Mau Sholat Diterima, Pahami Dulu Rattil dan Tartila
Ditulis oleh: Zainul Abidin
Sejak kita masih kecil, orang tua selalu mengutamakan untuk melaksanakan kita sholat dan sholat.
Ucapan mengingatkan untuk sholat dan sholat terus disuarakan ke telingga kita, baik itu dari orang tua, keluarga, sanak saudara maupun sahabat. Itu adalah tanda bukti pesan dan perhatian yang sangat mendalam.
Terlepas paham atau tidaknya ayat yang dibaca dalam sholat, itu urusan kesekian. Intinya kerjakan sholat, titik.
Terkadang pilu mendengarnya, masih ada juga yang masih meragukan dan mengatakan 'apakah diterima atau tidak ya sholat ku ini atau belum tentu diterima sholat ku ini'.
Memang sholat itu wajib dikerjakan namun kita juga harus berkata jujur terutama kepada diri kita sendiri, bahwa sholat itu sebenarnya tahap pembinaan iman.Setuju, tidak!
Apakah kita mengerti dan memahami maksud arti dari ayat-ayat yang dibaca hingga sampai selesai sholat.
Sholat dan Iman itu sejalan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Sholat erat hubungannya dengan iman.
Jika sholat itu menjauhkan kita dari perbuatan keji dan munkar sedangkan iman itu seiring sekata dari niat, ucapan dan perbuatan .
Terhindarnya dari perbuatan keji dan munkar itu berawal dari niat, ucapan dan perbutan.
Jika antara niat, ucapan dan perbuatan tidak konsisten berarti sholat kita sia-sia. Kalau sudah sia-sia berarti tidak berguna atau tidak diterima. Tapi ada juga yang mengatakan 'yang penting dikerjakan sholat, mau diterima atau tidak itu urusan Allah'.
Padahal ucapan itu tidak ada dalilnya dan kita tahu bahwa sholat itu jelas ada dalilnya.
Tapi kenapa masih banyak yang mengatakan seperti itu, hal ini dikarenakan kita tidak peduli lagi untuk mencari kebenaran. Padahal kebenaran itu ada di Alquran
Tujuan akhir sholat pasti semua sama, jawaban nya yaitu masuk surga.
Sederhananya bahwa bahasa di surga itu adalah bahasa Arab tetapi saya sepakat dari beberapa sumber bahwa bahasa Alquran itu serumpun dengan bahasa Arab karena bahasa Alquran itu adalah bahasa ilahi, bahasa para Nabi. Dan di surga itu PASTI mengunakan bahasa Alquran.
Bagaimana kita mau masuk surga jika kita tidak paham Alquran? Berarti sholat kita secara otomatis gugur dong.
Allah mengatakan dalam Alquran, maka sia sia lah dan tidak ada manfaat sholatnya.
Seperti yang terkandung dalam surat Al-Ma'un, dan disandingkan dengan surat Al Kahfi ayat 103-104:
"Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
Dan dihubungkan dengan surat Al Ankabut ayat 45:
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al-qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain)."
Bagaimana dengan Iman, dalam Hadits Ibnu Majah menjelaskan, “Al Imaanu aqdun bilqolbi wa ikraarun billisaani wa amaalun bil-arqaan” yang artinya:
“Iman ialah tambatan hati yang menggema kedalam seluruh ucapan dan menjelma kedalam segenap laku perbuatan”.
Ada tiga aspek yang harus di ingat yaitu: niat, pikiran atau hati, ucapan dan perbuatan.
Kita kembali ke judul diatas tadi yaitu Rattil dan Tartila. Dalam surat Al Muzzammil di ayat ke 4 disebutkan Rattil dan Tartilla.
Istilah Rattil, sama dengan ‘qira-ah”, ialah studi yang belajar yaitu membentuk pandangan menurut yang dibaca.
Jadi “Rattil” atau “qira-atul qur’an” ialah studi yaitu belajar yakni membentuk pandangan dengan Alquran.
Dilakukan sendiri dengan tekun dan penuh konsentrasi.
Dalam hubungan ini perlu diingatkan bahwa, pengajian pengajian umum, sekolah, ceramah-ceramah, seminar-seminar, direksi, kursus, dsb.
Yaitu mimbar dimana berkumpul sekelompok pendengar dan seorang guru/penceramah/protokol yang menerangkan sesuatu belumlah bisa dikatakan rattil atau qira-ah, yang demikian lebih tepat disebut Persiapan Rattil oleh karena yang demikian ialah sekedar pembentukan dasar-dasar pengertian dan kunci-kunci persoalan yang merupakan kesulitan-kesulitan didalam rattil.
