Asal Usul Raja Arab Saudi
![]() |
Salman bin Abdulaziz al-Saud |
KERAJAAN Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, ada dua tokoh
besar yang sangat berperan penting dalam mendirikan Kerajaan Arab Saudi.
Dua tokoh
ini lahir dari latar belakang yang berbeda namun satu Provinsi di Riyab di Negara Arab Saudi. Negara Arab Saudi ini sendiri terdiri dari 13 Provinsi:
Bahah,.Hududusy syamaliyah, Jauf, Madinah, Qasim, Syarqiyah, ’Asir, Riyadh, Hail, Jizan, .Makkah, Najran, Tabuk
Dua tokoh besar yang berperan mendirikan Kerajaan Arab Saudi
ini berasal dari satu kabupaten di Provinsi Riyadh.
Tokoh tersebut adalah
Muhammad bin Sa’ud, tokoh ini berasal dari kota Dir'iyah Provinsi Riyadh,
dan dikenal sebagai Pangeran di Dir’iyah.
![]() |
Muhammad bin Sa’ud |
Muhammad bin Sa’ud ini meninggal
pada tahun 1765. Penulis belum menemukan riwayat perjalanan Pangeran Dir’iyah
berdiri tahun berapa dan mengalami keruntuhan tahun berapa.Sepertinya ini dari kerjaan kecil di kabupaten tersebut.
Pada dasarnya jika kita lihat dari biografinya yang singkat
ini, Muhammad bin Sa’ud pernah mendirikan aliansi pada tahun 1744 dengan
berdasarkan syariat islam untuk memurnikan ajaran islam dari bidah.
Terbentuknya aliansi ini tidak terlepas dar ide cerdas
seorang tokoh dan cendikiawan muslim dan
ulama besar yaitu Muhammad bin Abdul Wahab.
![]() |
Muhammad bin Abdul Wahab. |
Muhammad bin Sa’ud ini adalah salah
satu tokoh dari kalangan ningrat sebagai pelopor mendirikan Negara Saudi Pertama.
Muhmmad bin Sa’ud ini juga mendirikan wangsa Saud atau Dynasty Saud
untuk memberikan kekuatan keturunanya di daerah tersebut.Wangsa Saud atau Bani
Saud ini di dirikan oleh Muhammad bin Saud pada tahun 1744.
Jika kita telusuri bahwa wangsa dan Bani itu sepertinya ingin
membuat kekuatan kerajaan secara besar di sepananjung jazirah Arab sehingga minta perlindungan dengan Muhammad bin Abdul Wahhab.
Wangsa memiliki arti dinasti sedangkan Bani adalah memiliki
arti jika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBS) maknanya adalah: anak cucu atau keturunan. Dan
jelas Bani Saud itu adalah sekumpulan keturunan dari keluarga besar Saud.
Wangsa Saud atau Bani Saud memiliki nenek moyang dari Mani’bin Rabiah Al’ Muraidi yang juga menetap di Kota Dir’iyah pada tahun 1446-1447.
Mani’ bin Rabiah Al’ Muraidi adalah tokoh leluhur tertua
yang diperkirakan berasal dari beberapa keturunan seperti Kabilah Bani
Bakr bin Wail dan Rabiah dari Adnan
Sedangkan Bani Hanifiah ini salah satu suku Arab lama yang
terkenal dengan memiliki mata pencarianyan sebagai petani dan perkebunan. Bani Hanifiah juga salah satu
suku yang berpengaruh di sepenanjung jazirah Arab pada masa sebelum tersebarnya
agama islam.
Kota utama mereka (Bani Hanifiah) adalah Al Hajr, Al Hajr atau juga disebut Hegra atau kota Mad’in Salih terletak di Provinsi Madinah,
Saat itu sebagai
pusat perdagangan dengan penduduk yang besar dan perekonomian yang besar pula. Mad’in Salih meruapak kota Nabatea wilayah situs yang terkenal pada peninggalan kerajaan Nabatea dari Abad ke 1 Masehi. Kerajaan Nabatea itu sebuah negara Bangsa Arab Nabatea pada
Zaman kuno.
Nabatea berdiri sebagai sebuah kerajaan merdeka sejak Abad
ke-4 Masehi sampai dianeksasi oleh Kekaisaran
Romawi pada 106 SM. Bangsa Romawi mengganti nama Nabatea menjadi Arabia
Petrea.
Soal keberadaan Kabilah Bani Bakr bin Wail, penulis belum
menemukan asal usulnya, sedangkan Rabi’ah juga belum ditemukan asal usulnya
namun jika Bani Rabi’ah itu dari keturunan Adnan maka bisa di telusuri bahwa Adnan itu
juga nenek moyang bangsa Arab yang disebut Bani Adnan.
Secara silsilah, Adnan merupakan
keturunan Nabi Ismail dari kakek moyang keduapuluh dari Nabi Muhmmad.Tapi sayangnya Rabi’ah dari Adnan ini belum juga ditemukan keturunan dari mana sebenarnyanya dan dari suku apa?
Yang jelas Mani' bin Rabi'ah Al-Muraidi ini mereka adalah golongan bangsa Arab Utara dengan tempat tinggal asalnya adalah di Desa Ad-Duru', sebuah desa dekat Kota Al-Qatif di pesisir pantai
Arabia Timur.
Qatif atau Al-Qatif
adalah sebuah kegubernuran di Arab Saudi yang berlokasi di Provinsi Asy-Syarqiyah,
Arab Saudi.
Tokoh satunya lagi yang mendirikan negara Saudi Pertama
adalah Muhammad bin Abdul Wahhab.Tokoh ini adalah seorang ahli teologi (ilmu
agama) dan pemimpin gerakan keagamaan dan pernah mejabat sebagai Mufti Daulah
Su’udiyyah kalau di Indonesia sekelas MUI yang pekerjaanya membuat Fatwa. Daulah Su’udiyyah ini yang kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi.
Dengan gelar Syeikh, Muhammad bin ʿAbd Al-Wahhāb dilahirkan pada tahun
1115 H (1701 M) di kampung Uyainah (Najd), lebih kurang 70 km arah barat
laut kota Riyadh,
ibu kota Arab Saudi
sekarang.
