Dituduh Pelaku Karhutla Dan Polisi Asal Main Ciduk, Pendeta Mendekam di Tahanan
The Jambi Times, BENGKALIS | Sungguh
tragis peristiwa yang menimpa Gideon Master Manurung. Pria yang
merupakan Pendeta di Gereja Tuhan Di Indonesia (GTDI) Bukit Sion Duri
Riau, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis ini salah tangkap.
Polisi
menangkapnya bersama sejumlah warga lainnya, yang tidak mengetahui
persoalan apa yang dituduhkan kepada mereka. Penangkapan berlangsung
pada Sabtu, 21 September 2019, di perkampungan penduduk, di Kawasan
Desang Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi.
Lidya
Manurung, putrinya Gideon Master Manurung, hanya bisa terisak saat
mengetahui penangkapan ayahnya. Tidak ada yang mengetahui, tidak ada
yang menolong. Sebab, Gideon Master Manurung tidak melakukan tuduhan
yang dilontarkan aparat kepolisian.
Lidya
Manurung menceritakan, Gideon Master Manurung, kelahiran Porsea, Tobasa,
20 Oktober 1954. Bersama isteri dan keluarga, tinggal di Jalan Karya
Bakti Nomor 14, RT 02 RW 10, Air Jamban, Mandau, Kabupaten Bengkalis.
Gideon
Master Manurung, seorang Gembala Jemaat atau Pendeta di Gereja Tuhan Di
Indonesia (GTDI) Bukit Sion Duri Riau, Kecamatan Mandau, Kabupaten
Bengkalis.
Awalnya, diungkapkan Lidya Manurung,
Gideon Master Manurung hanya sedang berkunjung ke sebidang tanah yang
dibeli secara cicil di daerah Batanghari itu.
“Hari
Sabtu tanggal 21 September 2019, sekitar pukul 3 sore, Bapakku yang
baru tiba di pondok, di tanah yang dibelinya dari seseorang bernama SK
Nadeak itu, sedang istirahat. Sedang tidur-tiduran. Kelelahan di
perjalanan,” tutur Lidya Manurung, Senin (07/10/2019).
Tiba-tiba,
ramai suara orang di luar pondok. Pintu pondok diketuk-ketuk lalu
digedor-gedor. Gideon Master Manurung membuka pintu. “Pas buka pintu,
Bapakku langsung disuruh keluar. Dipaksa keluar dan dimintai KTP.
Bapakku dikumpulkan bersama beberapa pria lainnya di warung. Dan
kemudian diangkut dengan mobil Polisi,” ungkap Lidya.
Enam
bulan lalu, tepatnya di Bulan Maret 2019, Gideon Master Manurung masih
di Duri, Riau. Pulang ke rumah isteri dan keluarganya. Dikarenakan
kondisi isterinya sedang sakit. “Jadi selama enam bulan ini, Bapakku ada
di Duri. Menjaga dan merawat Ibu yang sedang sakit,” imbuh Lidya
Manurung.
Setelah isterinya mulai pulih, Gideon
Master Manurung pun berangkat ke Jambi. Setibanya di Jambi, wilayah itu
sedang diserang kabut asap tebal, yang menyelimuti hampir semua wilayah
Jambi.
Setibanya di pondok di lahan yang
dibelinya dari SK Nadeak, Gideon Master Manurung beristirahat. Tidak
pergi ke lahan. Kondisi cuaca yang berkabut asap tebal, tidak
memungkinkan juga untuk bepergian ke lahan. Selain masih lelah dalam
perjalanan, Gideon memilih beristirahat di pondoknya.
“Bapak
tidak pergi ke lahan. Karena asap tebal. Dan banyak helikopter yang
berpatroli di udara kok. Jadi, bapak hanya keluar di sekitar pondok.
Untuk menyiram tanaman cabai, sayur, dan persiapan menanam padi.
Begitulah kesehariannya selama di pondok itu,” jelas Lidya Manurung.
Tanah
yang diolahnya untuk berkebun dan mendirikan pondok itu seluas 12
hektar. Dibeli dari SK nadeak dengan cara mencicil. Gideon Master
Manurung sudah membayar cicilan sebesar Rp 9 juta. Masih ada sisa
cicilan sebesar Rp 3 juta.
“Bapak tidak pernah
tahu sebelumnya kalau tanah yang dibelinya itu adalah tanah milik sebuah
perusahaan. Milik PT REKI. SK Nadeak menawarkan ke Bapak, dan dibilang
tidak ada masalah, tidak dalam sengketa, dan itu miliknya, bukan milik
perusahaan,” tegasnya.
Singkat cerita, Lidya
melanjutkan, Gideon Master Manurung membersihkan lahan yang dibelinya
dari SK Nadeak itu, dan menanaminya dengan sayur mayor, cabai dan benih
padi. Gideon juga membuatkan pondok di tanah itu.
“Kayu-kayu
yang tertebang di lahan itu tidak pernah dibakar Bapak. Kayu-kayu itu
malah dipilih sebagian, dipotong untuk papan membuat pondok. Untuk
dingding pondok tempat tinggal. Sebagian dimanfaatkan sebagai kayu bakar
untuk memasak,” terang Lidya.
Sebenarnya, diungkapkan Lidya Manurung, Bapakknya membeli lahan di sekitar wilayah itu, karena ditawarkan SK Nadeak.
Kemudian,
Gideon Master Manurung yang seorang pendeta, memiliki mimpi kecil,
suatu saat nanti akan membuat panti asuhan dan panti jompo di lahan itu.
Juga membuat yayasan, dan sekolah. Untuk menuju ke sana, Gideon membeli
tanah, mencoba mengolahnya, rencananya juga akan ditanami sawit. Agar
memiliki penghasilan mewujudkan impiannya itu.