Dalam hubungan ini maka rattil ialah mengulang kembali sendirian dirumah untuk menguasainya.Kadangkala juga disebut mengulang.
Singkatnya rattil ialah pengembalian pandangan berikut kelincahan matan atau bacaannya kepada Alquran.
Mattan Alquran sudah mencapai demikian mantap, oleh karena kesadaran Iman itu turun naik (Hadits : Alquran yaziid wa yanquush), maka rattil ini adalah mutlak untuk membentuk pandangan dengan Alquran.
Bila rattil sudah menghasilkan satu pandangan, sekurang-kurangnya surat Al-Fatihah sebagai satu pandangan umum, maka di-tingkatkan-lah ke sholat.
Tartil" dalam konteks membaca Alquran berarti membaca dengan perlahan, jelas, dan sesuai dengan kaidah tajwid.
Ini melibatkan pelafalan huruf yang benar (makhraj), memperhatikan panjang pendeknya bacaan (tajwid), serta memahami makna ayat yang dibaca.
Jadi, tartil bukan hanya membaca cepat, tapi juga membaca dengan kualitas dan pemahaman.
Beberapa poin penting terkait tartil:
Perlahan: Membaca dengan kecepatan yang memungkinkan untuk merenungkan setiap kata dan ayat.
Fasih: Melafalkan huruf dan kata dengan jelas dan benar sesuai dengan kaidah tajwid.
Memahami makna: Membaca tartil juga melibatkan pemahaman terhadap pesan yang terkandung dalam ayat.
Dengan demikian, tartil adalah cara membaca Alquran yang menekankan pada keindahan, ketelitian, dan pemahaman.
Kita kembali (we're back) ke sejarah dimana Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun dan wafat diusia 63 tahun. Berarti selama 23 tahun itu Beliau menjalankan kenabian nya.
Sejarah mencatat pula pada tahun ke 10 atau ke 13 kenabian nya bahwa Muhammad dapat perintah sholat dan itu diabadikan pada peristiwa Isra Miraj.
Pada tahun pertama hingga kesembilan atau ke tigabelas masa kenabian nya, apa yang dilakukan beliau sebelum ada perintah sholat?
Jawabanya tidak ada yang lain selain Rattil dan Tartila sesuai dengan perintah surat Al Muzzammil.
Proses rattilil-qur'âna tartîlâ inilah yang dilakukan selama 10 atau 13 tahun sebelum diperintahkan untuk sholat dengan cara sembunyi -sembunyi yang dikenal dengan dakwah lalu berlanjut terang-terangan hingga ke titik akhir beliau diwafatkan.
Seharusnya kita juga seperti itu mengikuti proses yang sama, setelah itu baru sholat ditegakan.
Jika sudah tegak tentu penuh isi (ngerti ayat) dan tidak bisa dicap sebagai mengaku-ngaku umat Muhammad pejuang agama, pembela Islam dan sebagainya
Perhatikan surat Al Ma'idah ayat 55:
innamâ waliyyukumullâhu wa rasûluhû walladzîna âmanulladzîna yuqîmûnash-shalâta wa yu'tûnaz-zakâta wa hum râki‘ûn
Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang menegakkan salat dan menunaikan zakat seraya tunduk (kepada Allah).
Andai prosesnya terus berlangsung dari pribadi ke jemaah atau kelompok dan konsisten dengan skala global secara hukum, ekonomi, sosial, budaya seperti tertuang isi dalam Piagam Madinah maka akan menjadi tumbuh subur sesuai harapan Alquran dan itulah yang disebut dengan Islam Kafah seperti yang dikatakan dalam surat Al Baqarah ayat 208:
yâ ayyuhalladzîna âmanudkhulû fis-silmi kâffataw wa lâ tattabi‘û khuthuwâtisy-syaithân, innahû lakum ‘aduwwum mubîn
Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.
Jika ingin sholatnya diterima maka ikutilah proses -proses yang dikerjakan Nabi Muhammad.
Ingat!, cermin dunia dan akhirat itu seperti bayangan diri kita.
Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina adzabannar"
Baik didunia sudah tentu janjinya akan baik diakhirat.
Penulis menyusun sesuai dengan referensi diberbagai kitab dan sumber-sumber informasi lainnya.