Ayahnya adalah seorang tokoh agama di lingkungannya, jika tidak salah
pekerjaan ayahnya adalah seorang hakim di Kabupaten Huraimila Provinsi Riyadh.
Syeikh Muhammad bin ʿAbd Al-Wahhāb lahir di Najd pada tahun
1703 dan meninggal pada 22 Juni 1792, di usia sekitar 88 atau 89 tahun dan di makamkan di Kabupaten
Dari’iyah Provinsi Riyadh.
Tanah kelahiran Muhammad bin Abdul Wahhab adalah di Najd, Najd
itu ada Kesultanan yang bernama Kesultanan Najd dibawah kekuasan Dinasty Saud.
Dan Muhammad bin Abdul Wahhad ini dari aliran islam Sunni. Namun dirinya menjadi kontroversi karena dihubung - hubungkan dengan aliran Wahabi.
Atas dasar Ideologi Muhammad Abdul Wahhab inilah berdirinya Negara Saudi Pertama pada tahun 1744-1818
dengan nama Negara Saudi Pertama Ad-Daulah
As-Su'udiyah Al-Ula saat itu ibu kotanya di Kabupaten Diri’iyah dengan bentuk pemerintahannya adalah Monarki.
Tapi sepertinya Pemerintah Negara
Saudi Pertama dipimpin dari keturunan Muhammad bin Saud sejak 1744-1765 hingga di pimpin dari keturunan Muhammad bin Saud yaitu Abdullah bin Sau’d pada tahun 1814-1818.
Negara Saudi Kedua bernama Al-Dawla Al-Su'odiyah Al-Thaniyah 1818-1891 beribukota di Riyadh persisnya diawal abad 19 ketika itu masih dibawah kekuasaan Bani Saud yang sedang mengalami restorasi di Arab Tengah dan Timur setelah sebelumnya
dijatuhkan oleh Invasi
Utsmaniyah-Mesir Tahun 1818.
Pada tahun 1818 hingga 1891 mengalami pertempuran untuk
menaklukan Riyadh, pertempuran itu antara Mulayda melawan Al Rashid, Namun
penulis belum mendapatkan informasi jelas soal sejarah Mulayda dan Al
Rashid yang ingin menguasi Riyadh itu.
Dari suku mana Mulayda dan Al Rashid ini sehingga ingin mencoba menguasai Riyadh saat itu.
Selama 73 tahun berdirinya Negara Saudi Kedua ini juga tidak ditemukan
siapa yang memimpin pemerintah.
Berdasarkan data dan fakta sejarah
singkat Negara Saudi Kedua masih di kuasai dari Bani Sau’d.
Muhammad bin Sa’ud dan Syeikh Muhammad bin Abd Al-Wahhāb, sosok dua tokoh inilah yang mendirikan Kerajaan Arab Saudi.
Mereka berdua ini tinggal
di satu kabupaten yang sama dan provinsi yang sama pula yaitu dari Provinsi Riyadh.
Pada tahun 1902 ada gerakan kampaye militer dan politik dimana
berbagai suku, semua pimpinan besar melakukan unifikasi Arab Saudi atau
penyatuan Arab Saudi disemenanjung Arab.
Dari tahun 1902 hingga 1925 Dinasti Saud mengambil alih
bagian tengah dan utara Semenanjung Arab.
Pada tahun itu juga ada peristiwa
besar yaitu berakhirnya Negara
Rasyidi dan Kerajaan Hijaz
dan berakhirnya kekuasaan Kesultanan
Utsmaniyah di Semenanjung Arab.
Pada tahun 1932
barulah Kerajaan Arab Saudi di proklamasikan dan berdirilah Kerajaan Arab SaudI dengan nama Al-Mamlakah al-'Arabiyah as-Sa;udiyah.
Langkah penyatuan ini
berada di bawah kepemimpinan Sultan Nejd saat itu, Abdul Aziz
As-Saud atau Ibnu Saud sebagai Raja Pertama.
Kesultanan Nejd
adalah sebuah negara yang merupakan hasil transformasi dari Keamiran Riyadh setelah
Amir Abdul Aziz bin Saud menyatakan dirinya
sebagai Sultan
Nejd pada tahun
1921.
Pada tahun 1926, Kesultanan Nejd memperluas wilayahnya dan menaklukan Kerajaan Hijaz,
sehingga Kerajaan Nejd dan Hijaz didirikan, dan
Abdul Aziz bin Saud menjadi rajanya.
Kerajaan Hijaz
adalah negara yang terletak di wilayah Hijaz dan dikuasai oleh Wangsa Hashim
Bani Hasyim (bahasa Arab:
بنو هاشم, Banu Hasyim) adalah salah satu klan dalam suku Quraisy
yang merujuk kepada Hasyim bin Abdul Manaf. Hasyim adalah ayah
dari kakek Nabi Muhammad.
Sultan (bahasa Arab:
سلطان, sulṭān) adalah gelar
dalam dunia Muslim yang digunakan untuk merujuk berbagai kedudukan yang beragam
dalam sepanjang sejarah penggunaannya.
Namun seringnya, sultan digunakan untuk
mengacu pada kepala monarki Muslim yang berkuasa atas sebuah
negara Islam.
Bani Hasyim (bahasa Arab:
بنو هاشم, Banu Hasyim) adalah salah satu klan dalam suku Quraisy
yang merujuk kepada Hasyim bin Abdul Manaf. Hasyim adalah ayah
dari kakek Nabi Muhammad
Raja Saudi sejak berdirinya pada tahun 1932 hingga sekarang yang dikuasi dari keturunan Muhammad bin Sau’d dan sudah tujuh orang raja dari keturunan Muhammad bin Sau’ud yang menjadi Raja Arab Saudi.
Sang ahli teolog, Muhammad bin Abdul Wahhab pelaku utama perintis Kerajaan Arab Saudi sepertinya tidak ada riwayat
keturunanya yang memiliki jabatan tertinggi di Kerajaan Arab Saudi hingga sekarang.
