Jangan Sebut lagi, Muhammad itu 'buta huruf'
Ditulis oleh: Zainul Abidin
MARI kita gunakan istilah yang kerap kali digunakan oleh orang, istilah ini bersumber dari salah satu stasiun tv swasta dalam program nya yang disebut "melawan lupa".
Sejak kecil, kita sering mendengar perkataan bahwa Nabi Muhammad itu dengan tanda kutip ‘buta huruf’ alias tidak bisa baca tulis, saya mendengar cerita itu dari sesama teman, orang tua bahkan dari para penceramah.
Hinggga saya meranjak dewasa pun, perkataan itu terus di ulang-ulang khususnya pada Hari Peringatan Maulid Nabi maupun Isra Miraj pada tiap-tiap tahun.
Apakah benar dan anda percaya sekelas Nabi yang derajatnya lebih tinggi dari manusia lain di bilang ‘buta huruf’? atau anda termasuk orang yang tidak percaya jika Nabi dibilang ’buta huruf’.
Padahal Nabi Muhammad itu tokoh manusia Pembawa Wahyu Allah yang isinya adalah firman-firman Ilahi, sebagai pembawa risalah dan termasuk yang memiliki pemikiran super dengan IQ nya di atas rata-rata.
Jika kita ketahui bahwa tulis baca itu pokok dasar syarat mutlak untuk memahami berbagai disiplin ilmu.
Selama ini kita hanya bisa anggu-anggu kepala yang bertanda setuju dan menerima dan menelan mentah-mentah label ‘buta huruf’ kepada seorang pembawa rahmat untuk sekalian umat. Parahnya diturunkan dari generasi ke generasi dan juga didongengkan kepada anak, cucu, cicit kita.
Kenapa Nabi Muhammad di bilang ‘buta huruf’, gelar ini sudah melekat sejak nabi masih hidup dan semua itu berawal dari makna "al ummi".
Dari penafsirkan "al ummi" ini terjadi, pro dan kontra antar ulama pada zaman jahiliyah hingga zaman teknologi digital.
Multi tafsir "al ummi" inilah akar masalahnya, karena "al ummi" dengan pelbagai tafsir hingga sebagian cendikia muslim kontemporer tidak terima kata "al ummi" yang melekat kepada Nabi Muhammad yang di artikan 'buta huruf'.
Ada juga makna "al ummi" dalam konteks Nabi Muhammad itu berarti tidak memiliki pengetahuan tentang kitab-kitab sebelumnya (taurat,jabur, injil) yang notabene tidak pernah berguru dengan manusia siapa pun.
Ada juga yang menyebutkan bahwa al ummi ini sebagai metode dalam konteks pendidikan bahwa pengajaran Alquran dan fokus dalam pembelajaran tartil dan tajwid agar belajar Alquran itu lancar dan benar.
Meskipun pada zaman Nabi belum ada yang namanya belajar tajwid atau pun tartil, ilmu nahwu shorof.
Namun sebagian ulama mengatakan telah ada sejak turunnya Alquran meskipun penyebutanya sebagai bagian dari disiplin ulumul quran dan baru muncul beberapa tahun kemudian, para ulama menyimpulkan bahwa tajwid mulai di kenal sejak era Khalifah Usman bin Affan dan mulai terjadi pembukuan Mushaf Utsmani yang di pelopori oleh dua ahli Alqruan yaitu Abu Aswad Al-Duwali dan Al-Khali bin Ahmad Al-Farhidi.
Perkembangan ilmu tartil dan tajwid mulai terjadi pada abad ke 3 hingga 6 hijriah dan dua orang ini hidup di masa Khalifah Ali bin Abi Thalib.Dan itu menurut beberapa sumber informasi.
Namun kita kembali kepada pokok masalah nya yaitu "al ummi" atau an-nabiy al-ummiy yang terus dipersoalkan dari zaman ke zaman yang tak pernah kenal arti khatam.
Secara akademik logis di kalangan kaum orientalis, ada lagi penyebab argumen bahwa Nabi Muhammad tidak bisa baca tulis dan buta huruf yaitu turun nya wahyu dari malaikat Jibril.
Apakah dialog ini benar atau tidak namun jika merujuk kepada surat Al Alaq ayat 1-5 wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad tidak ditemukan adanya dialog antara Malaikat dan Nabi.
Mungkin saja ada di dalam hadist riwayat (HR) Imam Bukhari dan Imam Muslim tetapi hadist tersebut apakah hadist shahih, hasan atau dhaif dan halaman nomor berapa, penulis belum menemukan ulasan konkrit yang di maksud yaitu dialog antara Malaikat dan Muhammad tentang Iqro (bacalah).
Idealnya jika hadist bertentangan atau tidak sejalan dengan Alquran, maka hal itu patut dipertanyakan dan perlu di diskusikan.
Kata ummiy berasal dari kata amma-ya ummu yang secara etimologis mengandung beberapa pengertian seperti, sumber, tempat tinggal, kelompok, dan agama.
