PHK Banyak Terjadi, ini Bertanda Apa?
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) cukup marak di dunia usaha dalam setahun terakhir ini. Sederet perusahaan dari berbagai sektor sudah melakukannya. Mulai dari perusahaan baja, manufaktur, telekomunikasi hingga startup yang sudah menjadi unicorn.
detikcom merangkum berbagai perusahaan yang melakukan PHK belakangan ini. Apa saja? simak rangkumannya.
*Indosat*
Perusahaan yang paling baru melakukan PHK adalah PT Indosat Tbk. Perusahaan mengakui melakukan penawaran PHK kepada karyawannya jumlahnya mencapai 677 karyawan.
"Per tanggal 14 Februari 2020 kemarin, dari 677 karyawan yang terdampak, lebih dari 80% telah setuju menerima paket kompensasi ini dan kami juga menjalin kerja sama dengan mitra Managed Service untuk memberi kesempatan bagi mereka agar tetap dapat bekerja di mitra kami tersebut," ujar Director & Chief of Human Resources Irsyad Sahroni dalam rilis resmi yang diterima detikcom, Sabtu, (15/02/2020).
Lebih lanjut, Irsyah berdalih langkah itu diambil Indosat sebagai upaya perubahan organisasi yang dirancang untuk menjadikan bisnis lebih lincah sehingga lebih fokus kepada pelanggan dan lebih dekat dengan kebutuhan pasar.
*Bukalapak*
Bukalapak perusahaan yang sudah menjadi unicorn juga melakukan PHK. Langkah ini dianggap sebagai upaya restrukturisasi di internal perusahaan.
"Sebagai perusahaan dengan jumlah karyawan total 2.500-an, kami menata diri secara terbatas dan selektif untuk bisa mewujudkan visi kami sebagai sustainable e-commerce," sebut juru bicara manajemen Bukalapak.
*NET TV*
Sebelumnya sudah berhembus kabar bahwa PT Net Mediatama akan melakukan PHK. Namun Chief Operating Officer PT Net Mediatama Azuan Syahril memastikan tidak ada rencana PHK massal terhadap karyawan Net TV.
Meskipun pihaknya tak membantah sedang melakukan efisiensi. Manajemen menawarkan karyawannya untuk mengundurkan diri (resign) secara suka rela dengan diberi benefit yang layak.
"Yang ada kita di sini dalam rangka, salah satunya efisiensi segala macam, kita mencoba menawarkan ke karyawan yang berminat mengundurkan diri kita kasih kesempatan dan akan diberikan benefit," kata dia kepada detikFinance, Jumat (9/8/2019).
Dia menjelaskan, saat ini industri televisi memang mengharuskan pihaknya mengambil langkah-langkah efisensi, tapi bukan dengan PHK massal dan sepihak.
*Krakatau Steel*
PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sejumlah karyawannya dalam rangka restrukturisasi. Awalnya PHK diperkirakan mencapai 1.300 orang.
Jumlah itu terdiri dari karyawan organik dan outsourching. PHK disebut sebagai langkah KS untuk restrukturisasi perusahaan. Beberapa pekerja outsourching mulai mengadu ke Disnaker Kota Cilegon.
Mulai 1 Juni 2019, 300 karyawan outsource dirumahkan. Kebijakan itu akan terus berlanjut hingga 1 Juli mendatang dengan merumahkan 800 karyawan. Angka itu dilaporkan belum termasuk karyawan organik di BUMN baja tersebut.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim buka suara merespons kabar tersebut. Silmy menegaskan yang terjadi adalah restrukturisasi, dan hal itu tidak melulu identik dengan PHK. Menurut Silmy produsen baja pelat merah itu tengah menjalankan restrukturisasi untuk perbaikan kinerja. Upaya penyelamatan perusahaan dinilai perlu dilakukan agar roda bisnis berjalan efisien dengan merestrukturisasi utang, organisas dan sumber daya manusia (SDM), dan bisnis.
Akhirnya sebanyak 2.683 karyawan kontrak dari 9 vendor di lingkungan PT Krakatau Steel (KS) setuju untuk diberhentikan. Pihak vendor memberikan kompensasi 2 kali pesangon.
*Halaman selanjutnya PHK di daerah.*
*PHK Massal di Batam*
2.500 orang di Batam, Kepulauan Riau, kehilangan pekerjaan atau mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) karena dua pabrik di sana tutup. Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, Rudi Sakyakirti mengatakan dua pabrik itu ialah PT Foster Electronic Indonesia dan PT Unisem Batam.
