Sekda dan Komisi III DPR RI Bahas RUU Pengakuan Masyarakat Hukum Adat
The Jambi Times - Jambi - Sekretaris Daerah Provinsi Jambi,Syahrasaddin,bertemu Komisi III DPR RI guna membahas Rancangan Undang Undang (RUU) Pengakuan
dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Komisi III DPR RI dan rombongan diantaranya Popong Otje Djundjunan, Abdul Wahab Dalimunthe,
Harry Witjaksono, Zainun
Akhmadi,
Sumanjaya dan dipimpin oleh Herman Hadir. Pertemuan berlangsung Senin (24/2)
bertempat di ruang Utama kantor Gubernur Provinsi Jambi. Hadir dalam pertemuan
ini Perwakilan Forkompimda Provinsi Jambi, Asisten I Setda Provinsi Jambi, Para
Staf Ahli Gubernur, sejumlah pimpinan SKPD, Ketua Lembaga Adat se-Provinsi
Jambi, dan Perwakilan Akademisi.
Komisi
III DPR RI bermaksud melakukan penjaringan aspirasi terkait dengan rencana
pengesahan RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat.
Diharapkan dari kunjungan tatap muka dengan segenap stake
holder, Komisi III DPR RI mendapat masukan serta menyerap aspirasi
tentang hak masyarakat adat. Dijelaskan oleh pimpinan rombongan Herman Hadir, berkaitan
dengan penyusunan ini isu yang perlu mendapatkan perhatian yaitu definisi masyarakat
hukum adat, proses pengakuan masyarakat hukum adat, hak dan kewajiban masyarakat hukum adat, tugas dan wewenang pemerintah,
dan Pemda dalam pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, pemberdayaan
masyarakat hukum adat, mekanisme
penyelesain konflik, peningkatan peran serta masyarakat dalam proses
pengakuan hukum adat, dan isu- isu lain yang belum teridentifikasi.
Menanggap
hal tersebut, Sekda Provinsi Jambi,Syahrasaddin, menjelaskan bahwa pada beberapa tahun ke belakang hukum
adat memiliki posisi yang sangat kuat dalam menyelesaikan banyak persoalan yang
terjadi di desa. “ Saya contohkan ada suatu peristwa di kabupaten Saralangun
dimana Suku Anak Dalam (SAD) mengalami konfik antar suku , dimana hukum positif
tidak masuk, jika mereka tidak bisa menyelesaikan di tingkat desa lalu dimasukan
ke tingkat kecamatan hukum positif masuk, ketika itu UU desa, masuk juga hukum
positif, dan mengambil pengaruh, dan ini menjadi luar biasa dimana masyarakat
SAD yang tidak mengerti hukum positif diterapkan kepada mereka. Untuk itu
diharapkan dengan adanya Undang-Undang ini dapat menguatkan, melindungi
masyarakat Adat”, ujar Sekda.
Disampaikan
oleh pimpinan rombongan Herman Hadir bahwa dalam pertemuan ini banyak isu
yang tersaring, seperti halnya masalah peradilan adat, bagaimana kasus-kasus
sengketa yang ada diputuskan oleh peradilan adat yang final. “Dan tidak banding
sehingga tidak lagi diproses melalui peradilan umum. Termasuk, yang terkait
dengan sumber daya alam, seperti lingkungan, pertambangan, kehutanan dan
beberapa sektor lainnya. Kata Herman Hadir, dari masukan akan dibahas dsn memfokuskan
pada pendalaman pada apa yang telah diserap,” ujar Herman Hadir.
Saat
ini, DPR RI telah menyiapkan materi atau naskah akademik sehingga dalam waktu
dekat RUU ini diupayakan dapat selesai dengan mengakomodir kearifan lokal
yang ditemui. “Hal yang paling ditunggu-tunggu selama ini, akan lahir sebuah UU
tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat. Ini satu hal yang
sangat positif bagi seluruh masyarakat adat di seluruh Indonesia. Dengan adanya
RUU ini, kata dia akan memberikan peluang bagi daerah untuk membuat sebuah
perda yang lebih spesifik lagi” katanya. (Tim-JT)