Ada apa sebenarnya niat Muhammad bin Sau'd mengandeng Muhammad bin
Abdul Wahhab untuk mendirikan Kerajaan Arab?
Apakah Muhammad bin Abdul Wahhab ini seorang yang cerdas
dan pintar sehingga Pangeran Diri’iyah Muhammad bin Sa'ud merangkul untuk membentuk KERAJAAN.
Atau karena dari kalangan orang biasa keturunan Muhammad bin Abdul Wahhad tidak
dapat kesempatan menjadi Raja Arab Saudi sedangkan Muhammad bin Sau’d adalah
seorang pangeran Diri’iyah dari kabupaten Diri’iyah Provinsi Riyadh.
Kabupaten yang
memiliki luas 2020 km2 dengan jumlah penduduk 45104 pada saat ini.
Saat ditelusuri sejarshnya sepertinya keturunan Kerajaan Arab Saudi ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan suku Quraisy.
Suku Quraisy itu adalah suku
bangsa Arab yang di sebut-sebut keturunan Nabi Ibrahim yang menetap dikota Mekah.
QS. Al Ahzab ayat 40:
Mā kāna muḥammadun aba aḥadim mir rijālikum wa lākir rasụlallāhi wa khātaman-nabiyyīn, wa kānallāhu bikulli syai`in 'alīmā
Referensi: https://tafsirweb.com/7652-quran-surat-al-ahzab-ayat-40.htm
QS. Al Ahzab ayat 40:
"Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di
antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi".Maksudnya bahwa jangan ada yang mengaku-ngaku keturunan Rasulullah dan inilah maksud ayat tersebut diatas!
"Islam awalnya datang dalam keadaan asing / aneh ( tak kenal ), dan ia kelak akan kembali terulang datang dalam keadaan asing/ aneh ( tak dikenal ) , maka beruntunglah orang-orang yang hidup dengan Islam yg aneh /asing itu." (HR.Muslim , 208).
Maksud Hadist diatas ini adalah:
"Ada komunitas kecil, apakah itu di Indonesia atau di negara lain yang memiliki nilai gaya hidupnya yang asing dan selalu disudutkan karena bertentangan dan aneh cara berpikirnya namun tidak memiliki organisasi, mereka ini yakini dengan organisasi tunggal yang diciptakan Allah yaitu "din' yaitu "agama Islam " yang lain tidak ada. Faham dengan Al Qur'an dan Sunnah dan mendukung Pemerintah dalam menjalankan tugas negara ", ini menurut analisis penulis.
Asal-Usul
Bangsa Arab
Para ulama Ahli Tarich telah sepakat bahwa Bangsa Arab itu terdiri atas tiga bagian yakni :
Para ulama Ahli Tarich telah sepakat bahwa Bangsa Arab itu terdiri atas tiga bagian yakni :
1. Bangsa Arab Al-‘Arabah
2. Bangsa Arab
Al-‘Aribah dan yang ke
3 Bangsa Arab Al-Musta’rabah.
P
Uraian singkat adalah sebagai berikut :
1. Bangsa Arab Al-‘Arabah disebut juga Arab Al-Baa’idah. Mereka itu Bangsa Arab yang pertama sekali atau yang asli.
P
Uraian singkat adalah sebagai berikut :
1. Bangsa Arab Al-‘Arabah disebut juga Arab Al-Baa’idah. Mereka itu Bangsa Arab yang pertama sekali atau yang asli.
Mereka
adalah keturunan dari Iram bin Sam bin Nuh. Mereka terdiri dari 9 bangsa yaitu
1. “Aad 2 Tsamud, 3 Amim 4 Amiel 5 Thasam 6 Jadies 7 Imlieq 8 Jurhum ulaa 9
Wabaar.
Bangsa Arab Al-Baidah ini adalah bangsa Arab yang tertua, yaitu sisa dari Bangsa Ad dan Tsamud yang tinggal di Babylon, oleh karena kufur mereka telah dihancurkan negerinya oleh Allah.
Kemudian mereka
pindah ke Jazirah Arab setelah terdesak dari keturunan Haam.....
2. Bangsa Arab Al-Aribah disebut pula Bangsa Arab Al-Muta’arribah. Mereka itu adalah bangsa Arab yang kedua dari keturunan Jurhum bin Qathan putra Aibir atau Aibar.
2. Bangsa Arab Al-Aribah disebut pula Bangsa Arab Al-Muta’arribah. Mereka itu adalah bangsa Arab yang kedua dari keturunan Jurhum bin Qathan putra Aibir atau Aibar.
Tempat tinggal
mereka adalah Yaman sehingga mereka disebut juga dengan Arab Al-Yamaniyah. Menurut seorang ahli tarich, Aibar atau
Aibir itu nama dari Nabi Hud. Mereka berdiam ditanah Hijaz.
Pada masa itu semua qabilah di tanah Yaman seluruhnya ada dibawah perintah kerajaan Thababi’ah. Sedangkan Thababi’ah itu adalah anak laki-laki dari Saba juga.
Mereka bangsa Arab Al-Aaribah ini sangat
kuat sehingga menaklukkan semua qabilah-qabilah lain termasuk bangsa Arab
Al-Ba’idah yang telah tinggal di daerah hijaz.
Pada tahun 120 sebelum Masehi
kerajaan Yaman dilanda banjir besar sehingga kerajaan Yaman pecah menjadi tiga
kerajaan
3. Bangsa Arab Al-Musta’rabah ialah bangsa Arab yang diwarganegarakan menjadi bangsa Arab dari kedatangan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ke kota Mekah bersama dengan pasukannya.
3. Bangsa Arab Al-Musta’rabah ialah bangsa Arab yang diwarganegarakan menjadi bangsa Arab dari kedatangan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ke kota Mekah bersama dengan pasukannya.
Mereka inilah yang kemudian terkenal dengan sebutan Bangsa
Arab Ismailiyyah, yang menurunkan Adnan dan
dari suku Adnaniyyun ini kemudian menurunkan Nabi Muhammad SAW.