"Foster sudah merencanakan penutupan perusahaan setahun lalu. Di sana ada sekitar 1.000 karyawan. Yang banyak adalah karyawan kontrak, yang permanennya tidak sampai 800 orang," kata Rudi mengutip CNBC Indonesia, Selasa (27/8/2019).
Rudy mengatakan, untuk PT Unisem jumlah karyawannya sebanyak 1.505 dengan rincian 1.127 merupakan karyawan permanen dan 358 karyawan kontrak. Rudi bilang, perusahaan, sudah merencanakan untuk menutup usahanya pada akhir September 2019.
"Namun demikian customer tidak mau (PT Unisem tutup) karena ada orderan yang harus diselesaikan. Mereka menemui saya, lalu kemarin di perusahaan disepakati bahwa akhir September nanti akan ada PHK 700 orang, jadi tinggal 800 orang untuk menyelesaikan semua orderan," ucap Rudi.
Menurutnya, pengerjaan pesanan akan diselesaikan selama 6 bulan. Setelah itu, PT Unisem akan menutup total perusahaannya.
*PHK Massal di Surabaya*
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur telah menerima laporan adanya lebih dari 2.000 pekerja di perusahaan rokok yang akan mendapatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada tahun depan.
Kepala Disnakertrans Jatim Himawan Estu Bagijo mengatakan ada pabrik yang akan mem-PHK karyawannya yakni dari pabrik rokok Sigaret Kretek Tangan yang berlokasi di Kletek, Sidoarjo.
"PHK tahun depan banyak, beberapa perusahaan yang alas kaki misalnya. Kemudian di Kletek. Skema-skema itu sudah kita bicarakan dengan pengusaha, kemudian ada penyesuaian dengan pelatihan dan pilihan-pilihan job apa yang dipilih nanti. Kalau mau disebut lebih dari 2.000-an," papar Himawan di Kantor Gubernur Jatim Jalan Pahlawan Surabaya, Rabu (20/11/2019).
*PHK Massal Industri Tekstil*
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dikabarkan melakukan PHK besar-besar. Penyebabnya lantaran maraknya impor produk kain.
Wakil Sekretaris Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat Rizal Tanzil mengatakan, berdasarkan penelusuran timnya di dua pabrik tekstil yang memproduksi kain di Cisirung dan Majalaya Kabupaten Bandung pekan lalu, hasilnya memang cukup miris. Dua pabrik tersebut kini hanya memproduksi dengan kapasitas yang sangat minim.
"Ada yang produksi dengan utilisasi hanya 40% dan 25%, padahal bila normal utilisasi sampai 80% dari kapasitas terpasang," kata Rizal dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (27/9/2019).
Namun pemilik kedua pabrik tersebut tak mau disebutkan identitasnya, mereka hanya mau buka-bukaan soal kondisi bisnisnya yang sedang sakit. Dia mengatakan produksi kain dari dua pabrik tersebut menumpuk di gudang-gudang lantaran tak ada pesanan.
"Testimoni dari manajer pabrik, 'saya sudah kerja 30 tahun lebih, baru tahun ini parah hanya seperempat mesin yang jalan'," ujar Rizal menirukan.
Kata dia, tekanan terhadap dua pabrik tersebut sudah terjadi sejak dua tahun terakhir dan puncaknya adalah jelang tutup tahun 2019.
Awalnya ada pabrik yang punya pekerja mencapai 1.200 orang lalu menyusut tinggal 500 orang saja. Lalu ada pabrik yang awalnya punya pekerja 600 orang kini hanya menyisakan 100 pekerja.
*Utang Pemerintah dan Utang BUMN Mencapai Rp10.600 Triliun !!!*
Mengapa Utang pemerintah dan BUMN harus dihitung sebagai satu kesatuan? Karena memang demikian adanya, keduanya sudah berkumpul menjadi beban negara yang bercampur dalam satu tempat, seperti air dalam mangkuk tempat cuci tangan.
Bagaimana bisa terjadi demikian? Pertama, Karena pemerintah mengambil utang dari (Badan Usaha Milik Negara (BUMN), baik BUMN bank maupun BUMN non-bank dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN). Kedua, BUMN non bank mengambil utang dari bank bank BUMN dan BUMN keuangan non bank yakni BUMN asuransi. Ketiga, BUMN bank mengambil utang dari BUMN keuangan non bank yakni asuransi dan dana pensiun.
