LPSK memberikan Perlindungan Sesaat Setelah Peristiwa
The Jambi Times, JAKARTA | Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah merespon serangan
senjata tajam yang dialami Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM
Wiranto beserta 3 korban lainnya yang terjadi di Pandeglang, Banten,
Kamis (10/10/2019). Langkah yang LPSK lakukan antara lain, sesaat
setelah peristiwa LPSK melakukan koordinasi dengan Dentasemen (Densus)
88 Mabes Polri. Hasil koordinasi dengan Densus tersebut, kami peroleh
informasi, bahwa serangan tersebut dikatagorikan tindak pidana
terorisme. Kemudian LPSK mengambil inisiatif mencoba menemui Wiranto di
RS AD Gatot Soebroto pada hari yang sama.
Dalam
kunjungan ke RSPAD, LPSK berkoordinasi dengan ajudan Wiranto. Dari
ajudan tersebut, diinformasikan, bahwa pasca operasi, Wiranto belum
dapat ditemui karena sedang beristirahat. Kami menyampaikan tugas kami
dalam tindak pidana terorisme kepada ajudan tersebut untuk diteruskan
kepada Wiranto. Kami juga menemui dokter jaga dan menyampaikan maksud
tujuan LPSK memberikan surat jaminan (guarantee letter) atas biaya medis
bagi Wiranto.
Esok harinya (11/10), LPSK
melakukan pendalaman di Banten, menemui 3 korban lainnya antara lain,
Kapolsek Menes, FS, Y (ajudan Danrem). Dalam pertemuan itu LPSK
meyampaikan tugas terkait perlindungan korban pada tindak pidana
terorisme dan menyampaikan guarantee letter kepada pihak rumah sakit.
Tindakan
responsif yang LPSK lakukan ini merupakan wujud implementasi dari
mandat yang tercantum dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan
Terhadap UU No. 15 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme. Dalam Pasal 35B ayat (2) UU 5/2018, LPSK bertugas memberikan
perlindungan berupa bantuan medis sesaat setelah peristiwa. Khusus pada
tindak pidana terorisme perlindungan (bantuan medis) diberikan tanpa
terlebih dahulu disyaratkan pengajuan permohonan.
Tindakan
pro aktif yang dilakukan LPSK terhadap korban tindak pidana teroriseme
telah LPSK lakukan sejak peristiwa Bom Thamrin (2016), Bom Gereja di
Samarinda (2016) Bom Kampung Melayu (2017), Peristiwa Penyerangan Mako
Brimob (2017), dan Peristiwa Bom Surabaya (2018). Langkah LPSK ini
diadopsi dalam UU 5/2018 sebagai model penanganan korban sesaat setelah
peristiwa.
Terkait program perlindungan korban
terorisme, tercatat ada 489 orang yang menjadi terlindung LPSK dengan
jumlah layanan mencapai 974 layanan. Rinciannya adalah sebagai berikut :
210 layanan pemenuhan hak prosedural; 127 layanan medis; 92 layanan
psikologis179 layanan psikososial; dan sebanyak 357 fasilitasi pemberian
kompensasi.
Untuk pemberian kompensasi, LPSK
telah berhasil menunaikan hak kepada 46 korban terorisme dengan total
nilai yang telah dibayarkan sebesar Rp. 3.831.160.322,- (rincian
terlampir). Selain itu LPSK sedang mengusahakan pembayaran kompensasi
kepada 4 korban terorisme peristiwa Cirebon dan Lamongan sebesar Rp.
450.339.525,- Nilai yang dibayarkan kepada korban tentunya bervariasi
sesuai dengan putusan pengadilan yang merujuk pada penghitungan yang
dilakukan oleh LPSK.
Peristiwa penyerangan terhadap
Menkopolhukam Wiranto, makin menguatkan kebutuhan agar negara menyiapkan
secara maksimal upaya pemenuhan hak-hak korbannya, sebagai bagian
perang terhadap terorisme.
(Humas LPSK)