Khutbah ‘Idul-Fithri: Dominasi Ilmu Dalam Kehidupan
***Tulisan
ini adalah inti khutbah ‘Idul-Fithri yang akan saya sampaikan di suatu tempat.
Bila anda menyukainya, dan ingin menggunakannya untuk kepentingan yang sama,
atau hanya sekadar ingin copy paste, atau hendak mencetaknya dan
menyebar-luaskannya, silakan!
الله أكبر,
الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر,
الله أكبر –
لا اله إلاّ الله و الله أكبر, الله أكبر ولله الحمد. الحمد لله على ما أوحب
حمْدَه. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له الملك الجبّار, وأشهد أنّ محمدا
عبده و رسوله. اللهمّ صلّ وسلّم و بارك على محمد و على آله وأصحابه. أمّا بعد:
فيا عباد
اللهِ أوصيكن وإيّاي بتقوى اللهِ. فقد فاز المتقون.
1. Tiga periode Ramadhan
THE JAMBI TIMES - Saudara-saudara
sekalian, yang berharap menjadi Ahlul-Jannah, penghuni sorga!
Ibnu
Khuzaimah, dalam salah satu hadis shahihnya, mencatat bahwa Salman ra
menceritakan sebuah khutbah Rasulullah di hari terakhir bulan Sya’ban.
Pada hari
yang mulia ini kita hanya akan menggaris-bawahi sebagian kecil saja dari pidato
beliau itu; yaitu bagian yang mengatakan bahwa Ramadhan adalah satu bulan yang sepuluh
hari pertamanya adalah rahmat, sepuluh hari pertengahannya adalah maghfirah,
dan sepuluh hari terakhirnya adalah itqun minan-nãr(i).
Dalam
kesempatan ini, saya ingin membahas serba sedikit tentang pengertian istilah rahmat,
maghfirah, dan itqun minan-nãr(i).
Rahmat sering diartikan pemberian atau
anugerah, sering pula diartikan kasih-sayang. Sedangkan maghfirah
sering diartikan sebagai pengampunan, dan itqun menan-nãr(i)
diartikan pembebasan dari neraka.
Saudara-saudara
sekalian!
Terlebih
dahulu saya ingin bertanya, dan saya minta anda semua menyuarakan jawaban.
Apakah anda
yakin bahwa, setelah melewati sepuluh hari pertama Ramadhan, anda mendapatkan
rahmat Allah?
Apakah anda
yakin mendapatkan anugerah Allah?
Apakah anda
yakin mendapatkan kasih-sayang Allah?
Kemudian,
setelah melewati sepuluh hari kedua, apakah anda yakin mendapatkan ampunan
Allah untuk semua dosa yang anda lakukan?
Akhirnya,
setelah melampaui sepuluh (atau sembilan)[1] hari terakhir, apakah anda
yakin sudah dibebaskan Allah dari siksa neraka?
Saudara-saudara
sekalian! Saya mendengar sebagian dari anda mengatakan “yakin” dengan
keras. Sebagian hanya pelan-pelan. Sebagian mungkin hanya dalam hati. Dan
sebagian lagi mungkin tidak mendengar atau tidak memahami kata-kata saya. Namun
bagaimana pun sikap anda pada hari ini; saya sendiri, secara pribadi dan untuk
pribadi, saya tegaskan di hadapan saudara-saudara bahwa saya tidak, atau belum
meyakini bahwa saya mendapatkan anugerah atau kasih sayang. Saya belum yakin
bahwa saya mendapatkan ampunan Allah. Saya belum yakin bahwa saya mendapat
jaminan pembebasan diri saya dari siksa neraka!
2. Dominasi
ilmu
Anda kaget?
Saya memang
ingin membuat anda kaget!
Tapi bila
anda tidak kaget, saya tidak tahu mengapa. Mungkin anda memang tidak pernah
mendengar hadis itu. Mungkin juga anda tidak atau kurang peduli. Mungkin karena
anda datang ke tempat ini hanya karena ikut-ikutan. Dan bila anda datang ke
tempat ini hanya karena ikut-ikutan, maka shaum anda, juga ibadah-ibadah anda
yang lain, mungkin semua hanya ikut-ikutan!
Saudara-saudara
sekalian! Saya bukan sedang mengejek anda yang ikut-ikutan. Perbuatan
ikut-ikutan belum tentu merupakan kesalahan. Bukankah manusia adalah makhluk
tukang tiru? Bukankah meniru itu adalah ikut-ikutan? Bukankah kita makan apa
pun, minum apa pun, bicara apa pun, dalam bahasa apa pun, berbuat apa pun,
dengan cara bagaimana pun… Bukankah semua hanya ikut-ikutan?
