Kunjungi Turki, Satgas Penanganan Pengungsi Jajaki Kerja Sama
The Jambi Times Polhukam TURKI | Ketua
Pelaksana harian Satgas Penanganan Pengungsi Luar Negeri Kementerian
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Brigjen Pol. Chairul
Anwar, melakukan kunjungan kerja ke Turki berasama dengan beberapa
delegasi dari Kementerian/Lembaga terkait. Dirinya mengatakan, kunjungan
kerja tersebut untuk menjalin kerja sama bilateral, khususnya di bidang
penanganan pengungsi dari luar negeri.
Delegasi
Indonesia sebelumnya juga telah mengunjungi Kedutaan Besar Republik
Indonesia di Turki dan akan mengunjungi tempat penampungan pengungsi di
Adana, Turki.
”Kedua
negara kita telah menjalin kerja sama bilateral yang lama dan erat.
Hubungan antara Indonesia dan Turki dipenuhi persahabatan dan
persaudaraan. Dua karakter dalam hubungan ini, saya percaya akan dapat
terus meningkat di masa depan. Terlepas dari kerja sama bilateral
diberbagai bidang yang telah terbentuk, saya meyakini bahwa masih banyak
ruang bagi kedua negara untuk terus menjajagi bidang-bidang kerja sama
baru,” kata Chairul saat bertemu dengan delegasi dari Kementerian Luar
Negeri Turki di Ankara, Turki, Selasa (3/12/2019).
Dikatakan
bahwa Indonesia dan Turki memiliki banyak prinsip yang sama, seperti
komitmen dan keinginan kuat untuk mewujudkan keamanan, kedamaian, dan
juga aktif dalam memberikan bantuan kemanusiaaan. Salah satu contoh yang
paling jelas adalah selama bertahun-tahun berdasarkan rasa kemanusiaan,
kedua negara telah telah menampung ribuan, bahkan jutaan, pengungsi
asing.
Pada tahun 70an Indonesia telah
menampung 250.000 pengungsi dari kawasan Indo-Cina. Saat ini Indonesia
tengah menampung hampir 14.000 pengungsi dan pencari suaka dari 42
negara. Semua itu dilakukan oleh Indonesia meskipun bukan menjadi negara
pihak pada Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967.
“Tentu
saja, jumlah pengungsi di Indonesia jumlahnya sangat kecil dibanding
dengan jumlah pengungsi yang saat ini diterima oleh Pemerintah Turki,”
kata Chairul.
Chairul juga menyampaikan,
terlepas dari besar kecilnya jumlah, Pemerintah Indonesia sepakat bahwa
krisis kepengungsian merupakan tantangan global yang berdampak pada
banyak negara di dunia, terutama bagi negara penampung pengungsi
sementara yang sebagian besar merupakan negara berkembang.
Disampaikan,
jumlah pengungsi yang terus meningkat akibat dari konflik sektarian di
berbagai negara, tidak lagi hanya tragedi kemanusiaan semata, namun
dapat menjadi suatu bom waktu yang setiap saat akan meledak. Hal ini
dikarenakan isu pengungsi seringkali berkaitan dengan berbagai isu,
seperti kejahatan lintas negara, penjualan manusia, penyelundupan
manusia, perbudakan modern, dan terorisme global.
”Untuk
mencegah potensi ancaman yang akan datang, Indonesia saat ini tengah
mencari solusi yang lebih inovatif dan efektf dalam penanganan dan
pengelolaan isu kepengungsian,” ungkapnya.
Sehari
sebelumnya, rombongan delegasi Indonesia juga telah bertemu dengan
United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) Turki, dalam
pertemuan tersebut disampaikan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki
komitmen tinggi dalam menangani pengungsi dari luar negeri. Dikatakan,
penanganan pengungsi di Indonesia dilakukan dengan prinsip pendekatan
pemenuhan hak asasi manusia.
Selain itu,
Indonesia juga telah melakukan beberapa upaya penanganan, seperti salah
satunya adalah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016
tentang penanganan pengungsi dari luar negeri. Di dalam Perpres tersebut
diatur tentang bagaimana peran Kementerian/Lembaga dan Pemerintah
Daerah dalam penanganan pengungsi dari luar negeri.
“Mekanisme
penanganan mulai dari penemuam pengungsi di perairan laut Indonesia,
kemudian penampungan, kemudian pengawasan, dan pengamanan. Kerja sama
kami dengan UNHCR Indonesia sangat harmonis dan baik sekali, kami selalu
melakukan pertemuan dan koordinasi untuk membahas permasalahan baik
yang dihadapi oleh UNHCR ataupun oleh Pemerintah Indonesia,” kata
Chairul.
Chairul mengungkapkan, di Indonesia
sendiri saat ini terdapat kurang lebih 13.863 pengungsi dari luar negeri
yang terdiri dari 3.278 pencari suaka, dan 10.585 pengungsi. Dari
jumlah tersebut, kurang lebih 60 persennya berasal dari Afghanistan dan
sebanyak 8.138 pengungsi ditampung di rumah detensi imigrasi dibawah
bantuan International Organization for Migration (IOM).
“Mereka
(pengungsi) ditampung di _community house_ dibawah bantuan IOM, baik
kebutuhan akomodasi, kebutuhan dasar hidup mereka, pendidikan dan
kesehatan,” ungkap Chairul.
Upaya lainnya yang
dilakukan Pemerintah Indonesia terhadap penganganan pengungsi adalah
melalui pemulangan secara sukarela. Jadi, para pengungsi yang bersedia
dan ingin kembali ke negara asal mereka akan dipulangkan dan dibiayai
penuh.
“Yang ketiga adalah upaya deportasi,
apabila pengungsi yang masuk ke Indonesia telah ditetapkan sebagai _case
closed_, UNHCR akan menyerahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Indonesia
untuk melakukan deportasi,” kata Chairul.