Menteri Jangan Buat Gaduh Di Ruang Publik
Emrus Sihombing Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner
Dua
menteri Kabinet Indonesia Maju silang pendapat di ruang publik
sebagaimana dimuat di berbagai media. Kedua menteri itu, Sri Mulyani,
Menteri Keuangan serta Abdul Halim Iskandar, Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Sri
Mulyani menyebut ada dana desa sempat mengalir ke desa yang tak
berpenduduk. Di ruang publik disebut sebagai desa fiktif atau "desa
hantu".
Sebagai menteri yang
bertanggungjawab pembangunan di desa yaitu Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar
membantah keras pernyataan Sri Mulyani tersebut.
Abdul Halim Iskandar mengaku sudah melakukan penelusuran dan tak menemukan desa fiktif sebagai mana disebut Sri Mulyani.
Dua
pandangan yang sangat berseberangan ini sejatinya diungkapkan dan
dibahas tuntas dalam rapat internal kabinet. Bisa di rapat kabinet
paripurna yang dipimpin presiden. Bisa rapat kabinet terbatas yang
dipimpin wakil presiden. Atau. bisa juga dalam rapat kabinet khusus
yang dipimpin oleh Menko yang terkait.
Di
dalam rapat kabinet inilah mereka berdua adu fakta, data, bukti,
landasan hukum yang terkait, argumentasi dan bila diperlukan saling
mengemukakan dalil untuk membuat kesepakatan dan atau keputusan sebagai
landasan kedua menteri tersebut dalam berwacana di ruang publik tentang
keberadaan desa yang sedang mereka "ributkan" itu. Sebab, mereka berdua
dalam satu "perahu" yang sama, Kabinet Indonesua Maju.
Namun persoalan sudah berbeda. Mereka berdua sudah "terlanjur" saling berseberangan tentang objek yang sama di ruang publik.
Perbedaan
pandangan ini harus mereka pertanggungjawabkan ke publik. Jika dua
pandangan yang berbeda tersebut ada kecocokan fakta, data dan bukti,
hanya yang berbeda dari sudut pandang saja, ini lebih mudah melakukan
klarifikasi di ruang publik.
Lain
halnya bila ditemukan ada perbedaan data, fakta dan bukti yang sangat
signifikan, maka perlu dilakukan uji validitas secara menyeluruh
terhadap sajian lontaran pernyataan dari dua menteri tersebut.
Jika
hasilnya ditemukan bahwa fakta, data dan bukti yang bersumber dari dua
menteri tersebut tidak valid, sejatinya kedua menteri tersebut harus
minta maaf kepada publik sembari mengatakan tidak mengulang hal yang
sama lagi ke depan. Atau bisa saja mundur.
Jika
hasilnya ditemukan bahwa fakta, data dan bukti yang bersumber dari
salah satu menteri tersebut benar-benar tidak valid, alangkah satrianya
menteri yang bersangkutan mengundurkan diri dari Kabinet Indonesia Maju,
supaya tidak menjadi beban presiden di mata publik.
Sebagai rujukan saja, pernah seorang menteri di Jepang harus turun dari jabatan karena salah ucapan.