Yang menjadi
masalah, yang saya ingin mengajak anda sekalian untuk memikirkannya adalah
bahwa apa pun yang kita lakukan secara ikut-ikutan itu, secara tiru-tiruan itu…
Semua berakar pada suatu ilmu.
Tepat
seperti yang dikatakan Rasulullah saw: al-‘ilmu imãmul-‘amal
wal-‘amalu tãbi’uh(u). Ilmu adalah imam amal dan amal adalah pengikutnya.
Pengikut ilmu. Ilmu adalah pendorong, adalah penuntun, adalah pengarah bagi apa
pun amal kita, tindakan kita, perilaku kita. Tidak ada amal apa pun, tidak ada
tindakan apa pun, tidak ada perilaku apa pun, tidak ada gerak apa pun, yang
tidak dipengaruhi ilmu.
Saudara-saudara
sekalian! Dalam pertemuan kita yang pertama kali ini – yang mungkin akan
merupakan pertemuan terakhir pula – saya ingin mengingatkan kepada diri saya dan
anda sekalian, bahwa inti dari kehidupan manusia adalah ilmu. Karena itulah
wahyu yang pertama disampaikan Allah kepada Nabi Muhammad adalah:
اقرأ باسم
ربك الذى خلق – خلق الإنسان من علق – اقرأ و ربك الأقرم – الذى علم بالقلم – علم
الإنسان ما لم يعلم
Saya ingin
mengajak anda untuk memperhatikan ayat yang ke-5: ‘alamal-insãna mã lam
ya’lam. Dia (Allah) mengajarkan kepada manusia segala apa
pun yang tidak akan pernah diketahui oleh manusia (bila tidak diajarkan Allah).
Perhatikan
wahai saudaraku! Ayat ini menegaskan bahwa nara sumber segala ilmu yang ada
pada manusia adalah Allah. Bila Allah tidak pernah hadir, tidak pernah eksis
sebagai nara sumber ilmu, maka manusia tidak akan mengetahui apa-apa.
Saudara
perhatikan ayat ini:
والله أخرجكم
من بطون أمهاتكم لا تعلمون شيئا وجعل لكم السمع والأبصار والأفئدة لعلكم تشكرون –
ألم يروا إلى الطير مسخارات فى جوّ السماء ما يمسكهن إلا الله إن فى ذلك لأيات
لقوم يؤمنون
Sungguh
Allah melahirkan kalian dari rahim ibu kalian dalam keadaan tidak tahu sesuatu
apa pun. Namun (seiring dengan kelahiran itu) Dia (Allah) mengadakan alat
pendengaran, alat penglihatan, dan alat pemahaman, dengan harapan agar kalian
semua bersyukur (memfung-sikan semua alat itu secara tepat sesuai petunjuk
Allah).
Tidakkah
mereka (wahai Rasul) memperhatikan burung yang dibuat nyaman terbang di angkasa
raya? Tidak ada siapa pun yang menahan mereka (sehingga tidak jatuh) selain
Allah (melalui ilmuNya). Sesungguhnya di balik (kenyataan alam yang kasat mata
itu) terdapat bukti-bukti (kehadiran Allah dan segala ilmuNya) bagi kaum yang
beriman. (An-Nahl
ayat 78-79)
Saudara-saudara
sekalian!
Bila anda
mengenal komputer, dan merupakan pengguna yang aktif, anda pasti tahu bahwa
salah satu unsur dari komputer yang membuat anda bisa melihat segala file
komputer – melalui layar monitor – adalah seperangkat alat bernama memory.
Secara
harfiah, memory itu berarti ingatan.
Memory
komputer hanya bekerja ketika komputer hidup. Dan begitu juga halnya ingatan
manusia. Ingatan manusia tidak akan bekerja ketika manusia tidur. Apalagi bila
dia mati. Ingatan manusia hanya bekerja ketika manusia bangun dan sadar diri.
Tahukah anda
bagaimana cara kerja memory komputer? Dia mengangkut sedidkit demi sedikit
segala file yang kita kehendaki untuk tampil di layar monitor. Karena itu,
semakin kecil daya angkut memory, semakin lamban file-file ditampilan.
Sebaliknya, semakin besar daya angkutnya, semakin cepat file-file ditampilkan.
Tahukah anda
bahwa cara kerja komputer itu adalah tiruan dari cara kerja otak manusia?
Tahukah anda bahwa memory dalam otak manusia itu amat sangat jauh lebih hebat
dari memory komputer?