“Itu sebetulnya visi dan mimpi Bapak, sehingga tertarik membeli lahan itu di Jambi,” ujar Lidya Manurung.
Sejak penangkapan Gideon Master Manurung, sudah mencapai 18 hari mendekam di tahanan Polres Batanghari.
Setelah
penangkapan itu, sejumlah pondok dijarah oleh warga setempat. Atau
orang-orang yang tidak tahu dari mana asal muasalnya. Termasuk pondok
milik Gideon Master Manurung, tidak luput dari penjarahan.
Sejak
diangkut ke kantor Polisi, lanjut Lidya, Bapaknya tidak membawa telepon
selularnya. Tertinggal di pondok. Kemudian, ada nomor telepon yang
menghubungi HP Lidya, mengaku penyidik dari Polres Batanghari. Nomor
yang menghubunginya adalah 081367787945.
“Mengaku polisi dari Polres Batanghari. Namanya Siringo-ringo. Mungkin Bapakku minta dia menghubungi ke nomorku,” tutur Lidya.
Lidya
mengatakan, Bapaknya tidak bersalah. Awalnya dituduh sebagai salah
seorang pelaku Pembakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Kemudian,
belakangan dituduh lagi sebagai perampas lahan milik PT REKI. Kini,
masih ditahan di Polres Batanghari. Tidak tahu proses hukum seperti apa
yang dijalani.
“Aku tidak punya teman yang
mengerti hukum. Tidak kenal orang-orang di Polres. Tidak mengerti lagi
bagaimana menolong Bapakku yang dituduh pembakar lahan dan merampas
lahan perusahaan. Bapakku di balik jeruji besi. Sementara, tidak
didapati kesalahan membakar hutan yang juga katanya lahan milik PT REKI.
Tolong, belalah perkara Bapakku,” pinta Lidya Manurung.JON
Tangkap Warga Yang Diduga Pelaku Karhutla, Polisi Tetapkan 18 Tersangka
Polisi telah menetapkan 18 tersangka pembakaran hutan di Areal Konsesi PT REKI, di Kabupaten Batanghari.
Para
tersangka yakni, Saringok Pasaribu, Gideon Master Manurung, Marjohan
Butar Butar, Burhanudin Nainggolan, Ruben Nainggolan, Seri Susanto
Tumanggor, Gilbert Pandiangan, Donalianto Nainggolan, Jimar Tampubolon,
Erwin Nainggolan, Wilker Situmorang, Parsaoran Sitinjak, Binter
Manullang, Putra Sihotang, Ramli Situmorang, Sahat Bul Nainggolan, RJ
Sampurna Marbun dan Andre Marbun.
Awalnya, pada
Sabtu, (21/9/2019) lalu, ada 22 orang yang diamankan dari areal konsesi
PT REKI di kawasan Desa Bungku, Kecamatan Bajubang.
Kapolres
Batanghari, AKBP Mohamad Santoso mengatakan, pihaknya sudah menetapkan
sebanyak 18 tersangka. Masih terus dikembangkan.
Menurut
Kapolres, penangkapan para tersangka berdasarkan laporan bahwa ada
aktivitas perambahan dan pembakaran hutan dan lahan di wilayah tersebut.
Dan, pada Sabtu 21 September 2019, pihaknya menuju lokasi. Di sana
didapati kelompok Nadeak CS.
“Di sana sudah
seperti perkampungan. Ada sekitar 40 hingga 50 pondok yang didirikan di
sana. Ada anak dan istri mereka juga,” ujar Santoso.
Menurut Santoso, saat di lokasi pihaknya juga mendapati titik api yang masih menyala dan batang kayu yang sudah menjadi arang.
“Di
sana kita sampaikan kepada mereka bahwa kegiatan pembakaran yang mereka
lakukan itu mengganggu dan kita amankan kelompok yang ada saat itu juga
berikut alat bukti,” ujarnya.JON
PT REKI Tak Tahu Ada Jual Beli Lahan
Dugaan
jual beli lahan perusahaan di areal konsensi PT REKI ditanggapi Manager
PT REKI, Adam, saat berada di Mapolres Batanghari.
Dugaan
jual beli lahan perusahaan yang terjadi di Areal Konsesi PT REKI yang
menjerat belasan tersangka dari luar Provinsi Jambi diakui Adam.
Pihaknya tak bisa memastikan bahwa para tersangka tersebut ada kaitannya
dengan jual beli lahan perusahaan dari REKI.
“Kami
tidak punya bukti kuat kalau itu adalah jual beli lahan. Yang jelas,
ada yang menduduki dan membuka lahan perusahaan sampai awal tahun 2019
lalu,” ujar Adam.
Indikasi jual beli lahan
tersebut, kata Adam, sudah ditemukan sejak 2016 silam. Saat itu, katanya
lagi, sempat didapati banyak bukti kuitansi jual beli lahan milik
perusahaan di sekitar lokasi.
“Ada banyak
kuitansi saat itu yang beredar. Memang waktu itu prosesnya belum
berakhir. Sebenarnya sudah pernah kami laporkan ke Polda Jambi pada 2017
lalu,” ujarnya.
Menurut Adam, sebelumnya PT
REKI sudah memberikan peringatan secara baik kepada kelompok Nadeak Cs
untuk keluar lokasi, namun tidak ditanggapi.
“Dan,
upaya seperti ini sejak 2015 sudah kita lakukan kepada kelompok di sana
agar bermitra dengan perusahaan. Tapi, upaya itu ditolak oleh mayoritas
dari kelompok ini,” bilang Adam.
Dia menambahkan, pihaknya belum mempunyai angka persis terkait lahan perusahaan yang telah dirambah kelompok tersebut.
