News Breaking
Live
wb_hadi

Breaking News

"Ada 3 Kejanggalan dalam Kasus Akil Mochtar"

"Ada 3 Kejanggalan dalam Kasus Akil Mochtar"


(Ilustrasi)
The Jambi Times - Jakarta - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi melihat ada tiga kejanggalan dalam kasus yang menerpa Mahkamah Konstitusi, terutama terkait tertangkapnya Akil Mochtar.

“Ada tiga 'keajaiban' yang terjadi dalam kemelut MK serta hubungannya dengan penangkapan oleh KPK terhadap Akil Mochtar,” kata Hasyim Muzadi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/10/2013).

Kejanggalan pertama, menurutnya, soal keberadaan narkoba di kantor Akil yang ditemukan setelah dia tertangkap tangan KPK di kediamannya.

“Bagaimana bisa terdapat narkoba di kamar kerja Akil Mochtar, padahal yang bersangkutan tidak mengkonsumsi narkoba? Siapa yag melakukan dan apa maunya?” katanya.

Pengasuh pondok pesantren Al-Hikam Malang dan Depok itu menduga ada pihak yang sengaja memanfaatkan kesempatan tertangkapnya Akil untuk merusak citra MK secara lembaga dan Akil sebagai individu penegak hukum.

“Logikanya, tentu ada fihak yang numpang perkara dalam kemelut ini. Sebenarnya tidak banyak pihak yang punya kemampuan numpang dalam kemelut, karena hal tersebut perlu kelihaian dan kesempatan ekstra. Dan, yang punya kelihaian ekstra seperti ini di negeri pertiwi tidaklah banyak,” ujarnya.

Sayangnya, jelas Hasyim, pihak terkait dengan masalah ini kerap tak serius mengungkap kejanggalan yang terjadi.

“Anehnya lagi untuk hal semacam ini yang berkewajiban mengusut seringkali tidak berselera mengusut, sekalipun didesak masyarakat banyak, dan lama-lama tidak dibicarakan lagi,” sesalnya.

Kejanggalan kedua, tambah Hasyim, Bupati Gunung Mas, Hambit Bintih yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait suap terhadap Akil ternyata dimenangkan oleh MK dalam kasus sengketa pilkada.

“Sekalipun Bupati Gunung Mas tertangkap basah oleh KPK melakukan penyuapan terhadap Akil Mochtar, perkara sengketa pilbub tetap menang disidang MK . Luar biasa,” jelasnya.

Terkait itu, Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS) ini mengatakan, bahwa dalam kasus sengketa Pilkada Gunung Mas, MK sama sekali tak menegakkan hukum yang berkeadilan.

“Benar-benar MK hanya bergerak dalam hukum administratif prosedural dan tidak sampai kepada hukum keadilan. Apakah terjadi kerugian negara atau tidak. Apalagi rata-rata incumbent menang,” tandasnya.

“Jadi seandainya nanti ada daerah lain terjadi kecurangan material atau keuangan negara, namun yuridis administratif prosedural memadai, tetap disahkan oleh MK. Sekalipun misalnya pihak tersebut melakukan suap kesana kemari termasuk ke MK, akan tetap menang. Padahal yang dipakai suap itupun uang negara,” tambahnya.

Dikatakan kiai kelahiran Bangilan, Tuban ini, di dunia olahraga, pemenang perlombaan yang ternyata melakukan doping, diberlakukan diskualifikasi atas kemenangannya.

“Mengapa di dunia hukum tidak? Ketika hukum dilindas kekuasaan, kekuasaan dilindas oleh uang, sesungguhnya negara menuju kehancuran,” katanya.

Terkait itu, Hasyim menyimpulkan, jika MK berdiri sendiri, tanpa bersinergi dengan KPK atau DKPP, BPK dan PPATK, pasti kebobolan keuangan negara tidak terbendung.

“Akan semakin banyak oknum yang mencuri uang negara untuk mencuri suara, dan itu bisa dirapikan secara administratif formal,” paparnya.

Kejanggalan ketiga, lanjut Hasyim, adalah soal sikap Presiden yang berniat menerbitkan Perppu tak lama setelah Akil tertangkap tangan oleh KPK.

“Tumben Presiden buru-buru berinisiatif bikin Perppu. Perpu memang dimungkinkan oleh UUD dalam suasana tertentu,” katanya.

Lebih aneh lagi, tambah Hasyim, MK buru-buru merasa keberatan terhadap sikap Presiden dan berharap ada pihak yang mengajukan yudicial review agar MK bisa membatalkan Perppu tersebut, jika benar-benar lahir.

Kalangan DPR banyak yang keberatan, kecuali Partai Demokrat tentunya. "Kita sebut tumben karena tidak biasanya Presiden bertindak cepat,” pungkasnya.Seperti yang di langsir okezone (trk)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.