Tapi,
sehebat apa pun otak manusia, bila di dalam otaknya tidak ada ilmu, dia tidak
akan bisa mengingat apa-apa!
Karena
itulah Allah menginformasikan dalam sebuah ayat Al-Qurãn:
هل أتى على
الإنسان حين من الدهر لم يكن شيئا مذكورا
Bukankah
pernah muncul dalam kehidupan manusia sepenggal waktu, yang di dalamnya tidak
ada sesuatu (ilmu) apa pun yang (bisa) diingat (= mengisi ingatan)? (Surat Al-Insãn ayat 1).
Ayat ini
menegaskan tentang adanya suatu hîn(un), yakni penggalan waktu atau
periode, yang di dalamnya Allah belum mengajarkan ilmu, belum mengajarkan
konsep peradaban, sehingga manusia hidup sebagai makhluk biadab. Namun sebiadab
apa pun mereka pada waktu itu, Allah tidak mengazab mereka. Mengapa?
Allah
menegaskan dalam ayat berikut ini:
… وما كنّا معذبين حتى نبعث رسولا
… Sesungguhnya
Kami (Allah) tidak akan bertindak sebagai pengazab sebelum Kami mengutus
seorang rasul. (Al-Isra ayat 15).
Melalui
informasi ayat-ayat inilah kita bisa memahami mengapa Malaikat membantah Allah
ketika Allah hendak menobatkan Adam sebagai khaîfah:
قالوا أتجعل
فيها من يفسد فيها ويسفك الدماء ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك….
Mereka
membantah, “Apakah Anda hendak menjadikan di sana (bumi) seorang (sebagai
khalifah, dari) yang melakukan perusakan dan pertumpahan darah?
Sedangkan kami selalu giat beraktifitas dalam rangka menyanjung Anda, dan
membersihkan diri sesuai ajaran Anda?
Kita tahu,
melalui informasi Allah dalam Al-Qurãn, bahwa Adam menjadi khalifah dengan
dibekali ilmu. Dan itulah awal dari kehadiran manusia sebagai makhluk beradab.
Tegasnya, sejak Allah mengajarkan ilmuNya kepada Adam, maka dimulailah sejarah
peradaban.
3. Ilmu yang
dominan sekarang
Saudara-saudara
sekalian!
Saya ingin
menegaskan sekali lagi bahwa berbicara tentang hidup manusia adalah bicara
tentang keberadaan (eksistensi) ilmu. Dan ketika kita meningkat lebih jauh
bicara tentang hidup manusia, yaitu bicara tentang peradabannya, maka pada
titik ini kita bukan hanya bicara tentang keberadaan ilmu, tapi sudah bicara
tentang kuatnya ‘cengkeraman’ atau dominasi ilmu dalam kehidupan manusia.
Maka
sekarang, di saat kita sedang merasa bahwa kita hidup di abad cemerlangnya
peradaban, dengan ciri utama hadirnya teknologi tingkat tinggi, mari kita
bertanya, “Ilmu apakah gerangan yang dominan dalam peradaban dunia sekarang?”
Adakah
kesamaan ilmu kita sekarang dengan ilmu yang pernah diajarkan Allah kepada Nabi
Adam?
Bila ilmu
yang diajarkan Allah kepada Nabi Adam diajarkanNya dalam rangka melumpuhkan
naluri manusia untuk merusak segala, dan memadamkan nafsu untuk saling
membunuh, apakah ilmu yang dominan sekarang juga berfungsi demikian?
Tidak.
Sama sekali
tidak.
Tidak perlu
saya urai panjang-lebar. Saudara melihat sendiri apa yang terjadi di Timur
Tengah sekarang. Saudara menyaksikan kerusuhan liar di Inggris, di sebuah
negeri yang mungkin dianggap jantung peradaban modern. Kita menyaksikan bahkan
di negeri kita sendiri, di saat sudah memasuki bulan suci, orang-orang
bertawuran, saling bantai, saling bakar.
Ilmu apa
yang sedang dominan sekarang?
Ilmu apa
yang sedang dominan di istana negara? Di gedung DPR? Di tempat-tempat
pengadilan? Di instansi-instansi negara kita? Ilmu apa?
Ilmu yang
diajarkan Allah kepada para nabi kah? Atau … ilmu racikan syetan?
Saudara-saudara
sekalian!
Mari kembali
kepada pernyataan Rasulullah saw bahwa sepuluh hari pertama dari
Ramadhan adalah periode rahmat, sepuluh hari yang kedua adalah maghfirah, dan
sepuluh hari yang ketiga adalah pembebasan dari neraka.
Sadarkah
kita semua bahwa semua yang kita terima dalam kehidupan di dunia ini adalah
rahmat Allah?
