Analisis Îmãn (7)
1.
SEJARAH IMAN
1.
Pandangan Dunia tentang Sejarah
THE JAMBI TIMES - “Sejarah Islam” telah banyak ditulis orang, tapi siapa yang pernah
menengok “Sejarah Iman”? Orang mungkin akan mengatakan bahwa sejarah iman ini
masuk bidang kajian antropologi budaya, tapi apakah kajian mereka sudah
memadai? Khususnya bagi para ahli sejarah Islam: sudahkah mereka
menjadikan Al-Qurãn sebagai salah satu rujukan kajian antropologi
budaya? Kita akan coba merambah ke sana. Namun sebelum menukik sejarah Iman,
kita akan menengok dulu bagaimana pandangan dunia tentang sejarah.
Dalam buku God, jews, and History[1] Max I. Dimont, mengajukan contoh
delapan mazhab sejarah, yaitu:
1.
Mazhab Anarkis.
Aliran ini dipelopori oleh Henry Ford yang cenderung meremehkan sejarah.
Semboyannya, history is bunk (sejarah itu sampah/omongkosong). Segala
sesuatu yang terjadi di dunia ini satu sama lain tidak mempunyai hubungan.
Semua hanyalah ‘gado-gado’ dari tanggal-tanggal, nama-nama,
pertempuran-pertempuran yang dari semua itu tak ada satu pun yang bisa
dijadikan pelajaran atau bahan untuk meramalkan masa depan.
1.
Mazhab Politis
Aliran ini memandang sejarah sebagai peristiwa pergantian
dinasti-dinasti, hukum, dan pertempuran-pertempuran. Ada para raja ayang
kuat, ada pula yang lemah. Ada yang menang perang, ada yang kalah. Ada hukum
yang baik, ada yang buruk. Kejadian demi kejadian berjalan sangat teratur
dari A sampai Z, sejak tahun 2000 sebelum Masehi sampai 2000 Masehi. Inilah
model pengajaran sejarah yang dilakukan di sekolah-sekolah.
1.
Mazhab Serba Alam.
Aliran yang berasal dari Yunani ini memandang bahwa iklim dan tanah
menentukan bentuk karakter manusia. Cara ilmiah untuk mengenal
lembaga-lembaga kemasyarakatan manusia harus dilakukan dengan mengkaji
lingkungan fisiknya, seperti topografi[2], tanah, dan iklim.
Max I. Dimont membantah aliran ini dengan mengatakan bahwa bangsa Yahudi
ternyata bisa hidup di berbagai iklim tanpa kehilangan ciri umum etnis dan
budaya mereka. Bahkan ketika negara Israel terbentuk, orang Yahudi yang
pulang merantau dari Arab, Afrika Utara, Eropa , dan Amerika, dalam waktu
singkat telah mampu melebur menjadi satu bangsa yang utuh. Namun harus diakui
juga, kata Dimont, bahwa faktor geografis telah memberikan banyak warna dan
corak pada bangsa Yahudi.
1.
Mazhab Ekonomis
Dalam pandangan kaum Marxist (pengikut Karl Marx) sejarah ditentukan oleh
cara memproduksi barang. Kita lihat, kata mereka, sistem ekonomi feodal
digantikan sistem ekonomi kapitalis. Cara-cara kapitalis memproduksi
barang mengubah lembaga-lembaga sosial suatu negara, termasuk agamanya,
etikanya, moralnya, dan sistem nilainya, demi mengesahkan dan menyetujui
serta melembagakan sistem ekonominya yang baru. Hal yang sama juga akan
terjadi bila masyarakat kapitalis digantikan masyarakat komunis. Secara
otomatis lembaga-lembaga sosial dan budayanya akan berubah sesuai tuntutan
prinsip baru, sampai prinsip tersebut menjadi bagian dari perilaku
sehari-hari.
1.