Adapun asal mula mereka itu ialah dari keturunan Nabi Ismail putra Nabi Ibrahim, dan sebagaimana yang telah diuraikan oleh para ahli sejarah bahwa Nabi Ibrahim itu bukan orang Arab tapi dari negeri Kan’an pindah ke negeri Mekah pusat tanah Hijaz.
Semua bangsa Arab baik yang keturunan dari Arab Al-Ba’idah atau Arab asli, maupun keturunan Arab Al-Muta’arribah serta bangsa Arab Ismailiyyah semuanya berbahasa Arab setelah terjadi asimilasi antara bahasa Arabiyyan yang dibawah oleh Nabi Ismail dengan bahasa Arab yang masih dipakai oleh orang-orang Arab Yamaniyyah.
Dengan bahasa Arab seperti itulah mereka berkomunikasi satu terhadap lainnya sampai pada suatu saat, Allah membangkitkan Nabi Muahmmad SAW dengan membawa Al-Qur’an
Quraisy itu adalah arab asli bukan musta'rabah. Muhammad bukan arab asli. sehingga bukan quraisy penentu sejarah Alquran yg dipentaskan rasul dalam peradaban. justru muhammad sebagai rasul yang menentukan Quraisy yang pecah belah itu..
Pergaulan Muhammad dengan penduduk Makkah tidak terputus, juga partisipasinya dalam kehidupan masyarakat hari-hari.
Adapun asal mula mereka itu ialah dari keturunan Nabi Ismail putra Nabi Ibrahim, dan sebagaimana yang telah diuraikan oleh para ahli sejarah bahwa Nabi Ibrahim itu bukan orang Arab tapi dari negeri Kan’an pindah ke negeri Mekah pusat tanah Hijaz.
Semua bangsa Arab baik yang keturunan dari Arab Al-Ba’idah atau Arab asli, maupun keturunan Arab Al-Muta’arribah serta bangsa Arab Ismailiyyah semuanya berbahasa Arab setelah terjadi asimilasi antara bahasa Arabiyyan yang dibawah oleh Nabi Ismail dengan bahasa Arab yang masih dipakai oleh orang-orang Arab Yamaniyyah.
Dengan bahasa Arab seperti itulah mereka berkomunikasi satu terhadap lainnya sampai pada suatu saat, Allah membangkitkan Nabi Muahmmad SAW dengan membawa Al-Qur’an
Quraisy itu adalah arab asli bukan musta'rabah. Muhammad bukan arab asli. sehingga bukan quraisy penentu sejarah Alquran yg dipentaskan rasul dalam peradaban. justru muhammad sebagai rasul yang menentukan Quraisy yang pecah belah itu..
Pergaulan Muhammad dengan penduduk Makkah tidak terputus, juga partisipasinya dalam kehidupan masyarakat hari-hari.
Pada waktu itu masyarakat sedang sibuk karena bencana
banjir menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka'bah yang memang sudah lapuk.
Sudut-sudut Ka'bah itu oleh Quraisy dibagi empat bagian.Tiap kabilah mendapat satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali.
Sudut-sudut Ka'bah itu oleh Quraisy dibagi empat bagian.Tiap kabilah mendapat satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali.
Sebelum bertindak melakukan perombakan itu mereka masih ragu-ragu, khawatir
akan mendapat bencana. Kemudian Walid bin Mughirah tampil ke depan dengan
sedikit takut-takut. Setelah berdoa kepada dewa-dewanya, ia mulai merombak
bagian sudut selatan.
Orang-orang kemudian menunggu-nunggu apa yang akan dilakukan Tuhan nanti terhadap Al-Walid.
Orang-orang kemudian menunggu-nunggu apa yang akan dilakukan Tuhan nanti terhadap Al-Walid.
Namun ternyata sampai pagi tak terjadi
apa-apa, mereka pun ramai-ramai merombaknya dan memindahkan batu-batu yang ada.
Dan Muhammad ikut pula membawa batu itu.
Tiba saatnya meletakkan Hajar Aswad yang disucikan di tempatnya semula di sudut timur, maka timbullah perselisihan di kalangan Quraisy, siapa yang seharusnya mendapat kehormatan meletakkan batu itu di tempatnya. Demikian memuncaknya perselisihan itu sehingga hampir saja timbul perang saudara karenanya.
Abu Umayyah bin Mughirah dari Banu Makhzum, adalah orang yang tertua di antara mereka, dihormati dan dipatuhi. Setelah melihat keadaan demikian, ia berkata, "
Tiba saatnya meletakkan Hajar Aswad yang disucikan di tempatnya semula di sudut timur, maka timbullah perselisihan di kalangan Quraisy, siapa yang seharusnya mendapat kehormatan meletakkan batu itu di tempatnya. Demikian memuncaknya perselisihan itu sehingga hampir saja timbul perang saudara karenanya.
Abu Umayyah bin Mughirah dari Banu Makhzum, adalah orang yang tertua di antara mereka, dihormati dan dipatuhi. Setelah melihat keadaan demikian, ia berkata, "
Serahkanlah putusan ini di tangan orang
yang pertama sekali memasuki pintu Shafa ini."
Tatkala mereka melihat Muhammad adalah orang pertama memasuki tempat itu, mereka berseru,
Tatkala mereka melihat Muhammad adalah orang pertama memasuki tempat itu, mereka berseru,
"Ini Al-Amin, kami dapat
menerima keputusannya."
Lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepadanya. Muhammad mendengarkan dan melihat di mata mereka betapa berkobarnya api permusuhan. Ia berpikir sebentar, lalu berkata,
Lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepadanya. Muhammad mendengarkan dan melihat di mata mereka betapa berkobarnya api permusuhan. Ia berpikir sebentar, lalu berkata,
"Kemarikan sehelai
kain!"
Setelah kain dibawakan, dihamparkannya dan diambilnya batu itu lalu diletakkannya dengan tangannya sendiri, kemudian berkata,
Setelah kain dibawakan, dihamparkannya dan diambilnya batu itu lalu diletakkannya dengan tangannya sendiri, kemudian berkata,
"Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini."
Mereka bersama-sama membawa kain tersebut ke tempat batu itu akan diletakkan.
