Rizal Ramli: Fokus Ekonomi, Jangan Terlampau Sering Bicara Radikalisme
The Jambi Times, JAKARTA | Mantan Menteri Kordinator Perekonomian Era Abdurahman
Wahid menegaskan bahwa pemerintah sebaiknya fokus pada persoalan
ekonomi dan menghindari terlampau banyak membicarakan isu-isu
radikalisme, yang membuat bangsa ini terlihat mundur atau atret ke
sekian puluh tahun silam dan para investor merasa ragu dengan nasib
investasi mereka. Terlampau sering membicarakan radikalisme, baik
pemerintah maupun publik, hanya akan membuat kita kehilangan optimisme
membangun ekonomi.
Isu radikalisme itu penting
dan sebaiknya diambil saja langkah yang dianggap tepat, tapi publik
sebaiknya diajak untuk melihat wajah ekonomi kita, yang belakangan ini
memang kurang menguntungkan dan meleset dari target.
"Pemerintah,
misalnya, harus menyusun langkah yang berani dan tepat untuk mengatasi
defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang kian melebar. Dan
solusinya tidak selalu dengan berutang," kata Rizal, di Jakarta, Selasa
5 November 2019.
Sebab, lanjutnya, solusi
dengan berutang itu akan membebani APBN kita berikutnya dan generasi
yang akan datang. "Cobalah serius menguber wajib pajak besar dan
perusahaan asing, agar penerimaan pajak ini meningkat dan mencapat
target," saran Rizal yang pernah menjadi Menko Maritim di masa pertama
pemerintahan Joko Widodo.
Selain soal defisit
itu, soal yang harusnya jadi perhatian pemerintah dan publik adalah
pertumbuhan ekonomi yang meleset dari target. Sejumlah lembaga sudah
memprediksi melesetnya pertumbuhan ekonomi itu dan sudah pula
dipublikasikan media massa.
Bank Indonesia,
beberapa hari lalu memperkirakan ekonomi kita tahun 2019, hanya tumbuh
5,05%. Perkiraan itu dibawah yang ditargetkan APBN 2019 yang dipatok
pada 5,1%. Pada September lalu Bank Dunia, memproyeksi pertumbuhan
ekonomi tahun 2020 bisa dibawah 5%. Sejumlah ekonom juga memperkirakan
ekonomi Indonesia akan melambat.
Jauh sebelum
sejumlah lembaga itu mempublikasikan proyeksi mereka, Rizal Ramli sudah
mengingatkan pertumbuhan ekonomi yang menurun itu. Pada 12 Agustus 2019,
pada acara bertajuk "Ngopi Bareng" di kantornya di kawasan Tebet
Jakarta Selatan, Rizal Ramli memproyeksi pertumbuhan ekonomi akan turun
di bawah 5%. Sayangnya, kata Rizal dalam acara itu, pemerintah melakukan
langkah penghematan yang justru merepotkan rakyat lapisan golongan
bawah.
Seharusnya, kata Rizal, dalam keadaan
yang melambat, pemerintah mendorong roda ekonomi dengan memberi stimulus
agar bisa bergerak, sesudah itu tinggal mengejar pajak. Solusi atasi
krisis dengan berhemat itu, lanjut Rizal, memang menekan pengeluaran,
tapi ini cara yang sudah konvensional dan berulang-ulang. "Jika cara
yang sama dipakai untuk memecahkan masalah, jangan berharap hasil akan
yang berbeda. Karena kita sudah tahu hasilnya," kata Rizal.