Shaum Atau Shiyãm Atau Puasa Di Bulan Ramadhãn
1.
Pengertian istilah
THE JAMBI TIMES - Shaum(un) atau shiyãm(un) secara
harfiah adalah imsãk(un). Yaitu menggenggam erat; menahan; menjaga
jarak; berpantang; berhenti, dan sebagainya. Kebalikannya adalah irsãl(un).
Yaitu melepas; mengirim; mengumbar; mengalir, dan sebagainya.
Bangsa
Indonesia telah terbiasa menerjemahkan shaum atau shiyãm menjadi puasa.
Ada sebagian
orang yang keberatan dengan terjemahan ini, karena – kata mereka – istilah
puasa berpangkal pada agama Hindu-Buddha. Mungkin ada benarnya. Tapi secara
bahasa, tak ada masalah. Orang yang mengenal bahasa Inggris, misalnya, akan
menemukan kata serapan pause, yang mungkin bersumber dari bahasa
Indo-Arya, yang konon mempunyai 209 cabang. Salah satunya adalah bahasa
Sanskerta, yang di Indonesia dikenal sebagai bahasa agama Hindu-Buddha.
Arti kata pause
adalah berhenti sementara, atau selamanya (ingat menopause: berhenti
haid).
Seiring
dengan itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi definisi puasa
sebagai berikut:
pu.a.sa
[v] menghindari makan, minum, dsb dng sengaja (terutama bertalian dng keagamaan); (2) n Isl salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yg membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari; saum.
[v] menghindari makan, minum, dsb dng sengaja (terutama bertalian dng keagamaan); (2) n Isl salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yg membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari; saum.
Jadi,
sebagai bangsa Indonesia, yang dalam keseharian (juga dalam da’wah) menggunakan
bahasa Indonesia, tak ada salahnya menerjemahkan shaum atau shiyãm menjadi puasa.
Kita hanya perlu menambahkan definisi yang lebih tegas dan jitu, berdasar data
(teks) Al-Quran dan Hadis.
Selanjutnya,
dalam naskah ini, penulis menggunakan istilah shaum dalam arti Shaum
Ramadhan.
2. Landasan
hukum
- Surat Al-Baqarah ayat 183 adalah landasan hukum (perintah) shaum. Tersirat di situ bahwa perintah shaum sudah ditetapkan Allah melalui para rasulNya, sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad. Di ujung ayat terdapat kata tataqûna, fi’il mudhãri’. Fi’il mãdhi-(tiga huruf)-nya adalah waqã, yang artinya menjaga atau memelihara. Mengingat fi’il mudhãri’ mempunyai arti sedang, akan dan terus-menerus, maka tataqûna bisa mengandung pengertian proses menjaga atau memelihara diri secara terus-menerus, sejak seseorang bersyahadat (menyatakan iman) sampai menemui kematian.
- Surat Al-Baqarah ayat 185 menegaskan bahwa bulan Ramadhan, bulan shaum, adalah bulan penurunan Al-Qurãn (pertama kali). Bila ayat ini dihubungkan dengan hadis buniyal-islãm(u), dan lebih-lebih lagi bila dihubungkan dengan Hadis Jibril, yang memetakan pokok-pokok Dînul-Islãm(i) menjadi bidang-bidang kajian dan garapan tertentu, maka jelaslah bahwa shaum Ramadhan adalah salah satu dari ‘teknik’ penjelmaan Al-Qurãn ke dalam kehidupan para mu’min. Bila kita amati, kata tataqûna dalam Al-Qurãn misalnya, tidak hanya dikaitkan dengan shaum, tapi juga dengan hal-hal lain. Surat Al-Baqarah ayat 63 dan Al-A’rãf ayat 171, misalnya, jelas sekali mengaitkan tataqûna dengan perintah untuk ‘merangkul’ wahyu (ajaran) Allah dengan sekuat daya, sehingga wahyu itu membentuk ‘sikap mental’ (kesadaran) menurutNya. Ini tak beda dengan surat Al-An’ãm ayat 153, yang mengaitkan tataqûna dengan perintah untuk menempuh shirãthy mustaqîman (jalan hidupKu yang tangguh). Sementara surat Al-Muzzamil ayat 17 mengaitkannya dengan perjalanan waktu yang menyebabkan terjadinya perubahan sistem. Dan seterusnya, silakan anda periksa sendiri dengan bantuan buku Fathur-Rahmãn(i) Li-Thãlibi Ãyãtil-Qurãn(i), atau buku lain sejenisnya (indeks Al-Qurãn). Pendeknya, bicara takwa (taqwa) tidaklah memadai dengan hanya mengaitkannya dengan shaum; karena shaum hanyalah salah satu ‘teknik’ untuk melengkapi takwa.
- Surat Al-Baqarah ayat 187 menegaskan bahwa (1) perintah shaum hanya berlaku di siang hari, dan (2) batas waktu makan-minum adalah terbitnya fajar.
3. Shaum
sebagai perisai
1795 – حدثنا عبد الله بن مسلمة، عن مالك، عن أبي الزناد، عن
الأعرج، عن أبي هريرة رضي الله عنه: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:
(الصيام جنة، فلا يرفث ولا يجهل، وإن امرؤ قاتله أو شاتمه، فليقل إني صائم – مرتين
– والذي نفسي بيده لخلوف فم الصائم أطيب عند الله تعالى من ريح المسك، يترك طعامه
وشرابه وشهوته من أجلي، الصيام لي وأنا أجزي به، والحسنة بعشر أمثالها).
Dari
(narasumber) Abu Hurairah (ia mengabarkan) bahwa Rasulullah saw pernah
mengatakan, “Ash-Shiyãm(u) itu adalah junnah (perisai;
pelindung). Maka (dia yang sedang shaum), hendaknya jangan beromong-kosong dan
bertingkah jahil (bodoh; tak kenal ajaran Allah). Bila ada orang yang
mengajaknya berkelahi atau mencaci-makinya, maka hendaknya ia mengatakan, ‘Saya
sedang shaum’ dua kali. Sungguh, demi Dia yang menguasai diriku, bau mulut
orang shaum dalam penilaian Allah lebih harum dari wangi kesturi. ‘(hal itu karena)
dia meninggalkan makan-minum atas kepatuhannya kepadaKu. Sesungguhnya (nilai)
shaum (setiap orang) itu ditentukan olehKu. Yakni Akulah yang menentukan
imbalannya.’ Ketahuilah bahwa (pelaksanaan) shaum itu bernilai kebaikan sepuluh
kali lipat.” (Al-Bukhari).(ah)