Mereka bersama-sama membawa kain tersebut ke tempat batu itu akan diletakkan.
Lalu Muhammad mengeluarkan batu itu dari kain dan
meletakkannya di tempatnya. Dengan demikian perselisihan itu berakhir dan
bencana dapat dihindarkan
Rasulullah SAW adalah keturunan Nabi Ibrahim as, dari perkawinannya yang kedua Siti Hajar. Perkawinan ini mendapatkan putra, Nabi Ismail as.
Asal Usul Quraisy
Suku Quraisy adalah keturunan Fihr, yang dinamakan juga Quraisy, yang berarti saudagar.
Rasulullah SAW adalah keturunan Nabi Ibrahim as, dari perkawinannya yang kedua Siti Hajar. Perkawinan ini mendapatkan putra, Nabi Ismail as.
Asal Usul Quraisy
Suku Quraisy adalah keturunan Fihr, yang dinamakan juga Quraisy, yang berarti saudagar.
Ia hidup di
abad 3 Masehi. Fihr adalah keturunan Ma’ad. Ma’ad adalah anak Adnan yang
merupakan keturunan langsung dari Nabi Ismail as.
Qushay, salah seorang keturunan Fihr yang hidup di abad 5 Masehi, berhasil mempersatukan semua suku Quraisy, dan menguasai seluruh Hijaz, yaitu daerah selatan Jazirah Arab, yang di dalamnya terdapat kota Makkah, Madinah, Ta’if, dan Jeddah.
Qushay, salah seorang keturunan Fihr yang hidup di abad 5 Masehi, berhasil mempersatukan semua suku Quraisy, dan menguasai seluruh Hijaz, yaitu daerah selatan Jazirah Arab, yang di dalamnya terdapat kota Makkah, Madinah, Ta’if, dan Jeddah.
Ia memperbaiki Ka’bah, mendirikan istana,
menarik pajak, dan menyediakan makan serta air bagi peziarah Ka’bah yang datang
setahun sekali.
Tradisi ziarah ini sekarang, di masa Islam, menjadi ibadah
haji.. Qushai meninggal tahun 480 M. Posisinya digantikan putranya, Abdud Dar.
Muhammad datang bukan untuk menegakkan kesukuan justru untuk mempersatukan suku-suku dan bangsa-suku yang pecah belah, kesukuan itulah primordialisme akar perpecahan..fihr adalah penegak suku, tapi Muhammad adalah pendamai suku-suku dan bangsa-bangsa.
Muhammad datang bukan untuk menegakkan kesukuan justru untuk mempersatukan suku-suku dan bangsa-suku yang pecah belah, kesukuan itulah primordialisme akar perpecahan..fihr adalah penegak suku, tapi Muhammad adalah pendamai suku-suku dan bangsa-bangsa.
Muhammad Pernah Menjadi Sekjen (?)
Para ahli sejarah tidak pernah
mengungkapkan alasan ilmiah mengapa Muhammad mendapat julukan “Al-Amin” dari
masyarakat Arab di kota Makkah.
Mereka cuma mengatakan bahwa julukan
itu diberi kan sebagai kehormatan karena ia merupakan pemuda “yang dapat di
percaya”, karena ia sangat jujur.
Tapi sejujur apa pun, bila ia bukan
orang penting dalam masyarakat, kejujurannya tentu tidak akan menjadi demikian
populer.
Di Indonesia, misalnya, tentu cukup
banyak orang yang “bersih”, tapi yang (pernah) mendapat julukan Mr. Clean
ternyata cuma Mar’ie Muhammad. Mengapa?
Tentu karena ia waktu itu seorang
pejabat salah satu menteri keuangan pada masaSuharto, yang kebetulan memiliki
kelebihan sebagai “orang bersih” (jujur) dibandingkan dengan para pejabat lain
yang, setidaknya, patut di curigai terlibat KKN (korupsi, kolusi, nepotisme).
Bila Mar’ie Muhammad hanya orang
biasa, apalagi cuma tinggal di kampung, julukan sebagai Mr. Clean pasti tidak
akan pernah terdengar. Jadi, ada kemungkinan bahwa Muhammad sebelum menjadi
rasul adalah orang yang memegang suatu jabatan penting dalam sistem
pemerintahan yang berlaku di Makkah pada waktu itu.Tapi apakah di Makkah pada
masa itu sudah ada sistem pemerintahan seperti sekarang.
H. Rosihan Anwar menulis dalam buku
Ajaran Dan Sejarah Islam Untuk Anda:
… “Kalau keadaan Mekah hendak
dibicarakan, maka biarlah saya mmengutip keterangan Prof. Gibb yang melukiskan
Mekah bukan sebagai dusun yang terpencil dan mengantuk, melainkan sebagai kota
dagang yang ramai dan makmur, yang hampir memonopoli pusatperda gangan antara
Lautan India dan Lautan Tengah. Mekah di zaman Nabi merupakan satu
“kota-negara” atau city state seperti yang terdapat di zaman Yunani purbakala,
kota-negara Athena misalnya.
Ada pula yang mengatakan, Mekah di
waktu itu suatu “commercial republic” atau “republik yang hidup dari
perniagaan”. Di sam ping itu Mekah juga merupakan pusat keagamaan yang dibangunkan
se kitar Ka’ba. Ia menarik banyak jemaah, yang berdatangan memuja ber
hala-berhala yang terdapat dalam Ka’ba di masa itu.”
… Mekah di masa itu tidak
terkebelakang adanya. Pemimpinya dan penguasanya orang-orang yang pandai
memerintah, berpe-ngalaman dalam kontak dengan lain-lain bangsa seperti dengan
Rumawi, Persia, dan lain-lain.”
Para ahli sejarah umumnya mengakui
bahwa di Makkah pada waktu itu (sudah) ada semacam lembaga permusyawarahan yang
disebut Darun-Nadwah. Di situ dirundingkan segala urusan yang menyangkut
kepentingan umum. Mungkin dari lembaga inilah lahir sepuluh orang yang disebut
syarïf, yang masing-masing memegang jabatan penting dalam negara-kota tersebut.