Sadarkah
kita semua bahwa rahmat Allah yang hakiki dan paling istimewa adalah wahyuNya?
Sadarkah
kita semua bahwa wahyu Allah yang masih hadir secara utuh di hadapan kita
adalah Al-Qurãn?
Saudara-saudara
sekalian, apakah anda yakin bahwa anda mendapatkan rahmat Allah, bila anda
menolak atau cuek terhadap Al-Qurãn?
Selanjutnya,
tentang maghfirah, saudaraku! Bila anda membuka kamus, anda akan tahu
bahwa kata kerja dari maghfirah adalah ghafara, dan ghafara itu
bisa berarti menutup (ghatha), dan bisa juga berarti memperbaiki
(ashlaha).
Bila kita
menolak Al-Qurãn, bisakah kita menutup (mengakhiri) sejarah kebiadaban? Bila kita
menentang Al-Qurãn, bisakah kita memperbaiki sisi-sisi kehidupan pribadi dan
sosial kita yang rusak seperti sekarang?
Tidak bisa!
Terakhir,
saudaraku!
Tentang
istilah neraka, yang kita gunakan untuk menerjemahkan an-nãr(u), secara
bahasa adalah kebalikan dari sorga (al-jannah).
Tapi, bila kita mengacu
pada Al-Baqarah ayat 201 – ربنا ءاتنا فى الدنيا حسنة و فى الآخرة حسنة و
قنا عذاب النار maka kita dapati bahwa kebalikan dari an-nãr(u) adalah
al-hasanah.
Secara
harfiah, hasanah berarti kebaikan. Tapi, dalam kaitan dengan
kebudayaan atau peradaban, hasanah itu berarti kehidupan yang baik,
dalam arti kebudayaan yang baik, atau peradaban yang baik.
Kebudayaan
atau peradaban yang baik, hanya bisa dihasilkan oleh ilmu yang baik, oleh
ajaran yang baik.
Bagi kita
yang hari ini berkumpul di sini merayakan yang disebut “hari kemenangan”,
adakah ilmu yang baik selain dari ilmu Allah?
Adakah ajaran yang baik selain
dari ajaran Allah?
Tidak ada.
Penutup,
saudaraku!
Bila hasanah
berarti kehidupan yang baik, dalam arti kebudayaan yang baik, atau
peradaban yang baik, maka sebaliknya an-nãr(u) adalah kehidupan
neraka, alias kehidupan yang buruk, di dunia ini, maupun di akhirat
kelak.
Bila mau
lebih ditegaskan tentang kehidupan neraka di dunia ini, misalnya, maka yang
dimaksud adalah masalah-masalah sosial secara umum, yang membebani
kehidupan kita sehari-hari di berbagai bidang; termasuk bidang politik, hukum,
ekonomi, dan seterusnya. Di antaranya yang paling terasa oleh masyarakat luas,
khususnya rakyat jelata, adalah masalah ekonomi; yaitu masalah sandang, pangan,
dan papan. Anehnya, masalah-masalah ini semakin berat dan mencekik rakyat
jelata justru pada saat mereka menghadapi ‘Idul-Fithri.
Jadi, apakah
anda yakin bahwa anda sudah mempunyai jaminan untuk bebas dari azab neraka?
Saya tidak
yakin; karena kenyataannya kita masih belum bisa bebas dari masalah-masalah
sosial tersebut.
Hanya Allah,
dengan Al-QurãnNya, yang memberikan jaminan kebebasan itu.
Tapi bila
kita tidak sudi, tidak kunjung peduli terhadapnya, maka neraka itu akan terus
berjalin berkelindan dengan setiap gerak kehidupan kita di bumi ini. Dan
akhirnya, neraka akhirat pun menunggu kita.
Terserah
anda.
Terserah
kita.
Mau hidup
dengan ajaran Allah atau tidak.
Man syã’a
fal-yu’min wa man syã’a fal-yakfur.
Siapa yang
mau beriman, silakan beriman.
Siapa yang
mau kafir, silakan kafir.
بارك الله لى
ولكم فى القرآن العظيم, ونفعنى وإيّاكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم, و تقبّل
منّى و منكم تلاوتَه, إنّه هو السميع العليم.
أقول قولى
هذا واستغفر اللهَ العظيم لى و لكم و لسائر المسلمين والمسلمات والمؤمنين
والمؤمنات. فاستغفره, إنه هو الغفور الرحيم.
[1] Dalam kalender Hijriah yang
menggunakan hitungan berdasar peredaran bulan, jumlah hari dalam sebulan kadang
29, kadang 30.(a.h)