya hidup dan praktik-praktik mereka dalam meniru siklus alami yang berkelanjutan, dimana semua material yang tidak terpakai lagi dirancang untuk menjadi sumber daya bagi pihak lain untuk menggunakannya.
Bebas sampah berarti merancang dan mengelola produk dan proses untuk secara sistematis menghindari dan menghilangkan jumlah dan daya racun limbah dan material, melestarikan dan memulihkan semua sumber daya, dan tidak membakar atau menguburnya.
Menghilangkan sampah perlu keterlibatan secara intensif terutama dari industri, partisipasi masyarakat dan pemerintah. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam (resources recovery). Pengelolaan sampah bisa melibatkan pemerintah Kab/Kita di NTB sehingga antisipasi bencana ledakan sampah bisa dicegah sedini mungkin. Pemerintah harus menata sistem pengelolaan sampah yang tidak layak sehingga menyebabkan bertumpuknya gas metan di dalam gunungan sampah berakibat pada ledakan tersebut.
Karena semakin hari masyarakat Provinsi NTB terus bertambah dan beragam aktivitasnya yang menghasilkan sampah hingga melebihi kemampuan alam untuk menyerapnya.
Terakhir, sebaiknya pemerintah Provinsi NTB bisa mengemas kebijakan pada level keberpihakan pada lingkungan dan merumuskan kebijakan produksi mesin pencipta kompos dan lainnya sebagai solusi pengelolaan sampah sehingga program Zero Waste Provinsi NTB bisa terbebas.