Dalam buku Api Islam karangan Syed Ameer Ali jabatan yang mereka pegang itu
disebutkan secara rinci:
1. Hijabah, penjaga kunci-kunci
Ka’bah, suatu jabatan keagamaan yang penting. Pertama dipegang oleh
keluarga Abdud-Dar. Ketika warga Makah masuk Islam jabatan ini di-pegang
oleh Usman, putra Talhah.
2. Sikayah, pengawas mata
air Zamzam. Semula dipegang keluarga Hasyim, dan pada waktu
Mekah ditaklukkan dipegang Abbas, paman Rasulullah.
3. Diyat, hakim sipil
dan kriminal, yang lama dipegang oleh keluarga Taim bin Murrah, dan pada
waktu Mekah ditaklukkan dipegang oleh Abdullah bin Kuhafah alias Abu
Bakar.
4. Sifarah, duta,
yaitu jabatan yang dipegang oleh kuasa usaha negara, yang
berkuasa membicarakan dan menyelesaikan perselisi han antar kabilah maupun
sesama suku Quraisy, juga perselisihan dengan orang asing. Jabatan ini pernah
dipegang Umar.
5. Liwa, pemegang
panji (bendera) kebangsaan, alias kepala seluruh angkatan bersenjata.
Pemegangnya waktu itu keluarga Umayyah, yaitu Abu Sufyan bin Harb.
6. Rifadah, pengurus
pajak untuk orang miskin, musafir, penziarah, dsb. Pernah dipegang
Abdul-Muthalib, kemudian Abu Thalib, dan setelah dia jatuh ke tangan keluarga
Naufal, putra Abdul-Manaf, dan di masa Rasulullah dipegang Harits, putra Amar.
7. Nadwah, ketua
dewan nasional, yaitu penasihat pertama Negara, yang menginstruksikan
semua pekerjaan umum. Pada masa Rasulul lah jabatan ini dipegang Aswad,
dari keluarga Abdul-Uzza, putra Kussai.
8. Khaimmah, pengurus
balai musyawarah, yang berhak memanggil para pejabat untuk bermusyawarah,
memerintahkan tentara untuk siaga perang. Jabatan ini pernah dipegang
Khalid bin Walid dari keluarga Yakhzum putra Marra.
9. Khazina,
administratur keuangan negara. Dipegang oleh keluarga Hasan bin Kaab yaitu
Harits bin Qais.
10. Azlam, (jamak
dari zalam), penjaga panah peramal (undian) untuk
mengetahui pendapat para dewa/dewi. Pejabatnya adalah Safwan, saudara
Abu Sufyan.
Selain dari yang tersebut itu, anggota yang tertua
mempunyai pengaruh terbesar, dan gelarnya adalah Ra’is atau Sayyid. Abbas paman
Rasulullah pernah mendapatkan kedudukan ini.
Muhammad bin Abdullah memang tidak tercatat sebagai salah
seorang dari kesepuluh Syarif itu, mungkin karena waktu itu usia nya masih
sangat muda. Tapi bila mengingat nama baiknya, kemung kinan itu niscaya sangat
terbuka baginya. Bukankah ketika para pembesar Quraisy mulai dipusingkan oleh
kegiatan da’wahMuhammad mereka juga menawarkan jabatan raja kepadanya?
Tawaran dari para elit Quraisy itu diusulkan dan kemudian
diajukan sendiri oleh ‘Utbah bin Rabi’ah:
“Kalau kau mau uang, kami akan kumpulkan kekayaan supaya
kau menjadi yang palingkaya di antara kami. Kalau menghendaki kekuasaan, kami
akan angkat kau sebagai ketua suku, sehingga tak akan ada yang diputuskan tanpa
ikut sertanya kau. Kalau mau kekuasaan, kami akan angkat kau men jadi raja. …”
Namun bila peristiwa ini dicatat dengan penuh gairah oleh
para ahli sejarah, ada peristiwa lain yang tak kalah penting yang justru mereka
abaikan. Misalnya keterlibatan Muhammad dalam organisasi yang bernama
Hilful-fudhul. Ini dikatakan Fuad Hashem sebagai koalisi, dan Barakat Muhammad
menyebutnyaconfederation.
Menurut Fuah Hashem
hilful-fudhul lahir karena ulah ‘Ash bin Wail (ayah panglima perang dan
politisi ‘Amr bin ‘Ash) yang tidak mau membayar utang seorang Yaman. Tapi
Haekal mengungkapkan bahwa pe nyebabnya adalah Perang Fijar.
Sesudah Perang Fijar Quraisy merasakan sekali bencana yang
menimpa mereka dan menimpa Mekah seluruhnya, yang disebabkan oleh perpecahan,
sesudah Hasyim dan ‘Abdu’l-Muttalib wafat, dan masing -masing pihak berkeras
mau jadi yang berkuasa.
Kalau tadinya orang -orang Arab itu menjauhi, sekarang
mereka berebut mau berkuasa. Atas anjuran Zubair bin ‘Abd’l-Muttalib di rumah
Abdullah bin Jud’an diadakan pertemuan dengan mengadakan jamuan makan,dihadiri
oleh keluarga-keluarga Hasyim, Zuhra dan Taym. Mereka sepakat dan ber janji
atas nama Tuhan Maha Pembalas, bahwa Tuhan akan berada di pihak yang teraniaya
sampai orang itu tertolong.
Muhammad menghadiri pertemuan itu yang oleh mereka disebut
Hilf’l-Fudzul. …
Kata Haekal pula, sejarah tidak tidak memberikan kepastian
mengenai umur Muhammad pada waktu Perang Fijar itu terjadi. Ada yang mengatakan
umurnya limabelas tahun, ada juga yang mengatakan duapuluh tahun. Mungkin sebab
perbedaan ini karena perang tersebut berlangsung selama empat tahun (tapi dalam
setahun cuma bebe rapa hari). Pada tahun permulaan ia berumur limabelas tahun
dan pada tahun berakhirnya perang itu ia sudah memasuki umur duapuluh tahun.
Tapi yang perlu diperhatikan disini adalah kehadiran
Muhammad dalam pertemuan di rumah Abdullah bin Jud’an itu. Mengapa dia bisa
ada di situ, dalam usia semuda itu, ditengah pertemuan para tokoh itu?