Dari arti-arti tersebut, muncul pula arti yang berkaitan dengan arti itu, seperti tujuan, tumpuan, dan keteladanan. Akar kata ummiy adalah umm berarti ibu.
Kata ummiy menurut kebahasaan memiliki beberapa arti diantaranya, tidak bisa menulis.
Kata ini menurut Al-Ashfahani di dalam Mu‟jam-nya, dinisbatkan kepada umat yang tidak mempunyai tradisi menulis. Karena itulah bangsa Arab disebut dengan bangsa ummatan ummiyyah.
Jika disesuaikan dengan konteks pada ayat-ayat dalam Alqur’an, maka kata Ummi pada ayat dalam Alqur’an ditujukan untuk kelompok yang berbeda-beda.
Maka dari itu kata Ummi dalam Alqur’an dimaknai dengan “tidak mengetahui dan tidak mengerti tentang ajaran-ajaran agama tauhid”.
Penafsiran menurut Al-Qasimi bahwa kata ummiyyin pada surah diatas adalah sebagai“kelompok yang tidak memiliki kitab suci”.
Namun, menurut ulama asal Mesir, Maulana Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Rusydi Sayyid Jabr Al-Hasani Hafizhahullah, kata Al-Ummi tidak bisa diartikan sebagai bodoh, tidak bisa baca tulis. Kata 'bodoh' tak pantas disematkan kepada Rasulullah.
Namun, 'nabi tidak melakukan menulis dan membaca.' Ada perbedaan antara 'tidak melakukan' dan 'bodoh' membaca menulis,".
Pemahaman keliru tersebut harus diluruskan. Nabi Muhammad bukan orang bodoh. Beliau hanya tidak melakukan aktivitas menulis dan membaca pada masa itu.
Memang, orang Arab kala itu memiliki budaya menghafal, sehingga tidak menulis dan membaca bukan aib.
Arti 'umiy' bukan berarti bodoh dan bukan berarti tidak tahu.
Di ulangi lagi, dalam bahasa Arab, "Ummi" juga memiliki arti "ibuku". .Makna "Ummi" dalam Alquran adalah kompleks dan memiliki beberapa interpretasi,
Menurut persepsi dan kesimpulan logis berdasarkan tata bahasa atau nahwu shorof, penulis dapat memetik kesimpulan sehingga makna "al ummi" tidak terlepas dari konteks aslinya karena mengunakan metode tafsir alquran bil alquran.
Tafsir quran bil quran atau quran dengan quran bisa disebut tafsir riwayat dan sering juga disebut dengan istilah tafsir naql atau tafsir ma'tsur.
Metode penafsiran jenis ini bisa dengan menafsirkan ayat Alquran dengan ayat Alquran lain yang sesuai.
Menurut Ibnu Katsir tafsir quran dengan quran merupakan tafsir yang paling tinggi nilainya karena sebagian ayat Alqur’an yang majinal (global) maka pada bagian lainya ada uraian yang relatif rinci.
Mari kita simak pilihan makna sebagai alternatif rujukan maksud al ummi itu apa.
Sebagian berpendapat bahwa kata ummi berasal dari kata امّ (ibu), نبأ = berita / informasi.
Pada surat Al Araf ayat 157 ada kata rasulan pada obyek kalimatnya yaitu الامّين رسولا (yang dapat dipercaya adalah Rasul) surat ini sebagai pokok pembahasan sesuai dengan tema kita diatas.
Rasulan itu masdhar dan masdhar itu adalah menujukan suatu kejadian tanpa terikat dengan waktu.
Nabi نبى isim fail yang berfungsi memberitakan/menginformasikan
Pembahasan ini, tentunya mengulas apa itu ‘rosuulan-nabiyyal-ummiyyallazii yang terdapat pada surat Al Araf ayat 157 bahwa rosuulan mengandung banyak arti, salah satunya adalah 'risalah' sedangkan nabiyyal bermakna Pembawa Informasi dan ummiyyal (al ummi) bisa bermakna ilmu, berita.
Jika di susun perkataan tersebut maknanya bisa menjadi kalimat sempurna, yaitu : Pembawa risalah berupa informasi atau berita yang maha dasyat berupa ilmu Allah yaitu Alquran.
Secara tata bahasa makna kalimat diatas ini sebagai kalimat sempurna dan bisa di pertanggung jawabkan secara bahasa karena memiliki komponen yang menduduki fungsi subyek, predikat, obyek dan keterangan. Sebab Alquran itu adalah Bahasa dan ilmu pengetahuan.
Sekian dan Terima Kasih .
Referensi:
1. Rekontekstualisasi Makna 'al ummi' pada diri Nabi (NU online)
2.49 Al-Ummi Dalam Al-Quran Studi Tafsir Tematik (Rumah jurnal Universitas Tribakti Lirboyo Kediri
3. Memahami Ummi sebagai Gelar Istimewa Nabi Muhammad (tafsiralwuran.id)
4. Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam yang Ummi (Buta Huruf)
5.Gelar Ummi Pada Nabi Muhammad SAW Studi (Literasi Kita Indonesia)