News Breaking
Live
wb_hadi

Breaking News

Tionghoa Berperan Sebarkan Islam di Indonesia

Tionghoa Berperan Sebarkan Islam di Indonesia



IMLEK dirayakan di Indonesia. Perayaan tahun baru Imlek 2571 sejatinya tak terpisahkan dari sejarah panjang orang Tionghoa di Nusantara (Indonesia). Diaz Hendropriyono menyoroti sejarah peran mereka dalam penyebaran Islam di Indonesia.

“Orang Tionghoa berperan dalam penyerbaran Islam di Nusantara (Indonesia),” kata Diaz Hendropriyono Sabtu (25/1/2020), seperti yang dituliskan dalam status Facebook-nya.

Beberapa tokoh Wali Songo diyakini berdarah Tionghoa. Kisah berawal pada abad ke-15, ketika ada dua orang keturunan Tionghoa dari Samarkand, Uzbekistan, Maulana Malik Ibrahim, dan adiknya Maulana Ishak datang ke Indonesia untuk menyebarkan agama Islam, setelah menetap beberapa saat di Campa.

Maulana M. Ibrahim alias Chen Yinghua alias Tan Eng Hoat, menyebarkan Islam di Gresik, Jawa Timu Kelak dia dikenal sebagai Sunan Gresik. Sedangkan Maulana Ishak menyebarkan Islam di Pasai, Aceh.

Sunan Ampel adalah anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakannya, atau anak Maulana Ishak. Sunan Bonang dan Sunan Dradjat adalah anak dari Sunan Ampel.

Artinya, dari Walisongo alias Sembilan Wali, enam di antaranya berdarah Tionghoa. Tiga orang lainnya yakni Sunan Muria, anak dari Sunan Kalijaga yang asli Jawa. Sementara Sunan Gunung Jati  alias Syarief Hidayatullah, yang kemungkinan berasal dari Kairo, Mesir.

Pengaruh penyebaran Islam di Indonesia oleh Walisongo pun berlanjut sampai sekarang. Tradisi baju kok adalah warisan pengaruh kebudayaan Tiongkok.

Menurut JJ Rizal, baju koko merupakan turunan baju "Tui-Khim", baju dengan kerah pendek yang biasanya dipadukan dengan celana komprang (longgar).

Orang Betawi biasa nyebutnya baju "Tikim". Baju ini sedikit berbeda dengan baju "Sarjan" atau baju "Takwa" yang digunakan oleh Sunan Kalijaga. Liatlah foto Walisongo, cuma Sunan Kalijaga yang tidak mengenakan jubah dan sorban, yang 8 lainnya bergaya ala Arab.

Konon pada abad  ke-19, orang Tionghoa di Batavia mengenakan baju "Koko" atau "Tui-Khim", sedangkan mereka yang tinggal di Surabaya sudah lebih modern dalam hal berpakaian, seperti dipaparkan dalam "Riwajat Hidup Saja dan Keadaan Djakarta" yang ditulis oleh Tio Tek Hong (1959).

Dan lucunya, dulu yang suka mengenakan baju itu adalah "engkoh-engkoh" alias lelaki China atau kakak, makanya disebut "koko", seperti yang digambarkan dalam "Pangeran Diponegoro: Menuju Sosok Khalifah" oleh Remy Sylvado (2008).

Maka, tak pelak sampai kini banyak orang yang mengenakan baju Koko, berwarna merah lebih afdhol, untuk mengunjungi teman dan kerabat merayakan Imlek. Gong Xi Fat Chai.

Diaz Hendropriyono



Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.