Bila mengingat uraian Haekal yang menyebutkan betapa
pentingnya peran Abdul Muthalib dalam mempersatukan bangsa Arab, bisa jadi
Muhammad dihadirkan dalam pertemuan itu karena ia cucu Abdul Muthalib. Tapi
alasan ini kurang bisa diterima; karena pertemuan itu diadakan sehubungan
dengan persoalan besar yang mereka hadapi. Alasan yang paling logis untuk
mengundang seseorang dalam pertemuan tersebut adalah pertimbangan bahwa orang
itu akan dapat memberikan sumbangan positif, baik karena pengaruhnya dalam ma
syarakat maupun karena hal-hal lain, misalnya kecerdasannya.
Para ahli sejarah sepakat menyebut Muhammad sebagai orang
yangcerdas, jujur, dan bijaksana. Bila statusnya sebagai cucu Abdul Muthalib
dan keponakan Abu Thalib yang juga berpengaruh, dipadukan dengan ketiga hal
tersebut, maka jelas kehadirannya da lam per-temuan itu bukan semata-mata
karena alasan berbau nepotis me, tapi karena kebutuhan yang nyata. Pendek kata,
Muhammad hadir dalam pertemuan itu karena mereka menganggap ia bisa berperan
banyak dalam Hilful-Fudhul ter-sebut. Bisa jadi nama Muhammad menja di
ter-kenal karena perannya dalam organisasi ini.
Bukan mustahil pula bila dalam organisasi ini Muhammad
dipercaya memegang kedu dukan sebagai sekretaris. Sekretaris dalam bahasa Arab
adalah al -amïn!
Selain itu, benarkah Muhammad tidak pernah mempunyai salah
satu jabatan dalam sistem pemerintahan di Makkah? Bila Abu Bakar sendiri pernah
memegang jabatan hakim sipil dan kriminal (diyat), apakah Muhammad tak pernah
menduduki salah satu jabatan (yang mungkin tidak termasuk “sepuluh besar”
tersebut)?
Haekal menyebut bahwa Abu Bakar bin Abi Quhafah dari
kabilah Taim adalah teman akrab Muhammad. Ia senang sekali kepadanya, karena
sudah diketahuinya benar ia sebagai orang bersih, jujur dan dapat dipercaya.
Dari mana, atau dengan cara apa, Abu Bakar mengetahui
sifat-sifat Muhammad itu? Bila dikatakan sahabat akrab, apakah mereka itu teman
bermain, berdagang, atau justru ‘teman sekantor’?
Ini (bahwa Muhammad seorang sekretaris) memang baru asumsi;
yang tentu sangat mengecewakan mere ka yang kadung menobatkan Muhammad sebagai
orang buta huruf.
Tapi bila asumsi ini benar, maka penobatan Muhammad sebagai
orang buta huruf itu adalah sebuah lelucon, atau malahpenghinaan. Atau mungkin
hanya sekadar penilaian yang tidak semestinya (underesti mate).
Bukankah orang-orang
Quraisy itu para sastrawan hebat, yangpunya tradisi menggantung syair-syair
mereka pada dinding Ka’bah?
BukankahMuhammad itu cucu Abdul Muthalib yang sangat
terhormat?
Konon ketika Abdul Muthalib melakukan undian untuk
memastikan siapa di antara anak-anaknya yangharus dikorbankan untuk dewanya, ia
menyuruh kesepuluh anaknya untuk menulis nama masing-masing.
Bila anak-anaknya
tidak buta huruf, apakah ia akan mebiarkan cucu kesayangannya buta huruf?
Dalam masalah ini kebanyakan ahli sejarah memang bersikap
kurang logis, atau malah sengaja menggunakan logika lain, sehingga penggambaran
yang mereka lakukan sering saling bertentangan (kontra-diktif), terutama karena
mereka cenderung ingin menonjolkan hal-hal yang berbau mu’jizat dan mistik.
Atau mereka justru
cuma menjadi kor-ban propaganda Yahudi, yang memang mengaku berjasa dalam
membudayaan bangsa Arab.
Jadi, masalah besar yang dihadapi bangsa Arab dan khususnya
Muhammad secara pribadi adalah masalah ‘kesatuan’ (integri tas) mereka sebagai
bangsa, yang ternyata tidak bersatu.
Atau kalau menggunakan istilah Al-Quran, ditengah mereka
tidak ada rasa persaudaraan (ukhuwwah).
Tentu karena tidak adanya faktor dominan (pengaruh kuat)
yang mengarahkan mereka ke sana. Lahirnya Hilful- Fudhul hanyalah sebuah
isyarat bahwa keinginan untuk bersatu itu sebenarnya memang ada; karena mereka
sadar bahwa memelihara per musuhan hanyalah menimbulkan bencana. Namun agaknya
‘organisasi’ ini tidak dapat memenuhi harapan mereka. Mengapa?
Barakat Ahmad, dengan merujuk tulisan W. Robertson Smith
dan Encycloaedia of Islam, memberikan gambaran:
… Hilf is a compact between quite separate tribes, general
in scope, made for the object of establishing a permanent state of peace
between the tribes.
It did not diminish their autonomy, but united them for
purposes of com-mon defence, for mutual payment of settlements to third
parties, for venge-ance, and for the common use of pasturage.
....Hilf adalah
suatu perpaduan antara suku-suku yang sangat terpisah, yang secara umum
memiliki ruang lingkup, yang dibuat untuk tujuan membangun keadaan perdamaian
permanen antara suku-suku.
Itu tidak mengurangi otonomi mereka, tetapi
mempersatukan mereka untuk tujuan pertahanan bersama, untuk pembayaran bersama
atas penyelesaian kepada pihak ketiga, untuk pembalasan dendam, dan untuk
penggunaan umum padang rumput.
Hilf adalah sebuah kesepakatan yang secara umum mencakup
suku-suku yang sangat berpencaran, yang dibuat demi menegakkan situasi damai di
antara para suku itu.