Mazhab Psikoanalisis
Aliran ini lahir pada awal abad 20, mengikuti teori Profesor Sigmund
Freud tentang penguraian jiwa (psychoanalitic). Menurut aliran ini,
lembaga-lembaga sosial dan sejarah manusia adalah hasil dari suatu proses
penindasan atas pemberontakan alam bawah sadar. Peradaban, kata mereka,
terwujud karena manusia mengorbankan nafsu yang tinggal di alam bawah sadar,
yaitu nafsu seks, nafsu membunuh, nafsu melakukan incest (bersetubuh
dengan saudara), nafsu melakukan tindakan sadis, dan nafsu untuk berbuat
kekerasan. Hanya dengan keberhasilan menguasai rangsangan nafsunyalah manusia
bisa mengalihkan energinya ke saluran-saluran kreatif dan beradab. Jenis
nafsu yang ditindasnya, sebaik apa menindasnya, dan metode apa yang
digunakan, akan menentukan kebudayaan dan keseniannya.
1.
Mazhab Filosofis
Ada tiga tokoh yang amat termasyhur dalam aliran ini, yaitu (1) filsuf
jerman Georg Wilhelm Friedric hegel, (2) Filsuf Prusia, Oswald Spengler, dan
(3) sejarawan Inggris Arnold Toynbee.
Ketiganya mempunyai banyak perbedaan namun memiliki persamaan mendasar.
Mereka memandang sejarah sebagai sesuatu yang mengalir terus-menerus. Setiap
peradaban, kata mereka, berjalan mengikuti pola yang dapat diramalkan. Setiap
peradaban tak ubahnya manusia, yang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa,
tua, dan mati. Baik dan buruknya gagasan-gagasan dan etika yang menunjangnya,
menentukan berapa lama suatu peradaban bertahan. Para filsuf aliran ini
mengkaji sejarah untuk menemukan hal itu dalam semua peradaban, untuk
menemukan ciri umumnya.
Menurut Spengler, semua peradaban akan mati. Setiap peradaban bermula
dari musim semi (Spring), matang menjadi muslim panas (Summer)
dengan terwujudnya prestasi fisik terbesarnya, terus memasuki Musim Gugur (Autumn)
dengan dicapainya prestasi-prestasi intelektual, dan akhirnya mundur,
memasuki Musim Dingin (Winter), lalu mati.
Spengler yang menulis pada tahun 1918, ketika Inggris sedang di puncak
kejayaan, sedangkan Rusia dan Cina hanyalah menduduki ranking kelima di
antara negara-negara adidaya, meramalkan dalam bukunya yang berjudul The
Decline of The West, bahwa peradaban Barat sudah memasuki Musim Dingin,
dan akan mati pada abad ke-23 . selanjutnya muncul peradaban Slavia (Rusia)
atau Cina yang sedang memasuki Musim Semi, sebagai penggantinya. Aliran ini
dinamakan aliran cyclic (siklus, putaran), karena setiap peradaban
dikatakan mempunyai awal, pertengahan, dan akhir.
Toynbee, mengajukan teori yang dikenal dengan linier concept.
Dalam bukunya yang masyhur A Study of History, ia mengatakan bahwa
sebuah peradaban bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri secara utuh (an
independent totality) tetapi suatu perkembangan atau kemajuan (progression)
– suatu evolusi – dari peradaban yang rendah menjadi lebih tinggi. Peradaban
Islam, katanya, tumbuh dari kebudayaan terdahulu yang lebih rendah, yaitu
kebudayaan Iran dan Arab, yang lahir melalui masyarakat Syria. Jadi,
peradaban Islam tidak perlu mati, bahkan bisa menjadi kebudayaan lebih
tinggi, bila mampu menghadapi setiap tantangan yang terus-menerus datang.
1.
Mazhab Kultus Individualis
Aliran kultus individualis (cult of personality), alias penonjolan
orang seorang, memandang bahwa setiap peristiwa terjadi karena peran daya
dinamis orang-orang besar. Bila tidak ada George Washington, kata mereka,
tidak akan terjadi revolusi Amerika. Revolusi Prancis juga terjadi karena
Robespierre. Sedangkan revolusi Rusia terjadi karena Lenin. Bagi mereka
manusia adalah pencipta peristiwa. Ini merupakan kebalikan dari aliran Marxis
yang menganggap manusia diciptakan oleh peristiwa.
1.
