Pengakuan Mantan HTI, Rida Hesti Ratnasari Membongkar Narasi yang Dimainkan HTI
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) memang sudah dibubarkan beberapa tahun silam. Mungkin sebagian orang berpikir pembubaran ini menjadi akhir tumbuh dan berkembangnya paham radikal di Indonesia. Sayang, dugaan mereke meleset. HTI tetap tumbuh di tengah masyarakat, walau legalitas organisasi ini sudah dihapus.
*Seorang perempuan yang pernah ikut terjebak propaganda HTI adalah Rida Hesti Ratnasari. Bu Rida, begitu saya memanggilnya, pernah menjabat sebagai Pengurus DPP Muslim HTI. Jadi, Bu Rida benar-benar masuk begitu mendalam di dalam organisasi terlarang ini.
Sekarang Bu Rida tidak lagi atau keluar dari HTI. Bu Rida sekarang lebih banyak aktif di beberapa kegiatan yang mendukung persatuan NKRI. Tentunya, kegiatan yang berfaedah ini berada di tengah paham moderasi (wasathiyyah).
Bu Rida menebus segala kekeliruan, bila meminjang istilah yang disebutkan Haris Amir Falah , “dosa sosial” dengan membongkar segala tetek bengek HTI sampai ke akar-akarnya. Narasi dasar HTI, kata Bu Rida, adalah pembentukan Daulah Islamiyyah dengan menggunakan khilafah sebagai sistem negara.
Khilafah diklaim oleh HTI sebagai langkah mempersatukan bangsa. Bu Rida melanjutkan, paham khilafah ini dikampanyekan di tengah-tengah masyarakat melalui pendekatan historis.
Orang-orang HTI menyebutkan bahwa banyak negara yang mengaplikasikan sistem khilafah, termasuk negara yang dipimpin oleh Nabi Muhammad tempo dulu.
Pendekatan historis yang digunakan oleh HTI diperkuat dengan metode “dukhul al-mujtama’” atau melebur langsung dengan masyarakat. Metode ini berupaya bagaimana pemikiran HTI itu dapat diterima dan dimiliki oleh masyarakat. Sehingga, perjuangan HTI nanti bersama masyarakat atau umat. Perjuangan ini menjawab awal terbentuknya people power.
*Lebih dari itu, agar pemikiran HTI mudah diterima masyarakat, HTI mengadopsi segala hal yang berkaitan dengan masyarakat selain ibadah ubudiyyah.
Soalnya, bersinggungan dengan ibadah ubudiyyah sangat sulit diterima masyarakat, karena masyarakat sangat fanatik. Strategi ini membuat apa yang dikampanyekan HTI tidak terasa perbedaannya dengan apa yang diketahui masyarakat sebelumnya. Semisal, ibadah qunut atau tidak, bagi HTI, tidak dipersoalkan. Karena, ibadah ini termasuk ibadah ubudiyyah.
Jadi, HTI hanya fokus pada penegakan sistem politik Islam. HTI mengadopsi (tabanni) segala hal selain ibadah ubudiyyah. Semisal, pakaian jilbab yang sangat diperhatikan oleh HTI karena jilbab bukan ibadah ubudiyyah. Sedang, jilbab itu, bagi HTI, pakaian yang menjulur sampai ke asfal atau ujung paling bawah. Siapapun yang gaya jilbabnya seperti itu hendaknya mulai dicurigai.
Bu Rida menyebut, beberapa ideologi HTI yang disebut tadi diadopsi oleh HTI bagi sebagian umat dulu. Karena, khilafah sebagai sistem negara belum tegak. Sebaliknya, jika khilafah sudah tegak, maka ideologi itu akan diberlakukan kepada semua umat.
Tidak berhenti sampai di situ, Bu Rida membongkar segala terang-terangan terkait konten-konten yang dikembangkan oleh HTI:* *Pertama, konten kebangkitan. Konten ini membodohi umat dengan narasi, bahwa umat Islam belum bangkit karena belum ditegakkan daulah Islamiyyah (negara Islam). *Terus, sistem khilafah dalam pembentukan daulah Islamiyyah belum ditegakkan pula.
HTI mengklaim, hanya khilafah yang dapat mengatasi kebangkitan umat.
HTI kemudian menyebutkan, penegakan khilafah itu fardu ain (kewajiban individualis) karena umat Islam belum tidak menerapkan sistem khilafah selama 976 tahun. Bahkan, HTI membangun sebuah narasi, “Barangsiapa yang mati tanpa berbaiat kepada khalifah yang sah, maka matinya jahiliyah.
Kedua, perjuangan harus politis, bukan perjuangan khuluqiyyah. Perjuangan politis ini selalu disangkutkan dengan khilafah. Terus, perjuangan ini dilakukan bersama umat. Umat mulai antusias mendapat support dari orang-orang HTI. Padahal, sesungguhnya masyarakat sedang dibodohi.
Sebagai penutup, cerita-cerita Bu Rida cukuplah menjadi akhir dari korban propaganda HTI. Masyarakat harusnya lebih berhati-hatin menerima pemahaman agama dari seseorang yang biasanya disebut ustadz. Carilah guru yang benar. Guru yang benar selalu menyampaikan pesan-pesan yang tidak bertentangan dengan NKRI.
Shallallah ala Muhammad.
Sumber: harakatuna.com
loading...