Kesepakatan tersebut tidak menghilangkan kemandi-rian
(otonomi) mereka, tapi menyatukan mereka dalam kepen tingan pertahanan keamanan
bersama, pembayaran denda (utang) bersa ma kepada pihak-pihak ketiga,
pembalasan bersama (bila mereka dise rang pihak-pihak yang tidak ikut dalam
kesepakatan), dan kesepaka tan untuk memanfaatkan padang rumput demi kepentingan
bersama.
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Hilful-Fudhul dibentuk
semata-mata karena pertimbangan yang sangat pragmatis, yang tetap mengekalkan
benih-benih perpecahan di dalam. Mereka mungkin kompak menghadapi musuh bersama
dari luar yang biasanya jarang muncul
tapi di dalam ‘rumahtangga’ mereka sendiri sikap saling sikut dan saling
jegal tetap dipertahankan.
Dengan kata lain, mereka hanya damai di permukaan.
Itulah agaknya hasil maksimal dari Hilful-Fudhul.
Lalu apa yang terjadi dengan Muhammad bin Abdullah? Ahmad
Syafii Maarif mengatakan bahwa sebelum diangkat menjadi rasul. Muhammad
bertahun-tahun lebih dulu terlibat dalam pemikiran dan kontemplasi yang
mendalam dan kadang-kadang sangat menegang-kan dalam membaca masyarakat
komersial kota Makkah yang zhalim itu.
Menurutnya, ada tiga fenomena
sosiologis-religius yangdisimpul kan Muhammad dari data sosial yang dibacanya
selama bertahun -tahun itu. Pertama, politeisme yang merajalela di mana-mana.
Kedua, kesenjangan sosio-ekonomi yang parah antara yang punya dan tidak punya.
Ketiga, tidak adanya rasa tanggung-jawab terhadap nasib manusia secara
keseluruhan.
Penyebutan Muhammad sebagai orang yang berkontemplasi (mela
kukan perenungan mendalam) selama bertahun-tahun, sebelum menjadi rasul, adalah
gambaran sebagian dari kenyataan sikap Muhammad pada waktu itu.
Setelah melihat
keterlibatannya dalam Perang Fijar (meski bukan sebagai tentara), dan kemudian
‘kehadirannya’ dalam Hilful-Fudhul, gambaran yang diberikan Ahmad Syafii Maarif
itu terasa menjadi pincang.
Soalnya, Muhammad bukan hanya seorang perenung (man of
thinking/feeling), tapi seorang pemikir, perasa, dan tak mau tinggal diam.
Dengan kata lain, ia tidak hanya priha tin atas keadaan
bangsanya, tapi juga giat mengerahkan segala daya yang dimilikinya untuk ikut
memecahkan masalah yang dihadapi bangsanya (man of thinking and action).
Inilah, agaknya, alasan yang sangat logis yang memastikan kehadirannya
dalampertemuan para tokoh Quraisy di rumah Abdulah bin Jud’an tersebut.
Bukan mustahil bila Hilful-Fudhul adalah ‘kendaraan’
Muhammad untuk menapaki jenjang popularitas ditengah masyarakat Arab di kota
Makkah, meski menjadi populer bukanlah tujuannya. Organisasi inilah yang
membuatnya terkenal sebagai “Al-Amin”.
Karena itu tidak mengherankan bila ia mempunyai kemampuan
untuk menghimpun massa di satu tempat, seperti digambarkan para ahli sejarah
ketika ia pertama kali mengabarkan bahwa ia baru menerima wahyu.
Jelasnya,
seorang “bocah ingusan” yang lugu dan tak punya peran apa pun dalam masyarakat,
tidak mungkin dapat berbuat demikian!
Selanjutnya, Muhammad sang pemikir yang tak betah diam
melihat kezhaliman itu, agaknya merasa bahwa Hilful-Fudhul hanyalah kendaraan
butut, yang tak mampu membawa bangsanya sampai pada tujuan yang mereka idamkan.
Yaitu persatuan dan perdamaian.
Kegagalan Hilful-Fudhul menyatukan dan mendamaikan bangsa
Arab (setelah Muhammad sendiri berkiprah di dalamnya selama sekitar 20 tahun!)
adalah penentuan (turning-point) yang mendorong Muhammad berubah sikap, dari
“manusia yang giat dalam urusan kemasyarakatan” menjadi “manusia yang
kontemplatif” (suka merenung, mengucilkan diri), karena ia tidak tahu lagi apa
yang harus dilakukan untuk memecahkan permasalahan bangsanya.
Inilah yang
mendorongnya untuk sering ‘bert apa’ di Goa Hira. Kasarnya, ia pergi ke Goa
Hira karena sudah ke habisan ide dan frustrasi!
Inilah gambaran psikologis Muhammad. Manusia idealis yang
terbelit masalah pelik dan rindu penyelesaian.
Allah menolongnya dengan menurunkan Al-Quran, yang harus
dikajinya secara tartil. (Periksa tulisan tentang surat Al-Muzzammil).
Ajaran Dan Sejarah Islam Untuk Anda, hal.163-164, cet.
Kedua, Pustaka Jaya, Jakarta 1979.
[2] Sirah Muhammad Rasulullah/Suatu Penafsiran Baru, H. Fuad
Hashem, hal. 152, cet. pertama, Mizan, 1989.
[3] Muhammad and The Jews, hal. 23, New Delhi, 1979.
[4] Sejarah Hidup Muhammad, hal.67, cet. ketiga, Dunia
Pustaka Jaya, Jakarta,
1979.
[5] Sejarah Hidup Muhammad, hal. 66.
[6] Sejarah Hidup Muhammad, hal. 100.
[7] Masalah ini telah diungkap agak panjang -lebar dalam
kajian tentang surat Al-’Alaq, yang tentu juga erat kaitannya dengan surat
Al-Muzzammil.
[8] God, Jews And History, hal. 188, Max I. Dimont, New
York, 1962.
[9] Muhammad and The Jews, hal. 32.
[10] Al-Qur’an, Realitas Sosial Dan Limbo Sejarah (Sebuah
Refleksi), hal. 103, Penerbit Pustaka, Bandung, 1985