*Kacau Di Rezim Jokowi, Hutang Bank BUMN Sangat Besar*
Kesemua utang ini sudah saling bercampur seperti air kotor tempat cuci tangan rame-rame. Sekarang utang pemerintah dan BUMN sudah mencapai Rp10.600 triliun lebih. Jika pemerintah gagal bayar utang, maka semuanya akan berantakan. Jika BUMN bank maupun non bank gagal bayar utang, maka asuransi, pensiun, berantakan. Jika asuransi dan dana pensiun gagal bayar, tau sendiri akibatnya apa.
Mari kita lihat mengapa harus waspada dengan besarnya utang pemerintah dan BUMN sekarang ini?
*Utang BUMN Dianggap Membengkak, Perekonomian Indonesia Bisa Hancur*
Anggota DPR Fadli Zon menilai, utang sejumlah BUMN saat ini jumlahnya sudah cukup mengkhawatirkan.
Mengutip data Bank Indonesia, per September 2019 utang luar negeri swasta tercatat US$198,50 miliar. Posisi ini lebih tinggi dari utang luar negeri pemerintah yang sebesar US$194,36 miliar.
Pada masa Reformasi, fenomena posisi utang luar negeri swasta melampaui utang luar negeri pemerintah telah terjadi sejak tahun 2012.
Meski sempat turun dan melambat pada tahun 2016 dan 2017, pertumbuhan utang luar negeri swasta kembali meningkat sejak pertengahan tahun 2018.
“Jika diperhatikan, utang luar negeri swasta yang melaju sangat cepat adalah milik BUMN,” kata Fadli dalam akun Twitter-nya yang dikutip di Jakarta, Sabtu (14/12).
Menurut data, utang luar negeri BUMN telah melonjak drastis dari sebelumnya US$33,25 miliar pada 2017 menjadi US$45,56 miliar pada 2018. Hingga akhir September 2019, jumlahnya mencapai US$50,76 miliar.
Dari sisi porsi, jumlahnya juga terus meningkat. Pada akhir 2018, porsi utang luar negeri BUMN terhadap total utang swasta adalah sebesar 23,81 persen. Pada Triwulan III 2019, porsinya telah mencapai 25,57 persen.
Dengan kata lain, lebih dari seperempat utang luar negeri swasta merupakan utang BUMN.
Padahal, sebagai pembanding, antara 2014 hingga 2017, porsi utang luar negeri BUMN terhadap total utang swasta masih berada di kisaran 19 hingga 20 persen. Bahkan, pada 2008 porsinya hanya 6,45 persen.
Terkait posisi dan laju peningkatan utang ini, beberapa BUMN, seperti PT Waskita Karya Tbk, PT Garuda Indonesia Tbk, PT Adhi Karya Tbk, PT Kimia Farma Tbk, PT Krakatau Steel Tbk dan PT Indofarma Tbk, mendapat sorotan dalam laporan Moody’s tiga bulan lalu.
Utang PT Waskita Karya, misalnya, naik hampir 10 kali lipat (970 persen) dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Ini kan tidak sehat.
“Soal utang BUMN ini memang perlu mendapat perhatian. Beban utang BUMN, terutama utang luar negeri, bisa menimbulkan risiko bagi perekonomian,” kata Waketum Partai Gerindra ini.
Fadli mengatakan, berkaca dari krisis 1997/1998, utang luar negeri swasta memang menjadi salah satu faktor yang memperburuk kondisi ekonomi.
"Perlu dievaluasi, dalam statistika Bank Indonesia, utang BUMN dicatat sebagai utang swasta" jelas Fadli.
Ia melihat, hal ini tak lepas dalam lima tahun kemarin pengawasan terhadap BUMN memang agak longgar. Padahal BUMN, terutama BUMN karya, dibebani tugas yang banyak sekali oleh pemerintah.
Menurut Fadli, atas nama pembangunan infrastruktur, misalnya, pemerintah telah menjadikan BUMN sebagai mesin pencetak utang.
“Saya kira ini perlu segera dievaluasi. Sebab, dampaknya bukan hanya terbatas pada keuangan BUMN, tapi juga bagi perekonomian nasional,” kata Fadli Zon
Oleh sebab itu, Fadli menyebut, kondisi BUMN sekarang belum bisa membuat tersenyum. Apalagi, sejumlah BUMN besar masih terus mencatatkan kerugian.
"Ironis, BUMN seharusnya merupakan pelayanan dan alat mencapai kesejahteraan, tapi nyatanya malah menjadi beban negara. Inilah pekerjaan rumah (PR) Menteri BUMN yang baru," pungkas Fadli. (Knu)