Ruang Meriah Perayaan Laki-laki
Gema musik meriah menyambut tiga pembicara untuk mengisi diskusi tentang anak muda generasi penerus daerah. Diskusi digelar oleh pemuda-pemuda cemerlang yang memiliki mimpi mulia, ingin memajukan daerah. Malam itu, diskusi mengambil tema tentang pemerintah daerah sebagai wadah untuk generasi muda. Pembukaan acara berjalan dengan khidmat dan megah dipandu oleh MC kece. Diskusi dibuka dengan kisah bagaimana perjalanan para pemuda menciptakan wadah untuk ide-ide dan gagasan yang nantinya akan “dinyatakan”.
Dari tema yang disebutkan, diskusi kemudian berlanjut dengan pemaparan dari pemimpin muda—sosok yang muda secara usia dan pemikiran. Beberapa kali ia menegaskan bahwa pemerintah daerah selalu membuka ruang sebesar-besarnya bagi anak muda untuk mengembangkan diri. Diskusi terus berjalan dan pada sesi pertama, dibuka dua pertanyaan, MC kece menyerahkan microphone pada dua pemuda secara bergantian untuk melemparkan pertanyaan kritis dan menohok. Pertanyaan-pertanyaan keren itu dijawab tuntas oleh pemimpin muda. Diskusi berlanjut lagi, kali ini seorang pejabat dari salah satu dinas turut bersuara tentang peran anak muda. Ide dan gagasan itu disampaikan dengan penuh semangat yang menggebu-gebu dan ditaburi sejumput jokes seksis ala bapak-bapak.
Diskusi terus belanjut diisi dengan suara-suara berat dan nge-bass. Pertanyaan-pertanyaan panjang dan kosong terus dilempar dan dijawab dengan mengambang dan berputar-putar. Kegiatan itu berlangsung hampir dua jam lebih hingga akhirnya, pada sesi pertanyaan kesekian kalinya, seorang perempuan muda yang tak kalah cemerlang, melemparkan pertanyaan medioker. Setelah itu, diskusi kembali diisi oleh pemuda-pemuda cemerlang, pemimpin muda dan sesekali bapak-bapak.
Malam itu, diskusi tentang anak muda berlangsung seru di panggung bagian depan, keseruan juga dirasakan di panggung belakang, para peserta diskusi asyik menunduk menatap layar gawai sambil men-scroll TikTok menonton keseruan kehidupan gemerlap artis.
Selama kurang lebih empat jam diskusi berlangsung, kegiatan diisi hampir 100 persen oleh pemuda dan bapak-bapak keren. Sementara, perempuan luput dari sudut ruang diskusi. Beberapa dari mereka asyik bercengkrama, bahkan sebagian lagi memilih pulang karena mengantuk dan suntuk. Sementara itu, slide presentasi tentang ruang perempuan yang sebelumnya telah disepakati dan disiapkan sesuai dengan rundown acara telah beberapa kali di-skip sepanjang diskusi menuju slide-slide yang lebih “berisi” dan “menarik” untuk dibahas oleh para pemuda cemerlang.
Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA, 2022) dalam diskusi kebijakan daerah, perempuan sering hanya hadir tanpa banyak berpendapat karena budaya partiarki dan norma sosial. LSM Solidaritas Perempuan (2023) juga menyebutkan bahwa dalam diskusi komunitas, perempuan sering tidak diberikan ruang berbicara yang sama, dan pendapat mereka kerap dianggap kurang otoritatif dibanding laki-laki. Praktik ini tidak lepas dari budaya patriarki yang melenggang, praktik yang membuat perempuan tidak cukup berani untuk berbicara dan bertanya. Absennya perempuan dari ruang diskusi juga merugikan perempuan itu sendiri, padahal suara perempuan diperlukan karena gagasan perempuan sering lebih empatik dan menyentuh dimensi sosial kehidupan. Hal ini disebutkan dalam laporan dari World Bank, keterlibatan perempuan dalam perencana dan forum partisipatif meningkatkan relevansi program karena perempuan sering membawa pengetahuan dan prioritas berbeda yang berkaitan langsung dengan kebutuhan rumah tangga dan komunitas.
Luputnya ruang perempuan juga menciptakan regulasi yang merugikan perempuan, ini terjadi pada salah satu imbauan dari pemerintah pada bulan Ramadan yang terkesan bermuatan seksisme: “Agar menciptakan suasana aman, damai, tentram dan menjaga kesucian Bulan Ramadhan serta menghormati orang yang sedang berpusa, bagi kaum perempuan baik muslim maupun non muslim hendaknya berpakaian yang sopan, pantas dan tertutup”. Imbauan tersebut jelas menyudutkan perempuan. Praktik seperti ini tidak bisa dianggap kecil dan remeh. Pengabaian dan anggapan ‘kan cuma teks’ merupakan pembiaran yang nantinya akan menumpuk sehingga terciptanya kebiasaan buruk yang baru. Seluruh rangkaian peristiwa ini terjadi tanpa disadari baik itu oleh laki-laki dan perempuan itu sendiri. Mulailah untuk meninggalkan tradisi-tradisi lama nan kolot itu.
Maka, kami, perempuan membubuh harapan-harapan agar perempuan juga turut dirayakan secara meriah, memberi ruang yang sama besarnya. Karena ketika perempuan hadir dan bersuara, keputusan menjadi lebih berkeadilan dan berkelanjutan. Keterlibatan aktif perempuan juga menginspirasi generasi perempuan muda untuk berani menyampaikan pendapat di ruang publik. Perempuan diberikan kesempatan yang sama di ruang diskusi untuk menyampaikan berbagai hal mulai dari politik, ekonomi, sosial, kreatifitas, dan lain-lainnya. Pada akhirnya, kita dapat merayakan kita semua dengan meriah. Salam. (Aii)