Mazhab Religius
Max I. Dimont mengatakan bahwa aliran religius (keagamaan) ini adalah
mazhab tertua sekaligus termuda. Ia menyebut Bible sebagai contoh
penguraian sejarah religius yang ditulis pada masa lalu.
Aliran ini memandang setiap peristiwa sejarah sebagai pergumulan antara
baik dan buruk, antara yang bermoral dan tidak bermoral.
Di zaman modern, aliran ini tidak laku; tapi kemudian dijajakan kembali
oleh genre (aliran, jenis) penulis-penulis yang kemudian dikenal
sebagai existential theologians seperti Jaques Maritain (Katolik
Romawi), Nikolai Bardjaev (Katolik Ortodoks Rusia), Paul Tillich (Protestan),
dan Martin Buber (Yahudi).
Pada dasarnya mereka berpandangan bahwa meskipun Tuhan tidak terlibat
langsung dalam pembuatan sejarah, jelas hubungan manusia dengan Tuhan
memegang peranan penting. Kata Dimont, “Sekarang kita begitu gandrung pada
pemikiran bahwa yang bisa dianggap sah adalah fakta-fakta ilmiah (scientific
facts). Kita cenderung melupakan bahwa manusia berpegang pada
gagasan-gagasan yang tidak ilmiah (unscientific), yang tidak
bisa dibuktikan, (tapi) bisa lebih sering menjadi penentu jalan sejarah
daraipada fakta-fakta rasional.
Dimont menyebut pandangan Martin Buber bahwa tema pokok yang berlaku
dalam sejarah yahudi adalah “hubungan antara bangsa Yahudi dengan Tuhan
mereka, Jehovah”. Dalam pandangan agama Yahudi, Tuhan memberi manusia
kebebasan untuk bertindak. Manusia bebas untuk dekat atau jauh dengan Tuhan.
Jadi, sejarah adalah segala yang terjadi di antara manusia dan Tuhan. Dalam
pandangan Yahudi, manusia bisa mendapatkan kekuasaan karena bebas bertindak
sesuka hati (unscrupulous), bukan dibimbing Tuhan. Dengan demikian,
sukses atau gagalnya manusia bukanlah tanggung-jawab Tuhan.
Menurut Dimont, pandangan itulah yang membedakan Yahudi dari bangsa Pagan
(pemuja berhala) selama 4000 tahun. Pandangan Pagan tentang Tuhan menyebabkan
manusia terikat pada Tuhan-tuhan (dewa/dewi) mereka. Konsep Yahudi
tentang hubungan manusia dengan Tuhan menyebabkan Tahudi mempunyai kebebasan
bertindak. Bangsa Barat ternyata baru mencapai kesadaran demikian setelah
zaman Reformasi, yaitu ketika Martin Luther menentang Kepausan, dan kemudian
mendirikan aliran (Kristen) Protestan. Selanjutnya Martin pun mengajak Yahudi
masuk Protestan, karena antara agama Yahudi dan Protestan sudah tak ada
perbedaan lagi.
Setelah menjejerkan mazhab-mazhab sejarah tersebut, Dimont menyimpulkan
bahwa berbagai pandangan tentang sejarah itu akhirnya membentuk suatu siklus
(lingkaran) yang utuh:
1.
Aliran religius yang merupakan aliran
tertua, memandang Tuhan sebagai Pencipta sejarah. Selanjutnya manusia
menemukan penjelasan sendiuri dengan berbagai cara.
2.
Mazhab Anarkis memandang sejarah
sebagai rangkaian peristiwa buta.
3.
Aliran Filosofis memandang sejarah
sebagai rangkaian peristiwa bermakna.
4.
Aliran Ekonomis, memandang sejarah
ditentukan metode-metode produksi barang
5.
Aliran Psikoanalisis (Freudian)
memandang sejarah sebagai berkat dari dorongan bawah sadar.
6.
Aliran Kultus Individualis memandang
manusia sebagai penentu sejarah.,
7.
Terakhir, kembali kepada konsep tertua
sekaligus termuda, aliran Religius yang memandang sejarah terjadi karena
adanya hubungan manusia dengan Tuhan.[3](a.h)
|