Pejabat Korupsi, dari Lurah hingga "Tangan Tuhan"
![]() |
| (Ilustrasi) |
Wajar saja, pasalnya lembaga peradilan tertinggi itu selama ini disebut dan mengklaim dirinya paling bersih. Harapan penegakan keadilan tanpa uang pun masih ada. Putusan yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi selalu diyakini benar dan adil.
3 Oktober 2013, malam, bencana melanda lembaga itu. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan tiga orang yang diduga sedang serah terima fulus di Kompleks Widya Chandra III, nomor 7, Jakarta Selatan.
Mereka, Akil Mochtar, anggota DPR Chairun Nisa dan pengusaha Corneluius Nalau ditangkap sekira pukul 21.00 WIB. Saat bersamaan, penyidik juga menangkap Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Hambit Bintih dan asistennya di Hotel Redtop, Jakarta Pusat.
Suap terhadap Akil Rp3 miliar diduga untuk menyelesaikan sengketa Pilkada Gunung Mas yang perkaranya sudah masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hambit, sang calon incumbent diduga sebagai dalang suap itu.
Mereka digiring ke ruang tahanan KPK. Publik mungkin tercengang, mungkin juga tak percaya dengan ulah Akil Mochtar. Sekejap, kepercayaan terhadap Mahkamah Kosntitusi hilang. Buktinya, tak sedikit yang meragukan hasil putusan MK sebelumnya dan meminta delapan hakim konstitusi mundur dari jabatannya.
Namun ternyata, korupsi juga tidak hanya dilakukan pejabat tinggi negara atau pejabat yang mengurus proyek ratusan miliar rupiah. Pejabat setingkat lurah pun kini sudah bermain-main dengan uang haram. Seperti yang dilakukan Lurah Ceger Fanda Fadly Lubis dan Bendahara Kelurahan Ceger, Zaitul Akmam.
Kejaksaan Negeri Jakarta Timur sudah menahan keduanya pada Jumat, 11 Oktober 2013 karena diduga menyelewengkan uang rakyat Rp450 juta. Dugaan itu muncul lantaran berdasarkan hasil audit ada kegiatan fiktif.
"Ada penggelembungkan dana yang mengakibatkan kerugian keuangan negara kurang lebih Rp450 juta," kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, Jhonny Manurung.
Fanda menjadi Lurah setelah melalui proses lelang jabatan. Sama seperti hakim MK, publik juga berharap pada pejabat hasil lelang jabatan bisa lebih baik daripada pejabat sebelumnya. Buktinya juga tidak. Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T Purnama mengakui jika 60 persen hasil lelang jabatan tak memuaskan. Seperti yang di langsir okezone(trk)
