Tak Mau Hormat Bendera Saat Upacara, 2 Siswa di Batam Dimutasikan Ke PKBM
The Jambi Times, JAKARTA | Kasus di mutasinya 2 siswa SMPN di kota Batam ke PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) karena tidak mau hormat bendera saat upacara di sekolah menimbulkan pro dan kontra. Menurut orangtua, anaknya tetap menghormati proses upacara dengan cara berdiri tegap, namun dalam ajaran pemahaman kepercayaannya hormat kepada bendera adalah menyembah, sehingga si anak tetap upacara tetapi tidak hormat bendera saat upacara di sekolah.
Sekolah
menyampaikan bahwa sudah 2 tahun melakukan pembinaan, namun kedua anak
tersebut tidak berubah, sehingga Sekolah memutuskan untuk mengembalikan
ke orangtua. Dinas Pendidikan kota Batam kemudian memutasi kedua anak
tersebut ke PKBM terdekat, keputusan diambil melalui rapat koordinasi
antara Dinas Pendidikan kota Batam dengan pihak sekolah dan KPPAD Batam
dan Kepri.
Bukan Kasus Pertama
Kasus
siswa tidak mau hormat bendera pernah terjadi juga tahun 2010 di NTT
dan 2018 di Kalimantan Utara. Pada tahun 2018 di Kalimantan Utara, namun
si anak tidak sekedar tidak mau upacara bendera dan hormat bendera,
bahkan orangtua juga melarang si anak ikut pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn).
Pihak sekolah dan Dinas
Pendidikan setempat bersedia menerima para siswa yang bersangkutan,
asalkan bersedia ikut upacara, hormat bendera, menyanyikan lagu
Indonesia raya dan mengikuti pelaharan PKn. Kasus kota Batam,
Kalimantan Utara maupun NTT, secara kebetulan semua anak dan orangtua
adalah penganut agama Kristen.
Sehubungan di
keluarkannya 2 siswa di Batam, maka KPAI menyampaikan: KPAI
menyayangkan keputusan sekolah yang didukung oleh Dinas Pendidikan kota
Batam yang memutuskan memutasi 2 siswa tersebut ke PKBM. Kemungkinan
besar orangtua berkeberatan anaknya dipindahkan ke PKBM, apalagi sewaktu
bersekolah di jenjang SD, kedua anak itu diperbolehkan upacara meskipun
tidak melakukan hormat bendera.
Apa
itu PKBM? PKBM adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat untuk
masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan. PKBM berada di bawah
pengawasan dan bimbingan dari Dinas Pendidikan setempat. PKBM ini bisa
berupa tingkat desa ataupun kecamatan. untuk mendirikan PKBM bisa dari
unsur apapun oleh siapapun yang tentunya telah memenuhi syarat-syarat
kelembagaan antara lain: Akta Notaris, NPWP, Susunan Badan pengurus,
Sekretariat dan Izin Operasional dari Dinas Pendidikan Kab/kota.
Banyak
orangtua dan anak menganggap bahwa PKBM bukanlah sekolah formal
meskipun ujiannya kesetaraan, ijasahnya sama atau setara dengan sekolah
formal si anak sebelumnya.
Retno Listyarti, Komisioner KPAI bidang Pendidikan sebagai kuru bicara KPAI merekomendasikan sebagai berikut:
Pertama,
Demi kepentingan terbaik bagi anak, KPAI mendukung anak tetap bisa
bersekolah, tetapi bukan di PKBM. Kecuali si anak memang menginginkan
pindah ke PKBM, anak harus didengar pendapatnya dan seharusnya sebelum
keputusan memutasi, kedua anak seharusnya di assessment psikologi
terlebih dahulu agar keputusan dapat mempertimbangkan kondisi psikologis
kedua anak ybs. Apalagi, suasana belajar antara sekolah awal dengan
PKBM tentulah sangat berbeda, secara psikologis pasti berdampak pada
anak, misalnya menjadi rendah diri dan kurang bersemangat
belajar/berprestasi.
Selain itu, apakah di
tatatertib sekolah ada ketntuan bahwa jika seorang siswa tidak mau
hormat bendera maka siswa akan di beri sanksi di keluarkan setelah
pembinaan dilakukan dan tetap tidak ada perubahan. Sekolah tidak bisa
menghukum seorang siswa tanpa didasarkan pada aturan yang ada.
Kedua,
KPAI mendorong ada tindaklanjut dari keputusan yang sudah diambil pihak
Sekolah dan Dinas Pendidikan kota Batam. Sekolah dan Dinas Pendidikan
Kota Batam (misalnya melalui pengawas sekolah) harus lebih intensif dan
maksimal lagi memberikan pengertian kepada keluarga dengan menggandeng
kementerian agama, pemerintah daerah dan tokoh agama terkait.
Ketiga,
KPAI mendorong dimaksimalkannya upaya persuatif dan terencana antara
Pemda bersama Kementerian Agama melakukan intervensi berbasis keluarga,
karena agama anak umumnya mengikuti agama atau kepercayaan orangtuanya.
Hal ini untuk mencegah penyebaran keyakinan bahwa mengangkat tangan
untuk hormat bendera berbeda dengan menyembah Tuhan Yang Maha Kuasa.
Upaya ini juga sekaligus mengedukasi orangtua dan masyarakat untuk
menguatkan nilai-nilai kebangsaan.