Kecerdasan Pada PAUD
THE JAMBI TIMES - Pada
masa awal si kecil mulai menagih minta sekolah, muncul wacana: Apakah
anak harus sudah bisa membaca sebelum masuk SD? Apakah mengajari anak
membaca adalah tugas guru kelas 1 SD? Lalu, mengapa di TK sekarang sudah
mulai banyak anak yang bisa membaca? Apakah nantinya tidak mubazir?
Sekarang ini semakin marak saja berbagai cara membuat
anak jenius. Metode-metode membuat anak bisa ini dan itu di usia dini
juga terus dipasarkan. Dari metode Glenn Doman untuk anak belajar
membaca, sampai Shichida Method yang katanya bisa membuat anak punya
memori fotografis. Jangan salah, anak-anaknya disuruh belajar dari bayi
lho! Bahkan, iklan di Shichida saja bilang bisa mulai dari umur 2 bulan!
Mulai umur 2 tahun, anak-anak sudah bersekolah di
"preschool plus" yang belajarnya juga serius. Duduk di kursi dengan
bahasa pengantar yang bilingual, mulai dari latin sampai Mandarin. Di
Kuala Lumpur bahkan anak yang mau masuk SD harus sudah bisa baca tulis.
Lalu, apa fungsinya Sekolah Dasar?
Bukankah TK itu taman kanak-kanak? Taman Bermain?
Tempat anak bermain. Fungsinya lebih ke arah perkembangan sosial dan
emosional. Kalaupun ada sisi inteligensinya, bukankah lebih baik
dilakukan tanpa paksaan?
Tapi karena diharuskan, mau tidak mau, orang tua
tidak punya pilihan lagi. Anak tetap mesti diajar membaca sebelum usia
Sekolah Dasar. Di beberapa preschool Montessori pun akhirnya banyak yang
terpaksa mengajarkan baca tulis serius karena tuntutan itu, walaupun
sistemnya lebih longgar; biasanya hanya ketika usianya 5 tahun ke atas,
atau murid masih diberi kebebasan untuk beristirahat ketika bosan.
Apakah anak perlu belajar membaca di usia dini?
Ternyata dari banyak literatur justru sebaliknya.
Tidak ada jaminan seseorang yang lebih dahulu bisa membaca akan lebih
sukses di masa depan daripada mereka yang terlambat. Banyak tokoh sukses
yang justru terlambat membaca. Di buku "Right Brained Children in a
Left Brained World" disebutkan tokoh-tokoh seperti Albert Einstein,
George S. Patton, William Butler Yeats adalah mereka yang terlambat
membaca. Anak-anak di Rusia baru membaca di usia 7 tahun, tapi mereka
sangat cerdas.
Dari beberapa informasi disebutkan bahwa syaraf mata
anak balita belum siap untuk membaca, masih bersifat kontralateral
(masih terbalik-balik), seperti antara "b" dan "d". Karena itu, risiko
balita yang diajarkan membaca untuk terkena kesulitan belajar (baca
tulis) nantinya lebih besar.
Informasi yang sama ada pada buku Dr. Jalaludin
Rahmat "Cara otak belajar". Dikatakan bahwa waktu terbaik untuk belajar
membaca sesuai dengan perkembangan otak justru pada usia sekolah dasar.
Tipe anak dalam belajar membaca.
Mengajarkan membaca juga tentu ada tekniknya. Sebelum
mulai mengajari membaca, lebih baik jika kita mengenali dulu bagaimana
sebenarnya tipe berpikir anak kita. Banyak anak yang mengalami kesulitan
membaca, padahal masalah sebenarnya ada di teknik mengajar.
- "Visual Learner"
- "Auditory-Learner"
Anak lebih cepat dan kuat hafalannya bila diajarkan dengan simbol yang menarik dan tegas.
Kemungkinan besar anak akan kesulitan belajar membaca di sekolah umum yang kebanyakan sistem KBM-nya (Kegiatan Belajar Mengajar) tidak bersahabat dengan anak-anak visual learner. Padahal anak-anak visual learner adalah pembelajar cepat dan rata-rata memiliki ingatan yang kuat. Untuk mengajarinya membaca, justru kita harus memanfaatkan kekuatan visualnya. Pergunakan gambar-gambar dan logo. Ajak mereka untuk memvisualisasikan apa yang dibaca. Rata-rata anak visual learner dapat membaca sendiri tanpa diajari hanya dengan melihat. Secara otomatis, mereka menghafal dan mempelajari pola.
Anak lebih cepat dan tertarik bila disampaikan dengan penyampaian kalimat yang jelas, keras, dan berulang. Dan, hal ini kini adalah mayoritas di dunia, yaitu sistem fonetik
Sistem ini mengajarkan mengenal huruf lewat cara mengucapkannya, a=ah, b=beh, dsb..
Teorinya, untuk cara pikir otak yang berbeda seharusnya digunakan teknik belajar yang berbeda pula, tetapi di dunia nyata hampir semua sekolah sekarang mengajarkan baca dengan sistem fonetik.
Tanamkan budaya membaca.
Yang penting untuk anak usia dini bukanlah mengajar
membacanya, tetapi mengajarkan budaya membaca. Belum tentu anak yang
bisa membaca lebih dahulu akan suka membaca.
Penulis sendiri adalah "early reader". Penulis bisa
membaca sebelum masuk TK, di usia 4 tahun bacaan saya sudah surat kabar.
Anak sekarang lebih hebat lagi bisa hafal alfabet umur 1 tahun dan
sekarang sudah baca kata-kata yang sering dia lihat lewat media visual
seperti TV dan buku cerita.
Yang terjadi adalah, sebagai seorang visual learner,
dia belajar sendiri. mulailah dari alfabet, dan membaca cerita
bergambar, tetapi jangan pernah memaksa anak, dibuat menyenangkan saja
karena bisa jadi sebenarnya anak belum bisa membaca, hanya sekadar
hafal.
Kenapa tidak sekalian saja diajari membaca? Stimulasi
harus terus diberikan karena kebanyakan anak adalah "late talker".
Sekali lagi untuk tidak memaksa, jika anak yang mulai, dia yang suka.
Jadi, ya biarkan saja, karena itu adalah suatu perkembangan.
Kepada Anda yang harus mengajarkan anak-anak belajar
membaca karena tuntutan sekolah, saya ucapkan selamat berjuang, tetapi
harus diingat agar jangan terlalu memaksakan.(**)
