Relaksasi
Oleh: Hamdani
Untuk mengurangi rasa cemas, marah, atau sedih, termasuk untuk mengurangi beban pikiran yang banyak, bahkan dalam hal tertentu dapat digunakan untuk menghilangkan gejala rasa sakit.
Caranya adalah, dengan menciptakan perasaan rileks (menyenangkan).klien diminta mengosongkan atau membebaskan pikirannya, lalu diminta membebaskan kerja ototnya.Ini dimaksudkan agar klien bisa mengontrol dirinya terhadap kecemasan atau masalah yang tengah dialaminya.Demikian Relaksasi, menurut Dr.Akmal Sutja, dalam bukunya ‘Teori dan Aplikasi Konseling:2016).
Teknik relaksasi untuk konseling, pertama kali dikembanghkan oleh Jacobson (Sharf,2012), yang pada dasarnya mengistirahatkan atau membuat seluruh otot menjadi santai atau rilek. Mulai dari otot kaki, lengan, perut, dada, bahu, leher, 12wajah, dan otot mulut. Setelah berhasil rileks, klien akan merasa nyaman, segar bahkan lupa dengan kecemasasn atau masalahnya, bahkan mungkin sekali tertidur.
Sehingga klien akan terdorong untuk menggunakan relaksasi ini untuk menghindar dari masalah yang dialaminya. Oleh Wolpe, pasiennya diminta untuk melakukan relaksasi ini, dua kali sehari dengan waktu antara 10 sampai 15 menit.
Pada tahap persiapan, biasanya dimulai dengan pernafasan. Klien diajak menarik nafas dalamdalam, menahan sejenak, lalu membuang melalui mulut, sebanyak tiga kali atau lebih. Kemudian, mengosongkan pikiran dari persoalan.
Klien diminta untuk mengosongkan pikirannya dari masalah yang tengah dihadapinya dan meminta focus terhadap kegiatan ini. Lalu, merilekskan otot. Klien diminta untuk merilekskan semua otot-ototnya dimulai dari pinggang, turun ke paha, kaki, betis, jari kaki,seterusnya ke otot perut, bahu, lengan, dan jari tangan, terus ke atas otot leher, rahang, mulut, pipi, kening dan sampai mata (pada tingkat ini, semua otot dirilekskan, dan biarkan semuanya lemas rileks).Pastikan klien bisa mencapainya minimal 3 atau 5 detik.
Di tahap pengakhiran,yaitu dengan membiarkan klien yang sudah mencapai rileks tersebut, untuk kembali seperti semula.
DISENSITISASI
Disensitisasi, berasal dari kata de-sensitization (de: tidak, sensitization: sensitif),adalah peningkatan relaksasi yang digunakan untuk mengatasi permasalahan berat seperti, stress, frustasi,kecemasan atau kekecewaan mendalam. Fungsi disensitisasi ini salah satunya dapat mengurangi respon emosional, pada diri seseorang.
Kalau pada relaksasi, kondisinya adalah menyenangkan atau tanpa beban, dalam disensitisasi ini, klien justru didorong untuk mengendalikan pikirannya dalam kondisi tertentu, dan kemudian diminta untuk melupakan kondisinya dengan mengurangi perasaan sensitif terhadap masalah yang dihadapinya.
Meskipun disensitisasi ini tidak menyelesaikan persoalan yang dihadapi klien,tetapi dapat memberi peluang kepada klien untuk bisa melewati kondisi sulit itu dengan fisik yang baik. Bila sumber stresnya tetap ada, setidaknya klien tidak memberikan respon yang berlebihan, sehingga semakin lama atau semakin jauh kondisi itu dari klien, justru akan memberi peluang kepada klien untuk memberi respon yang akurat terhadap lingkungannya.
Ia akan dapat mengenal situasisituasi yang menimbulkan masalah, dan baru kemudian dilanjutkan dengan mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut.
Untuk menerapkan disensitisasi, hendaknya dilakukan dengan membaringkan klien. Untuk menyiapkan klien bisa masuk dalam disensitisasi dapat dilakukan uji sensitif. Baru selanjutnya memandu klien untuk keluar dari stresnya.
Pemanduan bisa dilakukan dengan cara bercerita, music, dan sebagainya. Uji sensitif dapat dilakukan dengan mengembangkan perasaan tertentu pada kaki, tangan atau kepala dengan perasaan tertentu seperti, dingin, panas, berat, ringan, tenang atau nyaman dalam uji coba ini memberi peluang untuk berhasil dalam disensitisasi.
Artinya,klien yang berhasil dalam uji coba akan mudah dapat dipandu memasuki disensitisasi dengan cerita sampai tertidur.
Untuk digunak an mengatasi masalah klien, dikembangkan dalam bentuk disensitisasi sistematis (systematic desensitization).Klien diminta menyusun daftar perilaku yang mencemaskannya, dari ringan kepada yang amat berat. Setelah dituliskan daftar itu,klien dicoba menukar rasa takut atau penolakannya dengan perasaan lawannya.
Bisa menerima dan menganggap normal. Seperti trauma perkosaan, biasanya seseorang akan memiliki daftar kecemasan (dari berat ke ringan ) sebagai berikut.-Takut bertemu dengan pemerkosa.-Takut melihat foto pemerkosa.-
Takut berhadapan dengan orang yang memiliki postur tubuh mirip pemerkosa.- Takut melihat orang berpakaian seperti pemerkosa.-Takut dengan nada suara mirip pemerkosa.- takut dengan sepatu yang mirip dengan sepatu pemerkosa.
Ketika akan digunakan, daftar ini kemudian disusun terbalik dari yang ringan sampai yang paling menakutkan.Setelah daftar dibuat, Konselor menuntun klien untuk mengingat kejadian perkosaan yang dialaminya, mulai dari yang ringan, seperti melihat sepatu mirip sepatu pemerkosa,bila memungkinkan memperlihatkan sepatu yang mirip itu.
Ketika rasa takut sudah menghinggapi klien, secepat itu pula klien diminta untuk disensitisasi, menghilangkan atau melawan rasa takut itu, sampai ia berani melihat secara dekat.
Apabila ini berhasil, klien dituntun lagi mendengarkan atau membayangkan suara pemerkosa, setelah rasa takut muncul, klien diminta kembali disensitisasi dan begitu seterusnya sampai kepada kondisi yang amat menakutkan.
Konseling dapat dihentikan bila saat klien takut. Demikian Relaksasi dan Disensitisasi, yang coba penulis sajikan, dari berbagai sumber yang relevan, semoga bermanfaat.
Penulis: Guru BK SMAN 2 Kota Jambi