Perubahan Paradigma Penanganan Terorisme
THE JAMBI TIMES - JAKARTA - Penetapan agar seluruh negara di dunia
melaksanakan percepatan eliminasi ideologi teror, telah menjadi agenda dari
Perserikatan Bangsa-bangsa. Sebabnya karena paham penebar ketakutan itu
merupakan salah satu persoalan dari peradaban manusia. Sebagai bentuk kepatuhan,
saat ini Indonesia tengah menggodok Rancangan Undang-undang Terorisme di DPR
RI. Untuk itu, pemahaman pencegahan dan penindakan terorisme yang efektif serta
efisien menjadi kebutuhan.
Kepala Badan Reserse dan Kriminal
(Bareskrim) Polri, Komjen Pol Ari Dono Sukmanto, menyampaikannya usai menjadi
pembicara di hadapan peserta Seminar Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi
(Sespimti) Polri Dikreg 56 TA 2016 di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK),
Jakarta, Selasa (11/10/2016).
Menurut Ari, menghadapi terorisme masa kini
dan juga masa depan berarti mesti memiliki kemampuan adaptasi dengan banyak hal
termasuk tekhnologi informasi.
“Kasus-kasus terorisme yang tercatat hingga
saat ini, juga yang berpotensi terjadi di masa depan adalah foreign terorist fighter serta pertukaran
ideologi teror melalui internet. Karenanya, para peserta yang hadir saat ini
dan akan menjadi calon pemimpin di wilayahnya, mesti sensitif pada perubahan
zaman yaitu terkoneksinya masyarakat dengan internet. Sementara internet itu sendiri
serupa pedang bermata dua, bisa menjadi positif atau negatif. Segi negatif ini
yang mesti segera dicegah,” papar Ari.
Berdasarkan data dan fakta, aksi terorisme
di Indonesia saat ini telah mengalami perkembangan. Salah satunya yang menjadi
perhatian adalah peristiwa di Medan. Dimana pelaku yang hendak meledakkan bom
itu justru tidak berafiliasi dengan kelompok manapun. Di hadapan media ia juga
mengakui bahwa tindakannya dilakukan justru karena terpengaruh dari internet.
Selain itu juga, Perserikatan Bangsa-bangsa juga sudah memberikan sinyalemen
atas potensi kehadiran foreign terorist
fighter.
Selain itu, Ari juga menambahkan, pengalamannya
selama ini bertugas di wilayah konflik telah membuka matanya bahwa pendekatan khas
Indonesia menjadi salah faktor untuk mengeliminasi paham teror.
“Pengalaman saya di wilayah konflik
mengungkapkan bahwa salah satu cara paling sederhana untuk mencegah radikalisasi
justru dengan turun langsung ke lapangan. Dengan pendekatan-pendekatan kepada tokoh-tokoh
di wilayah bertugas, benteng penahan dari gempuran terorisme justru terbangun.
Untuk itu, sudah saatnya paradigma saat ini adalah pencegahan, pencegahan,
pencegahan. Turun langsung ke masyarakat,” tambah Ari.
Sementara itu, Ketua Pansus RUU Terorisme
DPR RI, Muhammad Syafii mengapresiasi inovasi atas perspektif Polri terkait dengan
penanganan terorisme di Indonesia.
“Saya sangat mengapresiasi inovasi paradigama
Polri dan penanganan terorisme di Indonesia. Pembekalan yang dilakukan saat ini
kepada calon pemimpin di wliayah pastinya akan mengubah wajah Indonesia terkait
dengan penanganan terorisme. Ini juga menjadi modal bagi kami sebagai Ketua
Pansus RUU Terorisme DPR RI,” ujar Syafii.
Menanggapi analisa potensi bentuk terorisme
masa kini dan masa depan dari Polri itu, mantan komandan komando pusat hijad Maluku,
Jumu Tuani, juga menyepakati. Jumu yang hadir sebagai salah satu narasumber
serta telah usai menjalani program deradikalisasi ini juga mengungkapkan fakta
bahwa masifnya penyebaran ideologi teror saat ini berbeda jauh dengan eranya.
“Dulu semuanya serba manual. Kini, internet
mengubah juga wajah terorisme. Lewat telepon genggam yang terkoneksi internet,
seseorang sudah bisa mengakses portal-portal yang radikal. Dan saya temukan
fakta itu,” ungkap Jumu.
Dari titik itu, pungkas Ari, pencegahan
ideologi teror mesti melibatkan pendekatan yang konsepnya justru mampu
menyentuh hati seluruh masyarakat. Untuk itu mesti menjemput bola yaitu dengan
langsung merangkul seluruh elemen bangsa.(KABARESKRIM)